Sabtu, 18 September 2010

haa iki Sumunarnya Cahaya dari Kauman

Dari Kampung Kauman untuk Dunia
Sabtu, 18 September 2010 | 15:04 WIB
 
Oleh Anton Prasetyo
Launching film "Sang Pencerah" semakin mengukuhkan betapa keberadaan Yogyakarta memiliki peran penting dalam perkembangan zaman. Bukan hanya bagi daerah sendiri (baca: Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) dan sekitarnya atau meluasnya Indonesia, terlebih dari itu, karya yang disutradarai Hanung Bramantyo bakal membumbung hingga tingkat dunia. Bahkan, saat dikaitkan dengan percaturan agama, film ini akan sampai ke akhirat. Sumber semuanya bermula dari keberadaan sosok Muhammad Darwis (nama kecil KH Ahmad Dahlan) di perkampungan Kauman Yogyakarta.
Betapa agung kisah yang difilmkan ini, penuh dengan pesan moral dan contoh-contoh keteladanan adalah nilai plus tersendiri. Dengannya, film ini menjadi beda dari film-film yang telah banyak digarap dan disiarkan di bioskop, stasiun televisi dan/atau dijual bebas untuk dinikmati setiap orang. Berakar dari sinilah, Hanung Bramantyo tidak mungkin akan menunjuk pemeran pilihan jika cerita ini tidak memiliki daya pikat tersendiri. Lihatlah, betapa film yang mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah ini, diperankan oleh artis-artis yang tidak diragukan lagi kemampuannya.
Dengan film ini, Pimpinan Pusat Pengurus Muhammadiyah Din Syamsudin mengimbau warga Muhammadiyah untuk menyaksikannya ini, menampilkan bintang Lukman Sardi sebagai pemeran KH Ahmad Dahlan, Zaskia Adya Mecca (Nyai Ahmad Dahlan), Ikranegara (Kiai Abu Bakar), Sujiwo Tejo, Giring Nidji (KH Sudja, murid KH Ahmad Dahlan) dan sejumlah artis pendukung lain seperti Joshua Suherman yang berperan sebagai tokoh Hisyam muda. Tentu kita tak asing lagi dengan nama-nama artis tersebut karena memang keberadaannya sudah diakui seluruh lini masyarakat.
Produser film, Raam Punjabi, juga tentu tidak akan berani mengeluarkan biaya pembuatan sebesar Rp 12 miliar dan Rp 3 miliar untuk promosi jika sejak awal kisah yang berlatarkan di Kampung Kauman tidak memiliki daya saing dan tawar yang tinggi. Ia juga sejak awal sudah melirik bahwa film ini bisa dipasarkan sampai ke berbagai belahan dunia ini (baca: bukan hanya di Indonesia).
Belum lagi saat mengamati betapa film ini sangat diminati penonton di berbagai studio. Di Samarinda, misalnya, di Studio 21 SCP, pada Sabtu 11 September 2010 atau 2 Syawal 1431, film Sang Pencerah dan Dawai 2 Asmara yang dibintangi bapak-anak, Rhoma Irama dan Ridho Rhoma, ini paling diminati pengunjung untuk mengisi hari libur Lebaran. Dua (2) film lainnya, yakni Darah Garuda (Merah Putih II) dan Lihat Boleh Pegang Jangan tidak begitu dipilih penonton.
Artinya, betapa besar nilai jual sosok KH A Dahlan, lengkap dengan Kampung Kauman dan Kota Yogyakarta-nya. Semua itu tidak terlepas dari jasa-jasa besarnya yang kini jelas-jelas nyata berbentuk organisasi besar yaitu Muhammadiyah. Hingga kini, di bawah organisasi berlogokan matahari terbit ini, didirikan perguruan tinggi, dibangun rumah sakit, juga sarana keagamaan dan sosial lain. Menariknya, beragam bangunan dan instansi di bawah Muhammadiyah mayoritas bisa bersaing dan bahkan menjadi pilihan utama masyarakat tidak terbatas warga Muhammadiyah sendiri, tetapi seluruh kaum Muslimin bahkan seluruh masyarakat tanpa memandang latar belakang organisasi dan agama. KH A Dahlan modern?
Keberadaan film Sang Pencerah tentu bukan sekadar sebagai alat menyombongkan diri tanah Yogyakarta lengkap dengan Kampung Kauman dan KH A Dahlannya serta produser dan pemain film atau penghibur diri setiap penontonnya. Terlebih dari itu film ini, selain bisa mengangkat Kota Yogyakarta umumnya Indonesia, juga sarana mendapat keuntungan produsernya juga diharapkan bisa menjadi rangsangan kepada para penonton untuk bisa meneladani dan mengambil nilai-nilai positif ajaran-ajaran KH A Dahlan dan murid-muridnya.
Pembinaan akhlak, pendirian kokoh, tak mudah menyerah adalah sifat yang dimiliki KH A Dahlan dan para muridnya. Sebagaimana yang terceritakan dalam film Sang Pencerah dan/atau di buku-buku biografi KH A Dahlan yang serentak dicetak menjelang muktamar seabad Muhammadiyah lalu, betapa KH A Dahlan sangat besar kemauannya untuk bisa meluruskan ajaran agama meski harus bertentangan dengan banyak pihak, termasuk tradisi setempat.
Pada umur 21 tahun, KH A Dahlan yang saat itu masih bernama Darwis merasa gelisah dengan lingkungannya yang melaksanakan syariat Islam yang dianggapnya melenceng ke arah sesat. Selanjutnya, sebagai upaya perjuangan awalnya, ia mendalami ajaran agama Islam ke tanah Mekkah al-Mukarramah. Di sana ia belajar sungguh-sungguh agar bisa mendapatkan ilmu yang mumpuni sehingga bisa digunakan sebagai bekal dakwahnya.
Baru setelah menyelesaikan belajarnya di Arab Saudi, ia pulang ke Kampung Kauman dan mengganti dirinya dengan nama Ahmad Dahlan. Langkah awal dakwahnya, ia mendirikan sebuah langgar/surau dan mengawali pergerakannya dengan mengubah arah kiblat yang salah di Masjid Besar Kauman. Sudah menjadi barang tentu, tindakan yang dilakukan ini menyulut kemarahan kiai penjaga tradisi, Kiai Penghulu Kamaludiningrat yang malah menjadikan dirinya dianggap sebagai kiai sesat, bahkan kafir. Tidak hanya itu, surau yang baru dibangunnya pun dirobohkan.
Saat itu perjuangan KH A Dahlan hanya dengan merangkak. Tiada tanda-tanda bahwa ia akan berhasil dalam berdakwah, apalagi terbayang bisa mendirikan organisasi besar Muhammadiyah seperti yang kini bisa kita lihat dan rasakan manfaatnya. Kemanfaatan besar tidak hanya dinikmati masyarakat setempat (baca: Kauman) atau organisasi (baca: Muhammadiyah) belaka, tetapi tidak terbatas ruang dan waktu. Seluruh dunia bisa merasakan manfaatnya. Perjuangan gigih tanpa pantang menyerah serta tidak memiliki pamrih adalah yang menjadi kunci utama keberhasilan perjuangan sosok KH A Dahlan.

Lantas, di zaman modern sekarang ini, masih adakah sosok KH A Dahlan yang bisa dan berani berjuang demi kebenaran tanpa adanya pamrih keduniawian? Wallahu a'lam. ANTON PRASETYO Staf Pengajar Pondok Pesantren Nurul Ummah, Alumnus UMY dan UIN Yogyakarta

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/18/15044450/dari.kampung.kauman.untuk.dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar