Sabtu, 18 September 2010

haa iki Kuliner Ning Yoja

Soto Djiancuk
Keakraban dalam Semangkuk Soto
Sabtu, 18 September 2010 | 15:14 WIB
 
Kenikmatan soto tidak hanya ditentukan racikan bumbunya, tetapi juga suasana tempat memakan soto tersebut. Warung Soto Djiancuk menyediakan keduanya.
Keunikan warung soto ini sudah terasa sejak memasuki halaman depan. Di situ terdapat spanduk sambutan dengan kata sapaan yang akrab: "Warung Buka Cuk".
Kata cuk itu diambil dari kata djiancuk. Kata tersebut sering diucapkan orang Jawa Timur sebagai bentuk umpatan. Namun, bagi pemilik warung soto Djiancuk, Parjinah, kata itu saat diucapkan menjadi tanda keakraban. "Kata djiancuk itu hanya diucapkan kepada orang yang sudah akrab. Jadi tidak ada jarak di antara mereka. Esensinya keakraban," ujarnya, Jumat (17/9).
Keistimewaan warung ini terus berlanjut hingga ke dalam ruangan. Widodo, suami Parjinah, menata ruang dengan memberi sentuhan yang unik. Pemanfaatan ruang yang dipadukan dengan pemilihan perabot memberikan wawasan baru bagi para pembeli.
Pelukis lulusan pascasarjana ISI Yogyakarta itu membiarkan dinding warungnya yang terbuat dari batu bata tampil polos tanpa polesan. Lantai warung juga dibiarkan tanpa keramik. Botol-botol tua, bingkai lukisan, gerabah, hingga perabot rumah tangga dari bahan bambu menjadi penghias dinding. Sejumlah lukisan karya Widodo juga bisa dilihat di situ.
Ruangan itu terbagi dalam empat bagian. Di setiap bagian, pembeli akan mendapati jenis meja dan kursi dengan gaya penataan yang berbeda. Ada meja dan kursi yang ditata biasa di atas lantai. Ada juga yang diletakkan di atas dipan yang menyerupai tempat tidur. Perabot itu terbuat dari bahan kayu daur ulang.

Kaya rempah

Di warung soto yang terletak di tepi Rawa Kalibayem, Sonopakis, Kasihan, Bantul, ini, pembeli bisa menikmati soto daging sapi dengan racikan bumbu yang kaya rempah-rempah. Disajikan dalam mangkuk kecil, racikan rempah itu bisa dilihat dari butiran-butiran kecil bumbu yang mengambang di kuah soto.
Racikan bumbu yang diperkaya empon-empon seperti kencur dan kunci itu menghasilkan kuah yang sedap. Dengan racikan rempah-rempah itu, pemilik warung soto ini tidak perlu lagi menambahkan vetsin dalam kuah sotonya.
Soto "djiancuk" disajikan dengan taburan keripik kentang goreng serta irisan telur ayam rebus. Irisan tomat yang dicampur ke dalam mangkuk membuat kuah soto terasa segar. Satu mangkuk soto yang sedap dan segar ini bisa dinikmati dengan harga Rp 7.000. Warung soto ini buka setiap hari, pukul 07.00-20.00.
Menurut Parjinah, warung soto "djiancuk" dibuka pada 2000. Awalnya, warung ini tidak banyak dikunjungi pembeli. Seiring waktu, informasi mengenai keberadaan warung soto ini menyebar sehingga jumlah pengunjung semakin banyak.
Terletak di dekat Kampung Nitiprayan, warung soto ini banyak dikunjungi seniman dan pemerhati seni. Ada yang datang untuk melihat lukisan Widodo, lalu tertarik menikmati soto. Sebaliknya, ada yang datang untuk menikmati soto lalu tertarik melihat lukisan Widodo. (ARA)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/18/15143559/keakraban.dalam.semangkuk.soto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar