Jumat, 17 September 2010

haa iki Batapa Tergantungnya Pada Pembantu

PEMBANTU MUDIK
"All I Want for Lebaran is Si Mbak..."
Jumat, 17 September 2010 | 02:56 WIB 

M Clara Wresti
”All I want for Lebaran is Si Mbak,” demikian seorang teman menulis di status Facebook-nya. Status itu menyiratkan betapa repotnya libur Lebaran tanpa pembantu rumah tangga. Libur panjang yang seharusnya bisa dipakai untuk leyeh-leyeh ternyata harus diisi dengan kerja keras.
Ditinggal mudik pekerja rumah tangga saat Lebaran merupakan pengalaman banyak keluarga di Jakarta. Setiap keluarga memiliki berbagai trik demi menjaga rumah tetap apik selama tidak ada orang yang biasa membantu mengerjakan tugas rumah tangga itu.
Pilihan mengambil tenaga pembantu infal (pembantu sementara), juga bukan jalan keluar tepat untuk persoalan ini. Pasalnya, tarif pembantu infal cukup mahal. Sekitar Rp 1,5 juta untuk dua minggu bekerja. Bagi keluarga kebanyakan, tarif itu terlalu mahal dan lebih baik untuk memenuhi kebutuhan lain, apalagi mereka juga belum tahu kualitas kerja pembantu itu.
Inspektur Satu Diah Tin Agustina (47), Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Duren Sawit, Jakarta Timur, juga tidak tertarik mengambil tenaga infal. Padahal, ia masih memiliki anak balita berusia 16 bulan dan tetap harus piket pada malam takbiran. ”Sejak saya jadi polisi tahun 1985, setiap Idul Fitri saya tidak pernah cuti. Mana boleh polisi cuti saat Lebaran,” ujar Diah, Rabu (15/9).
Penerimaan dan kerja sama dengan keluarga adalah jawaban untuk menyelesaikan persoalan tanpa pembantu rumah tangga. Diah beruntung, ia memiliki suami siaga yang siap mengasuh si bayi sehingga ia dapat tetap menjalankan tugas kepolisiannya.
Keluarga juga menerima jika pada hari Lebaran mereka tidak menyantap makanan khas Lebaran seperti yang terjadi pada Lebaran 2010 ini.
Untuk Lebaran tahun ini, Diah berencana memasak ketupat lengkap dengan opor ayam dan sambal goreng. Semua bahan baku tersedia di kulkas. Seusai piket malam takbiran, Diah sampai di rumah sekitar pukul 02.30. Tanpa beristirahat, ia langsung mengeluarkan semua bahan makanan dan mulai memasak. Namun apa daya. Ketika ia membersihkan ayam, tiba-tiba anak buah melaporkan ada tawuran di kawasan Klender.
”Langsung semua bahan makanan saya masukkan kembali ke kulkas dan saya lari ke Klender. Pulang dari urusan tawuran, sampai rumah sudah pukul 09.00. Tidak jadi masak, dan tidak ikut shalat Id,” tutur ibu dua anak ini.
Bagi Diah, Lebaran bukanlah waktunya untuk bersantai. Lebaran adalah kerja keras, dan kerja keras itu adalah ibadah. ”Saya ikhlas. Kerja keras ini pengabdian. Mudah-mudahan ibadah saya ini jauh lebih besar daripada ibadah shalat Id,” kata Diah tegas.
Jika Diah bekerja keras menjaga keamanan kawasan Duren Sawit saat Lebaran, ibu rumah tangga lain juga bekerja keras. Mereka harus menjaga agar kehidupan rumah tangga mereka tetap berjalan seperti biasa, seiring dengan aktivitas mereka sehari-hari, walau tanpa tenaga pembantu rumah tangga.
Misalnya saja Kusrini (37), warga Cipete Selatan, Jakarta Selatan. Perempuan asli Bandung, Jawa Barat, ini harus bisa menjadi ibu rumah tangga super yang harus menangani segala pekerjaan di rumah sekaligus mengasuh dua anak balita.
”Saya benar-benar tidak bisa istirahat. Bangun subuh, shalat, terus langsung ambil sapu dan pel. Setelah rumah bersih, cuci piring, menghidupkan mesin cuci dan mengumpulkan baju kotor. Jam tujuh pagi, giliran memandikan anak-anak,” urai Rini.
Rini beruntung, peralatan rumah tangganya cukup lengkap dan serba modern. Namun, ditinggal pembantu dan pengasuh anaknya mudik, Rini merasa langsung kerepotan.
”Memandikan Si Abang Zaki (anak tertuanya yang berusia lima tahun) bisa satu jam. Si Abang sering enggak mau berhenti main shower. Belum lagi memakaikan bajunya. Sementara Farah (2,5) juga sama saja, senang banget berendam di ember mandinya,” keluh Rini.
Alhasil, belum juga tengah hari, Rini merasa kecapekan. Suami Rini, Fatullah (39), pun berinisiatif berlangganan makanan pesan antar.
”Susahnya, rata-rata makanan cepat saji itu kurang sayur dan tidak terlalu segar. Namun, itu jalan keluar terbaik karena saya tidak bisa bantu Rini. Selasa, saya sudah masuk kerja lagi,” kata Fatullah, karyawan sebuah bank swasta.
Sementara Iin, warga IKPN Bintaro, mengatakan justru senang pembantunya mudik setiap Lebaran. ”Ada saatnya di mana benar-benar hanya ada saya, suami, dan tiga anak saya. Kami sangat menikmatinya. Kami sendiri jarang mudik ke Kalimantan, jadi lebih ber-Lebaran di Jakarta,” katanya.
Soal kerepotan mengurus rumah, Iin mengaku tidak terlalu mempermasalahkan. ”Sekarang dari makanan sampai cucian pun bisa diambil atau diantarkan langsung ke rumah. Tidak bakal capek atau kelaparanlah. Soal bersih-bersih, untuk rumah tipe 60 ini tidak terlalu repot. Apalagi anak sudah cukup besar, bisa bantu-bantu sedikit,” kata Iin.
Bagi Puspita (31), warga Ciledug, Tangerang, ditinggal pembantu yang mudik membuat dia kewalahan menangani pekerjaan rumah tangga sekaligus mengasuh anaknya yang baru berusia tiga tahun.
Agar tidak terlalu berat, Puspita mengerjakan pekerjaan yang menurut dia penting, seperti memasak dan mencuci. Untuk setrika baju, dia hanya menyetrika baju anaknya. ”Baju yang besar-besar bisa disetrika kalau mau dipakai,” katanya.
Pasangan suami istri Toto dan Ninin yang tinggal di Petukangan Selatan juga menuturkan hal senada. Saat ditinggal pembantu mudik Lebaran, Toto dan istrinya berbagi mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh putra mereka yang baru berusia dua bulan.
”Meskipun sudah dibagi dua, karena anak masih kecil dan memerlukan perhatian ekstra, kami kewalahan dan kecapaian juga. Akhirnya kami meminta ibu saya untuk datang membantu,” ujar Toto.
Ayu (30), warga Slipi, memilih minta tolong tetangga untuk mencuci dan menyetrika baju serta membersihkan rumah. ”Saya memberikan imbalan Rp 50.000 per hari. Masih lebih murah daripada biaya menginap di hotel ya,” ujar Ayu.
Posisi pembantu rumah tangga sering kali tidak dianggap penting dalam keluarga. Namun, ketika mereka tidak ada, banyak orang merasa tidak berdaya. Keberadaan mereka ternyata sangat penting. (ART/FRO/NEL)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/17/02564194/all.i.want.for.lebaran.is.si.mbak...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar