Rabu, 15 September 2010

haa iki Sa'unine

Sa'Unine dan Kenangan "Gundul-gundul Pacul"
Rabu, 15 September 2010 | 03:58 WIB
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Konser orkes gesek Sa'Unine di Bentara Budaya Jakarta, beberapa waktu lalu. Komunitas pemain musik gesek dari Yogyakarta tersebut membawakan sejumlah lagu tradisional Indonesia.
Bulan kemerdekaan yang biasanya diwarnai dengan lagu-lagu patriotik memang telah lewat. Namun, hasrat merajut Nusantara terus berlanjut di lingkungan media, juga di lingkungan pemusik. Mengambil tema ”Masa Lalu Selalu Aktual”—mengingatkan orang pada judul buku karya P Swantoro, wartawan senior Kompas—Sa’Unine String Orchestra mengangkat sejumlah lagu abadi (evergreen) Indonesia ke dalam CD yang direkam apik.
Dibuka dengan karya klasik Maladi (1912-2001), ”Di Bawah Sinar Bulan Purnama”, Sa’Unine secara lembut dan melodious mengangkat masa lalu Indonesia—tepatnya Nusantara karena Maladi menciptakan lagu itu pada era kolonial.
Liriknya yang menyebut ”Di bawah sinar bulan purnama, hati sedih tak dirasa/Si miskin pun yang hidup sengsara/Semalam itu bersuka”, ditafsirkan sebagai simbol tentang bagaimana kemerdekaan bisa menghapuskan penderitaan. Saat itu memang tidak sedikit karya cipta yang dibuat simbolik karena penguasa kolonial acap menyensor karya seni yang dianggap digunakan untuk memompa perjuangan. Aransemen Jozef Cleber untuk lagu ini terdengar amat manis.
Nomor lain yang juga digarap dengan apik adalah ”Sapu Lidi” ciptaan Sukamto yang biasanya ditampilkan dalam irama keroncong. Kali ini, dengan diaransir oleh Dimawan Krisnowo Adji, ”Sapu Lidi” hadir dengan semarak, mengingatkan orang pada irama Latin beguine.
Sajian unik lain ada pada nomor tradisional yang dulu amat akrab di telinga anak-anak, ibarat lagu nina bobo, yakni ”Ilir-ilir”, yang disebut merupakan karya Sunan Kalijaga. Uniknya, karena pada nomor ini hadir pesinden Silir Pujiwati yang dengan vokalnya yang murni dan bersih terasa amat menghanyutkan.
Selain vokal, album Sa’Unine ini juga memberikan kesempatan pada instrumentalis untuk memberikan aksen khusus pada nomor khas, seperti celo Dimawan pada ciptaan Bing Slamet, ”Belaian Sayang”, yang diaransir Haryo Yose Soejoto, juga banzi yang dimainkan oleh Yasni Adha pada lagu ”Kembanglah Bungo Parautan” ciptaan Sofyan Naan.
Eksplorasi Nusantara sendiri menghadirkan lagu anak-anak dari Jawa, ”Cublak-cublak Suweng” (aransemen I Gusti Ngurah Wiryawan Budhiana), juga lagu Kalimantan, ”Paris Barantai” ciptaan Anang Ardiansyah yang diaransir oleh Oni Krisnerwinto, yang dalam penampilan di Bentara Budaya Jakarta awal tahun ini juga menjadi konduktor Orkes Sa’Unine dan Medley Sulawesi (”Anging Mammiri” dan ”O Ina ni keke”) yang aransemennya dibuat oleh Guntur Nur Puspito.
Nomor terakhir pada Album 2010 ini kalaupun bukan klimaks tetapi masih menawarkan keunikan adalah ”Dolanan Pizzicato”. Sejumlah lagu anak-anak, seperti ”Gundul-gundul Pacul” dan ”Jaranan”, dimainkan dengan instrumen gesek yang tidak digesek, tetapi dipetik senarnya, dikenal sebagai teknik pizzicato. Bagi Oni dan Dimawan yang tidak asing dengan karya Leroy Anderson ”Plink, Plank, Plunk!”, lagu-lagu dolanan ini tampaknya menjadi panggung eksplorasi yang mengasyikkan.
Orkestra Sa’Unine yang didirikan oleh Oni semasa ia sekolah di Sekolah Musik Negeri Yogyakarta kini diharapkan menambah warna pada musik nasional. Kalau sekarang nomor-nomor yang diketengahkan di album masih banyak pada lagu Jawa, kiranya Sa’Unine bisa mengagendakan lagu-lagu dari Tanah Maluku, Papua, atau Tanah Pasundan, dan juga Betawi.
Kini, dengan dukungan produser eksekutif Nuranto yang juga mengelola Rumah Budaya Tembi, Sa’Unine selain punya PR untuk terus mengasah gesekan biola dan celonya, juga mesti mengincar kekayaan budaya musik Tanah Air yang masih perlu didokumentasikan oleh anak negeri sendiri.
Tentunya kita tak mau kalah dengan Smithsonian Institution yang sebelum ini juga telah membuat rekaman lengkap tentang musik Nusantara dan jangan sampai pula karya-karya pusaka itu justru diklaim oleh pihak lain yang tanda-tandanya sudah mulai sering kita saksikan itu. (Ninok Leksono)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/15/0358566/saunine.dan.kenangan.gundul-gundul.pacul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar