Senin, 31 Januari 2011

haa iki Masa Depan Telepon Kabel

Jumat, 28/01/2011 20:48 WIB
Revitalisasi Telepon Kabel, IPTV Mulai Dilirik
Achmad Rouzni Noor II - detikinet




Jakarta - Bertahan pada bisnis telepon kabel tampaknya sudah tidak lagi menjanjikan. Namun, tidak mudah meniadakan layanan telepon kabel saat ini, karena faktanya masyarakat masih banyak yang memerlukan layanan ini.

"Untuk keperluan bisnis, memang telepon kabel belum bisa digantikan telepon seluler," jelas Eddy Kurnia, Head of Corporate Communication Telkom kepada detikINET, Jumat (28/1/2011).

Menyadari fenomena tersebut, kini para operator telekomunikasi dunia mulai menerapkan strategi untuk tetap melayani pelanggan telepon kabel, sembari mengembangkan bisnis-bisnis baru dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada. Antara lain untuk mengalirkan internet kecepatan tinggi (broadband access).

Berbagai upaya dilakukan operator untuk menghindari semakin anjloknya penurunan pendapatan dari layanan telepon tetap. Telecom Italia menempuh sederet langkah strategis di antaranya mengintegrasikan layanan suara dengan pita lebar, Manage Fixed Mobile Convergence, mempertahankan pelanggan segmen atas (high end customers), serta pengendalian cabutan di segmen pelanggan bawah (low end).

China Telecom menggunakan strategi Integrasi layanan suara dan pita lebar (broadband services) dengan bentuk produk One Home. Strategi lain adalah melakukan bundling layanan suara, layanan nonsuara, dan layanan mobile.

Sementara itu, Telecom Malaysia menggelar serangkaian promo seperti Smart Talk, berupa penawaran kepada pelanggan konsumer berbentuk diskon untuk panggilan interlokal SLJJ dan panggilan ke mobile, dan paket flat rates Flexi Destina untuk segmen bisnis. 

Lain halnya Telstra di Australia yang mengeluarkan produk bundling dengan nama Home Bundles, yakni penggabungan layanan telepon rumah, internet, dan FOXTEL dengan berbagai tingkat harga dan fasilitas. Untuk segmen Small Medium Enterprises (SME), Telstra mengeluarkan Telstra Business Centres.

Sedangkan strategi PLDT di Filipina adalah menggelar PLDT Landline Plus. Hingga 31 Desember 2008 terdapat 125.621 pelanggan PLDT Landline Plus aktif. Tahun 2009 terjadi peningkatan permintaan atas layanan bundling suara dan data serta peningkatan rata-rata jumlah pelanggan pascabayar sebagai hasil dari digelarnya PLDT Landline Plus

Telkom sebagai operator terbesar di Indonesia juga tidak tinggal diam. Menyusul perubahan portofolio bisnisnya menjadi T.I.M.E. (Telecommunication, Information, Multimedia & Edutainment), BUMN telekomunikasi ini semakin gencar berinovasi dengan menggelar layanan baru di luar InfoCom.

Salah satunya mulai melirik layanan bisnis Internet Protocol Television atau lebih dikenal dengan sebutan IPTV, yaitu teknologi yang menyediakan layanan konvergen dalam bentuk siaran radio dan televisi, video, audio, teks, grafik dan data yang disalurkan ke pelanggan melalui jaringan protokol internet.

Teknologi IPTV bukan sekadar menjamin kualitas layanannya, juga faktor keamanan, kehandalan serta mampu memberikan layanan komunikasi dengan pelanggan secara dua arah atau interaktif dan real time dengan menggunakan televisi standar.

Sebagai layanan televisi interaktif IPTV juga akan memberikan pengalaman baru bagi para penonton dalam hal memperoleh informasi, hiburan, bermain hingga cara belajar. Layanan IPTV menyediakan konten program televisi (sport, news, film, dan sebagainya) dan konten entertainment interaktif lainnya (musik, game, advertising) melalui suatu jaringan broadband IP network yang aman dan di-manage secara akurat (end to end) oleh service provider.

"Sedangkan pada sisi client atau user layanan ini dapat diakses menggunakan terminal PC/desktop maupun pesawat televisi dengan tambahan set top box (STB)," kata Eddy.

IPTV berbeda dengan program video streaming yang disiarkan melalui internet. IP di sini berarti suatu metode pengiriman informasi TV melalui suatu jaringan IP yang aman dan bisa di-manage oleh service provider-nya, termasuk bandwidth dan aspek keamanan informasinya. Hal tersebut memungkinkan penonton menikmati layanan entertainment yang sangat memuaskan dengan kualitas siaran yang terjamin.

Dengan kemampuan manajemen jaringan yang kuat, service provider bisa memberikan program hiburan yang memungkinkan pelanggan dengan leluasa memilih program yang akan ditonton. Dalam hal ini, masing-masing pelanggan bisa mengontrol layanan yang disediakan secara interaktif. IPTV memungkinkan service provider memberikan channel tertentu hanya kepada pelanggan yang memilih channel tersebut dalam waktu yang ditentukan sendiri oleh pelanggan.

( wsh / ndr ) 
Sumber : http://www.detikinet.com/read/2011/01/28/204822/1556464/328/revitalisasi-telepon-kabel-iptv-mulai-dilirik/ 

haa iki 'Aussie Kim'

Sabtu, 29/01/2011 22:18 WIB
Silakan Panggil Clijsters 'Aussie Kim'
Doni Wahyudi - detiksport




Reuters

Melbourne - Meski berasal dari Belgia Kim Clijsters justru punya julukan Aussie Kim. Setelah akhirnya memenangi Australia Terbuka, nama tersebut kini sah menjadi bagian dari petenis 27 tahun itu.

Julukan Aussie Kim bermula sejak sekitar delapan tahun lalu, saat dia berpacaran dan kemudian bertunangan dengan petenis Australia Lleyton Hewitt. Sejak saat itu Clijsters selalu dapat dukungan penuh dari publik Australia, dan dapat julukan Aussie Kim, meski hubungannya dengan Hewitt bubar di tahun 2004.

Setiap berpartisipasi di Australia Terbuka, Kim menjadi petenis asing yang selalu dapat dukungan penuh dari fans tuan rumah. Termasuk di penyelenggaraan tahun 2011 ini, di mana dia mampu menuntaskannya dengan menjadi juara setelah mengalahkan Li Na dengan 3-6, 6-3 dan 6-3.

"Sekarang saya rasa kalian semua bisa memanggil saya dengan ‘Aussie Kim’ karena saya memenangi gelar ini," sahut dia sambil tersenyum lebar dan terlihat menahan tangis usai laga final seperti dikutip dari Reuters.

"Saya masih sedikit gemetar. Li Na jelas merupakan kompetitor yang tangguh. Dia benar-benar menunjukkannya pada saya. Saya terpaksa mundur dan menarik diri - saya tak menyukai itu".

"Di set pertama, saya pikir ‘Wow! Ini terlalu cepat buat saya!’ Itu sulit. Saya merasa di set kedua dia mulai merasa gugup. Saya gembira bisa menuntaskannya sampai akhir," tuntas Clijsters yang berkat kemenangannya tersebut kini punya empat gelar Grand Slam, selain tiga trofi Amerika Serikat Terbuka di tahun 2005, 2009 dan 2010. ( din / din ) 
Sumber : http://www.detiksport.com/read/2011/01/29/221830/1556579/79/silakan-panggil-clijsters-aussie-kim?88110469 

haa iki Terus Melaju Barca

Messi Sejajarkan Barca dengan Era Di Stefano

MADRID, MINGGU - Kemenangan Barcelona atas Hercules, 3-0, pada lanjutan Liga Spanyol, Sabtu (29/1) atau Minggu dini hari WIB, bukan kemenangan biasa. Selain memperlebar jarak nilai menjadi tujuh poin atas rival bebuyutannya, Real Madrid, kemenangan itu juga menempatkan generasi pemain Barcelona saat ini sejajar dengan era emas Real Madrid tahun 1960-an.
Tiga poin Barcelona di Stadion Jose Rico Perez, kandang Hercules, itu merupakan kemenangan beruntun ke-15 skuad asuhan Pep Guardiola ini. Catatan itu menyamai rekor fantastis Real Madrid tahun 1960-1961 di bawah kapten Alfredo di Stefano. Lionel Messi menyumbang dua dari tiga gol Barcelona atas Hercules, menit ke-87 dan ke-89.
Satu gol lainnya dicetak Pedro yang membuka kemenangan ”El Barca” pada menit ke-43. ”Suatu penghargaan yang luar biasa bisa memenangi 15 partai liga secara beruntun dan menyamai rekor Real Madrid di bawah (Alfredo) di Stefano,” kata Guardiola.
”Saya yakin, sebuah tim bakal memecahkan rekor tersebut, tetapi tidak seorang pun mampu melakukannya dalam 50 tahun. Kami bangga. Jika telah melewati 50 tahun, terlihat betapa sulit melakukan hal itu,” ujarnya.
Xavi dan kawan-kawan akan memecahkan rekor tersebut, dengan memenangi 16 laga beruntun jika pekan depan memukul Atletico Madrid di Nou Camp. Bagi Barcelona, kemenangan atas Hercules itu juga membayar lunas kekalahan 0-2 di Nou Camp, September lalu. Itu merupakan satu-satunya kekalahan Barca di liga musim ini, dan sekaligus membuktikan keperkasaan Barca yang menyapu ke-10 laga tandang dengan tiga poin penuh.
Yang menakutkan lawan-lawan mereka, tren Barcelona selalu menang besar tetap terjaga. Statistik gol mereka saat ini adalah memasukkan 57 gol dan kemasukan 6 gol. Lewat gol pada laga itu, Pedro saat ini mengoleksi 12 gol di ajang liga.
Adapun Messi, pemain terbaik dunia dua tahun terakhir, membukukan 21 gol di partai liga musim ini. ”Dia (Messi) mencetak 164 gol dalam usia masih 23 tahun dan berada di peringkat keempat daftar pencetak gol terbanyak dalam sejarah Barcelona. Jika terus bermain seperti ini, ia akan memecahkan semua rekor,” kata Guardiola.
Hasil-hasil positif Barcelona ini jelas memberi tekanan bagi Real Madrid, yang bertandang ke markas Osasuna, Minggu (30/1) atau Senin dini hari WIB tadi.

Drama di Riazor
Pada laga lainnya, Sevilla tertahan 3-3 saat dijamu Deportivo La Coruna di Stadion Riazor. Laga berlangsung dramatis dan Sevilla seperti bakal tersungkur saat striker asal Tunisia, Lassad, menjebol gawang tim tamu pada menit ke-15 dan ke-62. Bukan itu saja, Sevilla juga kehilangan kiper Andres Palop yang diusir pada menit ke-57.
Meski begitu, Sevilla bangkit dan menyarangkan tiga gol dalam waktu 16 menit melalui Alvaro Negredo, menit ke-64 dan ke-79, serta Julien Escudé pada menit ke-74. Dua menit menjelang bubar, gol Laure Ruiz menyelamatkan Deportivo dari kekalahan.
Gol itu diprotes pemain Sevilla mengingat asisten wasit sempat mengangkat bendera tanda Ruiz off-side, tetapi golnya tetap disahkan wasit. Mereka mengerumuni dan memprotes asisten wasit di pinggir lapangan. Hasil seri membuat Sevilla, yang Rabu depan menghadapi Real Madrid pada laga kedua semifinal Piala Raja, terpaut 10 poin dari Barca.
Dari laga lainnya, Levante terangkat dari dasar degradasi setelah di kandang sendiri memukul Getafe, 2-0. Mereka naik ke peringkat ke-18. Posisi juru kunci ditempati Malaga, yang kalah 1-2 saat menjamu Real Zaragoza. Sporting Gijon kian konsisten, memetik kemenangan ketiga dengan memukul Real Mallorca 4-0. (AFP/REUTERS/SAM)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/31/04412677/messi.sejajarkan.barca..dengan..era.di.stefano.

haa iki Pembangunan Hubungan Rakyat Dengan Pemda

Pemkot Yogyakarta Menggapai Masyarakat


Mohammad Final Daeng

Gimana sih tuh pegawai-pegawai kelurahan. Kemarin berkas saya sudah diterima, tapi karena lurahnya lagi sibuk jalan-jalan, jadi berkas saya belum bisa ditandatangani...Lurah kenapa jarang ada di tempat?
 
Begitulah bunyi penggalan pesan singkat (SMS) seorang warga Yogyakarta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta melalui Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK). Warga yang tak mencantumkan namanya itu kesal dengan pelayanan kelurahan yang dinilainya tidak profesional.
Satu hari kemudian, warga itu mendapat balasan dari Bagian Tata Pemerintahan Kota Yogyakarta yang berterima kasih atas masukannya, dan berjanji menjadikannya bahan evaluasi dan pembinaan terhadap lurah dimaksud.
Keesokan harinya, si warga kembali mendapat SMS dari Kecamatan Kraton, kecamatan yang membawahi Kelurahan Panembahan. Isinya: terima kasih atas informasinya, dan kami telah menghubungi lurah yang bersangkutan, dan memang hari tersebut kebetulan hari krida (olah raga), jadi sebagian karyawan, termasuk Lurah Panembahan, ikut kegiatan tersebut. Pada hari tersebut lurah juga menghadiri rapat di Kompleks Balai Kota. Selanjutnya, kami mohon maaf atas kejadian tersebut, semoga ke depan lebih baik lagi, terima kasih.
Ada lagi contoh lain: Pak saya sudah lapor dua hari yang lalu bahwa lampu penerangan jalan di Jalan Wora-Wari, Baciro dan Pengok Kidul mati. Tapi nomor (dinas) Kimpraswil (Permukiman dan Prasarana Wilayah) tidak dapat dihubungi. Saya harus lapor ke mana pak? Terima kasih.
Gayung pun bersambut dari dinas terkait: Terima kasih atas masukannya. Akan kami cek ke lokasi. Untuk laporan bisa melalui telepon Din. Kimpraswil 515867 atau bisa melalui SMS UPIK ini.

Interaksi
Hal di atas merupakan sebagian contoh interaksi warga Kota Yogyakarta dan pemerintahnya. Program UPIK, yang sudah berjalan sejak 2004 itu, merupakan salah satu sarana yang digunakan pemerintah dengan basis teknologi komunikasi yang jamak digunakan warga saat ini, yakni telepon seluler.
Siapa pun, kapan pun, dan di mana pun warga bisa menyampaikan aspirasinya melalui layanan itu. Warga Yogyakarta, maupun luar Yogya, bisa mengajukan pertanyaan, kritik, saran, maupun keluhan seputar pembangunan dan layanan publik yang diselenggarakan pemkot.
”Apa pun yang disampaikan, pemkot melalui instansi terkait akan langsung merespons dalam setidaknya 2 x 24 jam,” kata Kepala Bagian Humas Pemkot Yogyakarta, Herman Edy Sulistio, Jumat (21/1). Dalam sehari, UPIK menerima rata-rata 8-10 SMS warga.
Tapi, apa sebenarnya inti interaksi? Boleh jadi semangat keterbukaan dan jujur dalam bekerja demi kesejahteraan masyarakat. Bukan demi kantong sendiri.
Bukan hanya lewat UPIK pemerintah berdialog. Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto, juga membuka diri kepada warganya lewat siaran radio yang diudarakan di empat stasiun radio lokal bertajuk ”Wali Kota Menyapa”.
Sebanyak dua minggu sekali dengan durasi 30 menit setiap kali acara, wali kota dan wakil wali kota bergantian langsung melayani keluhan, pertanyaan, maupun masukan warga.
”Pak Wali, itu di daerah Pojok Beteng Wetan lampu penerangan jalannya sudah sejak lama, kok mati semua. Di daerah Giwangan juga gelap, pak. Tolong diperhatikan,” kata seorang penelepon bernama Handono pada seksi interaktif ”Wali Kota Menyapa”, Kamis (20/1) malam.
”Ya, coba saya cek. Saya telepon (dinas terkait) langsung sekarang,” tanggap Herry yang malam itu menerima total tujuh penelepon dengan berbagai keluhan sarana-prasarana kota sekaligus masukan soal beberapa rencana pembangunan.
Kedua program itu merupakan bagian kecil dari komitmen pemerintahan Herry, yang sudah terpilih dua kali sejak 2001 dan akan berakhir pada tahun ini, untuk mewujudkan prinsip tranparansi dan akuntabilitas birokrasi.

Transparansi-akuntabilitas
Pemkot Yogyakarta membuka akses seluas-luasnya bagi partisipasi publik dalam pemerintahan sehari-hari.
Pada suatu kesempatan kepada Kompas, Herry menyatakan, birokrasi yang transparan pasti akan menciptakan akuntabilitas. Bukan hanya transparansi dan akuntabilitas yang dibidik, melainkan juga penerapan nyata mekanisme checks and balances yang ada dalam teori-teori demokrasi.
Selain melalui perangkat yang telah ada, yakni DPRD maupun inspektorat, pemerintah juga diawasi langsung kinerjanya oleh seluruh warga yang bisa segera ”berteriak” jika menemui hal-hal yang tak beres.
Selain itu, salah satu tujuan otonomi daerah untuk memangkas birokrasi dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat pun tercapai. Warga tidak harus ”ribet” jika ingin menyampaikan aspirasi, laporan, atau unek-uneknya. Di sisi lain, pemerintah dengan cepat bisa mengetahui apa kekurangannya dan kebijakan yang harus segera diambil.
Pembukaan akses kepada publik itu juga bukan sekadar ”pepesan kosong”. Pemkot sebisa mungkin langsung menindaklanjutinya.
Hal itu setidaknya dibuktikan Adam (65), warga Wirogunan, Kecamatan Mergangsan, yang menjadi penelepon setia acara ”Wali Kota Menyapa” selama lima tahun terakhir.
”Selama saya menelepon menyampaikan keluhan-keluhan, sekitar 90 persen ditindaklanjuti. Hanya beberapa yang belum ditindaklanjuti karena masalahnya di luar kewenangan pemkot,” ujar Adam.
Salah satu yang diingat Adam, ia pernah mengadukan jalan kampung di wilayahnya yang berlubang-lubang dan membahayakan warga. ”Acara itu jam sembilan malam. Besok paginya setelah saya menelepon, langsung datang petugas bawa alat-alat untuk mengaspal jalan,” kata Adam.
Pernah pula, ia melaporkan untuk seorang siswa miskin di kampungnya yang terancam tidak bisa melanjutkan sekolah karena ketiadaan biaya. ”Tak lama setelah itu, Dinas Pendidikan memanggil anak itu dan dibantu sehingga bisa bersekolah lagi. Wah, senang sekali saya waktu itu.”
Begitulah sebagian dari roh otonomi daerah diejawantahkan di ibu kota DI Yogyakarta ini.
Harus diakui, belum banyak daerah di Indonesia yang melakukannya. Tak heran jika Kota Yogyakarta kerap mengantongi penghargaan dalam bidang tata pemerintahan. Di antaranya, peringkat pertama survei Indeks Persepsi Korupsi yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) tahun 2009 (meski melorot menjadi peringkat ke-4 pada 2010), Penilaian Inisiatif Anti-Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2010, serta Bung Hatta Anti Corruption Award 2010. ”Pemerintah yang sukses adalah pemerintah yang bisa menggerakkan partisipasi masyarakat sebesar-besarnya. Kerelaan masyarakat dalam mendukung program atau memberi masukan di semua level sangat penting. Kalau itu tercapai, saya yakin pembangunan akan bergerak dengan cepat,” kata Herry.
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/31/0406547/pemkot.yogyakarta.menggapai.masyarakat

haa iki Solidaritas

KEPEDULIAN SOSIAL

Solidaritas Hati Para Pengungsi Gunung Merapi

Tidak ada seorang pun yang dapat memahami derita pengungsi, kecuali mereka yang pernah mengungsi. Perasaan inilah yang mendorong masyarakat yang dulu penjadi pengungsi korban erupsi Gunung Merapi di Dusun Kemiren, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, menolong warga di berbagai dusun yang kini jadi korban banjir lahar dingin.
Empati mendalam inilah yang juga menggerakkan hati Marsiyem (29) dan empat ibu lain dari Dusun Kemiren memasak dan menyiapkan 500 nasi bungkus untuk warga Desa Sirahan, Kecamatan Salam.
Dusun Kemiren yang merupakan tempat tinggal Marsiyem hanya berjarak sekitar 17 kilometer dari Gunung Merapi. Saat erupsi Merapi, 700-an warga dusun ini mengungsi selama tiga minggu di dua lokasi di Kecamatan Salam.
Untuk memenuhi kebutuhan logistik para korban banjir lahar dingin di sejumlah tempat, setiap hari ibu-ibu di Dusun Kemiren bergantian memasak. Dengan ”kekuatan” empat hingga lima ibu setiap hari, mereka dapat memasak 250-1.000 bungkus nasi per hari.
Kegiatan ini dilakukan di posko yang didirikan warga Dusun Kemiren dan diberi nama Posko Siaga Lahar Dingin Merapi ”Tetap Semangat”.
Selain memasak, di posko inilah segala aktivitas yang terkait dengan antisipasi bencana lahar dingin dan kegiatan menolong korban bencana lahar dingin dirancang dan dilakukan.
Koordinator Posko Siaga Lahar Dingin Merapi Tetap Semangat Adi Triwahyu mengatakan, posko yang juga menggunakan rumahnya ini mulai berdiri dan aktif memberikan bantuan kepada korban lahar dingin sejak awal Januari lalu. Aktivitas ini diawali dengan menggalang dana bantuan untuk korban lahar dingin.
Kendati tanpa ada instruksi atau embel-embel ”iuran wajib”, sebanyak 116 kepala keluarga di Dusun Kemiren ikhlas menyumbang dana yang mereka miliki, mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 50.000 per orang. Setelah lima kali dilakukan penggalangan dana, uang yang terkumpul mencapai sekitar Rp 4 juta. Uang sumbangan itu menjadi modal awal untuk membeli bahan-bahan kebutuhan memasak.
Setelah kegiatan berjalan dan dana mulai menipis, para relawan di posko mencari bantuan dari donatur. Mereka bahkan mencari uang dengan mengeruk pasir Merapi yang kini melimpah ruah di jalan raya Magelang-Yogyakarta. Satu kali pengerukan pasir bisa diperoleh Rp 400.000- Rp 500.000. Selain bantuan logistik, sekitar 50 relawan di posko tersebut juga menyediakan tenaga mereka untuk membantu mengevakuasi perabotan warga yang terendam pasir di Desa Sirahan.
Warga Kemiren, yang aktif membantu, bukanlah warga berkecukupan. Marsiyem misalnya. Rumahnya masih dalam kondisi rusak. Dapur dan kamar di bagian belakang rumahnya belum bisa ditempati karena atapnya roboh tertimpa pohon kelapa....
(EGI)
http://cetak.kompas.com/read/2011/01/31/04021695/solidaritas.hati.para.pengungsi.gunung.merapi

Minggu, 30 Januari 2011

haa iki Juarane

Clijsters Raih Gelar, Impian Asia Punah

Melbourne, sabtu - Li Na gagal mewujudkan harapan untuk menjadi petenis Asia pertama yang berhasil memenangi kejuaraan utama tenis grand slam. Petenis China itu kalah dari petenis Belgia, Kim Clijsters, 6-3, 3-6, 3-6, Sabtu (29/1) di Melbourne, Australia.
Gelar Australia Terbuka yang diraih Clijsters adalah gelar grand slam keempatnya, tetapi di arena Australia Terbuka ini merupakan yang pertama kali baginya. Hasil di partai final itu membuat Clijsters maupun Li Na sama-sama menangis, tetapi tentunya dengan perasaan berbeda.
”Saya akhirnya merasa seperti kalian, bisa memanggil saya Aussie Kim, karena saya memenangi gelar. Meski ketika ada hal-hal yang kurang baik, kalian semua benar-benar mendukung saya dan saya menghargai itu,” ungkap Clijsters yang pernah berpacaran dengan petenis nomor satu Australia, Lleyton Hewitt.
Meski kalah di set pertama berkat penampilan dominan Li Na, Clijsters yang lebih kaya pengalaman kemudian membalikkan keadaan saat skor 3-3 pada set kedua. Melalui pukulan-pukulan yang lebih akurat dan terarah ke tempat yang sulit dijangkau lawannya, petenis Belgia itu akhirnya bisa memenangi set kedua dan kemudian tidak tertahankan lagi pada set penentuan.
Atmosfer pertarungan yang cukup tegang, khususnya dengan banyaknya penonton pendukung Li Na, membuat petenis China itu sendiri sempat emosional. Petenis China—yang diharapkan menjadi petenis Asia pertama yang bisa memenangi kejuaraan utama tenis itu—tampak sekali memikul banyak tekanan. Sebaliknya, Clijsters tampil lebih tenang dan percaya diri pada pertengahan set kedua itu.
Pada pertengahan set kedua, Li Na sempat mendatangi wasit Alison Lang dan memintanya untuk menenangkan para penonton warga China. ”Bisakah Anda mengatakan kepada orang-orang China itu, jangan mengajari saya bagaimana bermain tenis?” ungkapnya.
Li Na juga bahkan sempat menyemprot suami yang juga pelatihnya sendiri, yang kerap kali meneriakkan ”selesaikan dia”, ”kalahkan dia”, dan ”tenang”.
”Berhentilah berteriak kepadaku,” tegasnya kepada sang suami, Jiang Shan.
Setelah peristiwa itu, konsentrasi Li Na pun tampak terganggu sehingga ia kerap kali tidak mampu mengejar bola pengembalian lawan. Beberapa pengembalian bolanya pun cukup tanggung sehingga mudah dimatikan Clijsters.
Pertandingan di Rod Laver Arena pada malam hari itu merupakan pengalaman pertama Li Na. ”Saya memainkan tenis yang bagus, tetapi dia (Clijsters) bermain lebih baik daripada saya. Setelah pertandingan, kembali ke ruang ganti, saya bergurau, tenis seharusnya dimainkan hanya satu set,” paparnya ketika memberikan kesan-kesan seusai pertandingan, disambut dengan tawa ribuan penonton pertandingan final itu.
Clijsters juga memuji penampilan Li Na yang semakin baik. Ia berharap bisa kembali bertarung dengan Li Na pada final kejuaraan utama lain.
”Saya rasa, kami akan berhadapan dalam pertarungan lebih keras lagi di masa mendatang, mudah-mudahan di beberapa final kejuaraan utama,” papar Clijsters.
Kemenangan petenis Belgia itu sekaligus pembalasan atas kekalahannya dari Li Na pada final turnamen Sydney International, dua pekan lalu.

Tetap bangga
Meski menyatakan sedih dan kecewa atas kekalahan Li Na, warga China tetap bangga atas pencapaian Li Na menuju final. Sebagai unggulan kesembilan, Li Na mampu mengalahkan lawan-lawannya yang lebih diunggulkan.
”Dia bermain baik, tetapi kalah kelas. Dia tidak memiliki pengalaman seperti lawannya,” kata Pheobe Pei, seorang warga China di Beijing, yang bersama sejumlah kawannya menonton bareng pertandingan final tunggal putri Australia Terbuka itu.
”Kami tetap mendukung dia dan merasakan kebanggaan atas prestasinya. Saya rasa, dia akan mendapatkan kesempatan lain untuk menang dan kami siap mendukungnya,” kata Pei.
Pembawa acara di China Central Television (CCTV), Tong Kexin, mengatakan, ”Para pendukung China bersiap untuk mengekspresikan perasaan-perasaan mereka dan menangis karena bangga. Kita hanya satu langkah dari kemenangan.”
Media-media China sebelumnya juga merayakan lolosnya Li Na ke final Australia Terbuka. Mereka menyebutnya sebagai kedatangan era baru bagi olahraga profesional di China.
”Dalam beberapa hal, pembangunan ekonomi China juga menajamkan pilihan-pilihan yang bisa diambil rakyatnya,” kata Chi Peng, pejabat yang mengelola kejuaraan tenis China Terbuka.
”Dalam beberapa tahun terakhir, Yao Ming, Ding Junhui, Li Na, dan lainnya telah menjadi wakil prestasi olahraga China di dunia internasional. Anda tidak bisa meremehkan kekuatan tokoh-tokoh idola negara besar ini,” demikian pernyataan surat kabar yang menjadi corong Pemerintah China, People’s Daily.
Kantor berita China, Xinhua, juga memuji kebesaran hati Li Na menerima kekalahannya. ”Meskipun kalah di final, Li menunjukkan kelasnya dengan memberikan selamat kepada Clijsters.” (AP/Reuters/OKI)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/30/03252784/clijsters.raih.gelar.impian.asia.punah

Sabtu, 29 Januari 2011

haa iki 2 Yang Mengagumkan


Final Australia Terbuka, Li Na-Clijsters Hari Inifoto 
Petenis putri asal Begia Kim Clijsters melakukan pukulan, saat berhadapan dengan petenis Rusia Vera Zvonareva, dalam semifinal Australia Terbuka di Melbourne (27/1). AP/John Donegan

TEMPO Interaktif, Melbourne - Sebagai petenis Cina pertama yang menembus final grand slam, Li Na mencari tantangan baru ketika bertemu lagi dengan Kim Clijsters hari ini. "Ia menyenangkan, pemain bagus dan kuat. Ini ujian berikutnya," kata wanita asal Wuhan berusia 28 tahun itu.

Clijsters, 27 tahun, tentu saja masih mengingat betapa dahsyatnya wanita "pemberontak" dari Negeri Tirai Bambu itu dalam final Sydney International bulan ini juga. "Aku ingat sudah memimpin 5-0 pada set pertama dan ia berhasil mengejarku," kata Clijsters. Li pun menang 7-6 (3), 6-3. 

Pertandingan hari ini akan menjadi final kedelapan kalinya buat Clijsters di grand slam, mantan ratu tenis dunia yang kini sudah hampir dekat ke singgasana lagi dengan menempati peringkat ketiga WTA. Ini juga perburuan gelar juara grand slam pertamanya di luar Kota New York setelah memenangi AS Terbuka 2005, 2009, dan 2010.

Tapi lawannya, Li, bukan lagi sosok pemain yang ia kalahkan pada tiga pertandingan perdana sejak pemain Cina itu meleset ke peringkat ke-11 dunia. Li, yang melawan negaranya dengan mendirikan manajemen sendiri untuk mengurus tur pertandingannya, kini sudah berada di posisi ketujuh dunia.

Li belum pernah kalah dalam awal tahun ini dan hendak merayakan ulang tahun pernikahannya dengan Jiang Shan, yang juga pelatihnya sekarang, hari ini dengan sebuah gelar. Meski situs WTA menyatakan ia menikah dengan Jiang pada 27 Januari 2006.

Li jelas-jelas menyatakan bahwa uang adalah motivasi terkuatnya di Australia Terbuka. Ia akan menerima hadiah terbesar sepanjang sejarah jika juara di Melbourne Park ini, yaitu US$ 2,2 juta atau sekitar Rp 19,9 miliar. 
 
(Super Woman)

haa iki Kekerabatan Pasca Erupsi Merapi

Merapi Mengubah Segalanya

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Warga menambang material letusan Gunung Merapi yang menimbun permukiman di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (27/1). Diperkirakan masih terdapat 90 persen dari 140 juta meter kubik material Gunung Merapi yang baru akan habis tiga tahun hingga lima tahun ke depan.
Jalan dusun selebar 2,5 meter menjadi pemisah Dusun Banjarsari, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, dengan Dusun Srunen, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan. Namun, hal itu tak mengurangi keeratan warga kedua dusun.
Kedua dusun itu berada di bawah pemerintahan provinsi berbeda. Banjarsari berada di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, sementara Srunen di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
”Dulu, semua guyub dan semangat gotong royongnya tinggi. Kalau di Banjarsari ada kekurangan saat hajatan, warga dari Srunen membantu. Begitu juga sebaliknya,” kata Juweri (25), warga Banjarsari, Kamis (27/1).
Kini, akibat erupsi Merapi, mereka terpisah berbulan-bulan karena harus mengungsi sehingga situasi berubah. Juweri kini hanya bertegur sapa sekadarnya dengan Pinto (35), tetangga dekat dari Srunen.
Juweri ataupun Pinto tak lagi saling membantu memperbaiki rumah mereka yang rusak parah. Mereka memilih meminta bantuan relawan dari luar daerah. ”Sekarang pekewuh (tidak enak hati) karena sama-sama jadi korban (Merapi),” katanya.
Padahal, sebelumnya Juweri tak sungkan minta bantuan Pinto, seorang tukang batu, untuk membangun kamar tidur di rumahnya. Sebaliknya, Pinto meminta bantuan Sedyo (60), ayah Juweri, untuk memperbaiki kerangka atap rumahnya tanpa bayaran.
Permukiman penduduk di kedua dusun, sekitar 6 kilometer dari puncak Merapi, hancur. Pohon-pohon rindang berwarna hijau, kini berwarna abu-abu, kering tanpa dedaunan. Sebagian rumah hancur, menyisakan tembok tanpa atap.
Warga Dusun Banjarsari mengungsi di Desa Kepurun, sementara warga Srunen mengungsi di Balaidesa Glagaharjo. Kedua tempat terpisah lebih dari 3 kilometer. Selama dua tahun mendatang mereka harus menetap di hunian sementara yang sedang dalam proses penyelesaian.
”Di sini tidak ada kegiatan apa-apa. Kalau di rumah bisa mencari kayu dan rumput, juga memberi makan ternak,” kata Ny Widi Wiyono (65), warga Dusun Sariharjo, Balerante, yang mengungsi di Kepurun.
Perubahan lingkungan
Letusan Merapi tidak hanya menggoyahkan relasi sosial, tetapi juga menimbulkan perubahan lingkungan yang dahsyat. Material letusan Merapi tak lagi melewati alur-alur lama, tetapi menyebar ke berbagai penjuru.
Pada masa Kerajaan Mataram Kuno, ketika jumlah penduduk tak sepadat sekarang, warga menghindari amukan Merapi dengan memindahkan ibu kota kerajaan sebanyak empat kali dari DI Yogyakarta-Jawa Tengah hingga ke Jawa Timur.
Meletus rata-rata setiap empat hingga sepuluh tahun sekali, lahar dingin Gunung Merapi mampu menimbun bangunan candi besar dan kecil. Candi Sambisari tertimbun lahar dingin dari luapan Kali Kuning setinggi 6 meter. Adapun Candi Prambanan dan Candi Pawon tertimbun lahar dingin dari Kali Opak.
Pada letusan Desember 2010, awan panas melanda 31 dusun. Dari jumlah itu, 16 dusun luluh lantak. Semuanya berada di Kecamatan Cangkringan, Sleman.
Di Kabupaten Magelang, Jateng, banjir lahar dingin, terutama di Kali Putih, merusak 442 rumah. Hal ini membuat 4.993 warga enam kecamatan di Kabupaten Magelang mengungsi.
Banjir lahar dingin juga membuat jalan utama Yogyakarta-Magelang terputus empat kali. Tidak hanya menimbulkan kerugian harta benda, putusnya jalur ini juga mengganggu roda perekonomian.
Banjir lahar dingin merusak sembilan jembatan dan dua ruas jalan. Jembatan Tlatar yang ambrol, misalnya, mengganggu aktivitas perdagangan sayur di Subterminal Agribisnis Sewukan yang memasok sayuran ke seluruh Indonesia.
Kini di dusun-dusun sekitar Kali Putih tidak lagi tampak pohon lebat di antara permukiman, ladang sayur, serta sapi perah dan kegiatan masyarakat terkait hal itu. Yang tampak pemandangan bak gurun. Hamparan pasir, batu besar, dan pohon-pohon yang hangus terbakar. Ribuan warga yang mayoritas peternak kini jadi pengungsi dan kehilangan pekerjaan.
Abu vulkanik dan awan panas, seperti disampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan ketika berkunjung ke Sleman, beberapa waktu lalu, merusak 3.559 hektar hutan dari 6.410 hektar hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Dari jumlah itu, 459 hektar terbakar awan panas, sisanya rusak terkena abu. Luas kawasan TNGM terbagi di DIY (Sleman) 1.283,99 hektar serta Jateng (Boyolali, Magelang, dan Klaten) seluas 5.126,01 hektar.
Kawasan Merapi tak mampu lagi menjadi kawasan resapan air. Ketersediaan air tanah yang diandalkan ribuan warga lereng Gunung Merapi, Kabupaten Sleman, dan sebagian Kota Yogyakarta kini hilang dan perlu dicari penggantinya.
Menurut Kepala Balai TNGM Kuspriyadi, pihaknya sudah menyusun program penanaman pohon sebagai penahan air.
Letusan tahun lalu, menurut Kepala Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Junun Sartohadi, menunjukkan karakteristik erupsi Gunung Merapi berubah dari periode normalnya (4-10 tahun) ke periode 100 tahunan. Material vulkanik yang dikeluarkan jauh lebih besar, 150 juta meter kubik. Biasanya hanya 4-12 juta meter kubik.
Limpahan material vulkanik berdampak terhadap pembelokan alur sungai. Aliran sungai yang berhulu di Gunung Merapi berpotensi membentuk jalur-jalur baru karena terhalang tumpukan endapan material vulkanik. Aliran Kali Opak mulai pindah ke kanan dan kiri sungai utama setelah melewati Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan.
Perpindahan arah sungai ini menyebabkan banyak korban tewas di Argomulyo akibat banjir lahar. Karena itu perlu antisipasi pada masa depan agar tak banyak lagi jatuh korban jiwa.
(GAL/WKM/EGI/PRA)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/29/0455095/merapi.mengubah.segalanya

haa iki Potret Negeri

Orang Miskin...!

Oleh Andi Suruji 

Berbagai kalangan, terutama pemerintah dan organ-organnya, pada pengujung tahun lalu, menatap tahun 2011 dengan cerah, optimistis. Begitulah prediksi atau analisisnya. Terutama menyangkut perekonomian. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih berlanjut, bahkan bisa mencapai angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010.
Kita lantas bagai ”terhipnotis” dengan angka- angka yang disodorkan itu. Namun, kita pun bertanya, bagaimana bisa mencapainya. Lalu secara kritis kita juga menggugat, apalah arti angka-angka semacam itu?
Sejatinya, pertumbuhan ekonomi bukanlah semata-mata soal peningkatan angka total output perekonomian nasional. Jauh lebih substansial adalah bagaimana tingkat pengangguran bisa ditekan secara signifikan dan kemiskinan diturunkan secara dramatis.
Pengangguran dan kemiskinan pasti ada di mana pun. Di Indonesia, secara kuantitatif bisa jadi pengangguran dan kemiskinan terus menurun, sesuai dengan versi pemerintah. Akan tetapi, ketika kita lebih cermat mengamati sekeliling, mungkin cerita di kepala kita mengatakan lain.
Di setiap sudut jalan, misalnya, sangat mudah kita temukan orang-orang usia produktif bergerombol bersama sepeda motor mereka. Mereka itu adalah para tukang ojek. Ya, ngojek itulah pekerjaan yang paling mudah dimasuki setiap orang untuk mendapatkan uang. Hanya bermodal uang muka Rp 300.000, semua orang sudah bisa memiliki sebuah sepeda motor untuk menjadi tukang ojek.
Jika sekiranya ada lapangan pekerjaan yang lebih baik, tentu mereka tidak memilih ngojek dengan hasil yang tidak seberapa. Dan, tidak menentu pula. Kemiskinanlah yang menyeret mereka ke sudut-sudut jalan kota-kota besar itu.
Di pedesaan, yang berbasis pertanian, ceritanya lain lagi. Masyarakat menghadapi kenyataan sulitnya mencari nafkah untuk hidup sehari-hari. Masyarakat terimpit beban hidup yang sangat berat karena daya beli mereka tertekan pada titik terendah.
Tragedi tiwul beracun yang menewaskan enam warga Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, tak bisa dikatakan bukan akibat kemiskinan dan rendahnya daya beli. Harian ini pada awal tahun memberitakan, menghadapi kesulitan ekonomi yang masif akibat kenaikan harga bahan pokok, masyarakat menyiasatinya dengan berutang atau mengurangi makan, bahkan ada yang akhirnya mengambil jalan pintas dengan bunuh diri.
Itulah sebabnya, pada awal tulisan ini, saya menyodorkan gugatan antara pertumbuhan ekonomi versus pengangguran dan kemiskinan. Idealnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mengatasi persoalan pengangguran dan kemiskinan secara signifikan. Kenyataannya, meski pemerintah mengklaim keberhasilannya menjaga pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tadi, tukang ojek, pedagang keliling, dan pengemis justru semakin berjubel.
Kita patut mempertanyakan ihwal penurunan tingkat kemiskinan itu dengan membandingkan uang belanja negara. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, misalnya, terus meningkat, termasuk di dalamnya anggaran untuk mengatasi kemiskinan yang sangat menyengsarakan rakyat.
Pajak yang ditarik dari rakyat juga terus meningkat. Namun, di sisi lain, nominal utang publik (pemerintah) juga terus meningkat, yang sebagian memang untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran.
Bagi orang miskin, kebutuhan hidup mereka sebetulnya sangat sederhana. Pangan, terutama. Sayangnya, banyak orang miskin, petani gurem, tak berhasil menuai tanaman karena gagal panen. Sialnya pula, tahun lalu harga pangan sangat ”jahat” dan sama sekali tidak berpihak kepada orang miskin. Harga pangan melonjak tak keruan, ya tentunya dengan berbagai faktor penyebab.
Cuaca sering dikambinghitamkan. Bagi pemerintah, menuding cuaca sebagai penyebab kegagalan produksi pertanian pangan adalah cara paling efektif. Seolah kesalahan hanya ada pada cuaca. Padahal, banyak juga pekerjaan rumah pemerintah yang tidak dilakukan.
Kalau sudah tahu cuaca berubah secara ekstrem, seharusnya sejak awal pula digenjot penyediaan bibit dan benih yang adaptif terhadap cuaca, lalu dibagikan kepada petani. Infrastruktur, terutama untuk ketersediaan air yang dibutuhkan petani, dibenahi secara masif.
Akan tetapi, semua itu seolah terabaikan. Pemerintah (kabinet) yang berisi para politisi rasanya lebih asyik memainkan kartu-kartu politik. Seolah permainan politik lebih mengasyikkan ketimbang membicarakan secara keras upaya mengangkat derajat kesejahteraan rakyat. Politisi di Senayan, misalnya, lebih ngotot membangun gedung baru ketimbang kerasnya suara mereka berjuang mengubah nasib dan kesejahteraan rakyat.
Kita sering terlalu fokus berbicara soal golongan orang miskin saja. Padahal, ancaman bagi orang-orang yang hampir miskin tak kalah mengerikan. Sedikit gejolak cuaca dan harga pangan, mereka sudah langsung jatuh miskin.
Kondisi itu rasanya tidak banyak berubah dalam tahun ini. Inflasi tinggi karena gejolak harga minyak mentah dan pangan menghantui perekonomian.
Karena itulah, kabinet dan politisi, kiranya berpolitik untuk memperjuangkan kemakmuran rakyat sekeras-kerasnya.
Inflasi pemerintah dan politisi sudah cukup tinggi! Dibayar mahal dari keringat rakyat, tetapi mereka ingkar kepada rakyat,
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/29/0454126/orang.miskin...

Jumat, 28 Januari 2011

haa iki Kabar Kinahrejo

FOKUS

Kinahrejo yang Kembali Guyub

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Warga menanam pohon di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (27/1). Selain menggantungkan hidup dari jasa pariwisata dadakan, sebagian penduduk Kinahrejo juga bergotong royong menanam pohon di lokasi yang pernah dilanda lahar panas Gunung Merapi.
”Minggu depan main ke sini lagi, ada acara musik,” ujar Sarbandi, warga Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (23/1). Bersama dua rekannya, ayah dua anak itu sedang mengerjakan panggung sederhana.
Panggung itu berdiri di atas bukit, berlatar Gunung Merapi, yang pagi itu tersaput kabut tipis. Dari atas bukit terlihat jelas lereng-lereng Merapi yang mulai hijau oleh rumput kalanjana. Warna hijaunya kontras dengan gundukan pasir abu-abu yang menutup hampir seluruh wilayah Kinahrejo.
Dengan bantuan dana dari seorang warga Yogyakarta yang pernah menyediakan rumahnya untuk pengungsian sementara, Sarbandi dan rekan-rekannya juga membangun tempat makan di lokasi itu. Mereka menggunakan bahan baku yang bisa dimanfaatkan dari sekitar dusun. Dasar panggung menggunakan batako yang pasirnya cukup dikeruk dari lahan tempat panggung didirikan. Bangku penonton dibuat dari sisa-sisa bambu petung yang selamat dari terjangan awan panas.
Kinahrejo, tiga bulan pascaerupsi Merapi, adalah dusun yang guyub. Hampir setiap hari orang datang mengunjungi wilayah yang terkena dampak letusan paling parah itu. Pada akhir pekan, pengunjung yang datang bisa ratusan orang. Sebagian besar ingin melihat kampung Mbah Maridjan.
Hampir setiap hari pula Mukiji, warga Dusun Kinahrejo, siap dengan sepeda motor miliknya. Dengan sabar ia menunggu pengunjung yang mau memanfaatkan jasa ojek sepeda motor untuk naik dari batas terakhir kendaraan pribadi boleh masuk sebelum naik ke rumah Mbah Maridjan yang berjarak sekitar 1 kilometer. Di batas itu, warga membangun posko pengelolaan.
”Jasa ojek Rp 20.000 per penumpang, sudah termasuk jasa saya sebagai pemandu,” ungkap Mukiji. Dari jasa itu, sebesar Rp 15.000 masuk ke kantongnya dan Rp 5.000 diambil untuk kas yang dikelola bersama oleh warga.
Pengunjung yang menggunakan jasanya dibawa ke bekas rumah Mbah Maridjan yang sekarang sudah rata tertutup abu vulkanik.
Sebelum bencana, Mukiji adalah penggaduh sapi perah. Ia memelihara sapi milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Dulu, tiga sapi yang diurusnya menghasilkan 25 liter susu segar per hari. Susu itu dijual ke koperasi dengan harga Rp 3.000 per liter. Kini, penghasilan seperti itu baru diperolehnya saat pengunjung ramai pada akhir pekan. ”Tapi saya senang, yang penting ada pemasukan,” katanya.
Kehilangan harta benda tak membuat warga kehilangan akal. Mereka memanfaatkan lahan bekas rumah untuk disewakan. Sarbandi, misalnya, kini sudah siap menyewakan lahannya kepada sesama pengungsi yang membuka warung. ”Nanti sistemnya juga bagi hasil, dikelola bersama oleh warga dusun,” kata Sarbandi.
Kegairahan tak hanya menjangkiti warga asli Merapi. Orang yang memiliki keterikatan sosial dengan Merapi juga tak segan membantu. Agus Riyanto, warga Perumahan Gunung Sempu, Kabupaten Bantul, salah satunya. Agus, yang menghabiskan masa remaja di Kinahrejo, membangun kembali masjid di sebelah rumah Mbah Maridjan. Minggu pagi itu ia baru saja naik ke punggung Merapi untuk melihat kondisi Umbul Delimasari dan Umbul Wadon.
”Mata air di sekitar Merapi harus dihidupkan karena itu yang sangat penting bagi warga untuk kembali membangun dusun mereka,” kata Agus.
Dalam lokakarya ”Struktur Sosial Masyarakat Pasca-Letusan Merapi di Yogyakarta”, akhir 2010, terungkap, masyarakat Merapi akan berusaha mempertahankan kampung mereka. Tidak sekadar sebagai sumber penghidupan, tetapi juga sebagai dasar konstruksi dan identitas sosiokultural.
Oleh karena itu, program pemukiman kembali, transmigrasi, dan hunian sementara akan mudah mendapat resistensi dari warga. Resistensi terjadi karena kekhawatiran akan retaknya kohesi sosial yang berbasis pada ikatan dusun dan kekerabatan. Program rehabilitasi sedapat mungkin diarahkan untuk memfasilitasi warga menghidupkan kembali kampung halaman mereka.
Hal ini perlu menjadi pertimbangan pemerintah ketika merencanakan program rehabilitasi dan rekonstruksi dengan slogan ”Membangun yang Lebih Baik dari Sebelumnya”. Sebab, program rehabilitasi dan rekonstruksi tak sekadar memindahkan dan membangun. Pemulihan ekonomi, misalnya, perlu memerhatikan prinsip keberlanjutan dan berkelompok.
PM Laksono, antropolog dari Universitas Gadjah Mada, mengatakan, bencana melahirkan kebaruan dalam kehidupan masyarakat. Kecepatan kebaruan bisa terjadi jika ada motivasi dan kreativitas. Warga Merapi telah membuktikan hal itu.
(DOT)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/28/04575278/kinahrejo.yang.kembali.guyub

Kamis, 27 Januari 2011

haa iki All Out = Kerja Keras + Komitmen Bersama

Peluang Terbaik Si Bunga Emas
Kamis, 27 Januari 2011 | 04:33 WIB

Oleh Anton Sanjoyo

Dominasi China di dunia olahraga sudah tak terbantahkan sejak mereka menjadi yang terbaik di Olimpiade 2008 Beijing. China, yang menggusur hegemoni Amerika Serikat dan Rusia serta negara-negara Eropa Barat, memang punya kerangka pembangunan yang menempatkan olahraga sebagai satu dari tiga pilar utamanya. Ambisi politik Partai Komunis China untuk terus menancapkan kekuasaannya lewat pencitraan dan keberhasilan olahraga memang juga menjadi faktor penting. Namun di atas semua itu, China sungguh all-out membangun prestasi olahraganya.
Selain all-out, kunci sukses China justru pada kebijakannya yang mengesampingkan ideologi komunisnya dalam cara memandang cabang olahraga. Seperti halnya bidang ekonomi saat mereka menerima kapitalisme Barat pada tahun 1980-an dengan memasukkan modal asing, demikian pula dalam cabang olahraga. Tenis, misalnya—semula dianggap sebagai olahraga kaum borjuis dan identik dengan kapitalisme Barat—dibuka peluangnya untuk tumbuh secara masif. Sejak akhir tahun 1990-an, China mulai membangun olahraga tenis. Sampai sekarang 30.000 lapangan tenis dengan 14 juta pemain tersebar di seluruh negeri, dan mereka mulai berbicara banyak di arena elite profesional.
Tinta emas China di dunia tenis elite pertama kali ditorehkan pasangan putri Li Ting dan Sun Tian Tian yang merebut medali emas di Olimpiade Athena 2004. Dua tahun kemudian, China menambah catatan sejarahnya di Grand Slam Australia Terbuka dan Wimbledon saat pasangan Zheng Jie dan Yan Zi menjadi juara. Pada tahun 2006 pula, Li Na menjadi tunggal putri pertama China yang menembus babak perempat final grand slam di All England Club, arenanya Wimbledon. Li Na juga menjadi petenis China pertama yang menembus peringkat 20 besar dunia.
Jejak Li Na kemudian diikuti oleh Zheng Jie yang mulai lebih fokus di nomor tunggal. Ia menjadi petenis China pertama yang menembus semifinal grand slam di Wimbledon 2008. Setahun kemudian, Zheng menembus posisi 15 besar dunia. Tahun lalu, Li Na dan Zheng Jie mencatat sejarah baru di Melbourne setelah bersama-sama masuk semifinal. Media massa kemudian menyebut dua pahlawan China tersebut sebagai para ”bunga emas”.
Tahun ini di Melbourne Park, Li Na mengulang prestasi tahun lalu dengan menembus empat besar. Pada semifinal hari ini di Rod Laver Arena, Li Na akan mencoba menorehkan sejarah yang lebih gemilang dengan menghadapi unggulan pertama dan peringkat satu dunia, Caroline Wozniacki. Bagi Wozniacki, kemenangan dan gelar di Melbourne juga akan merupakan sejarah sekaligus pembuktian diri bahwa dia memang pantas menyandang gelar si nomor satu. Bagi Li Na, sejarah yang akan dia ukir jauh lebih punya alasan karena terhubung dengan negara dan bangsa.
Pada usia 28 tahun, barangkali inilah kesempatan terbaik bagi Li Na untuk menatahkan prestasi China di tingkat elite dunia tenis. Di nomor ganda China punya pasangan Zheng Jie dan Yan Zi yang sukses menjadi juara. Demikian pula di olimpiade, China sudah menorehkan tinta emas. Maka, pada bahu Li Na harapan itu tertumpu untuk prestasi di nomor tunggal.
Melihat perjalanannya, peluang Li Na terbentang luas. Sebelum terjun di Australia Terbuka, perempuan kelahiran Wuhan, 26 Februari 1982, ini menjuarai turnamen Sydney. Di final, Li Na bahkan menumbangkan Kim Clijsters, unggulan ketiga di Melbourne. Sejak babak penyisihan, Li Na tak pernah kehilangan satu set pun, bahkan tak pernah melalui tie break dalam perjalanan ke semifinal. Determinasi Li Na semakin matang berkat tumpuan kakinya yang sangat kokoh dan gerakan lenturnya dari garis belakang. Li Na menjadi satu dari sedikit sekali petenis yang mampu melepaskan pukulan relatif datar dan menukik secara konsisten. Li Na pun makin menunjukkan kematangannya dalam situasi tertekan saat menumbangkan Andrea Petkovic di perempat final.
Di antara para ”bunga emas” lain seperti Zheng Jie atau Peng Shuai, Li Na memang paling konsisten penampilannya di ajang major. Bangun tubuh yang kokoh dengan tinggi badan 172 sentimeter membuat dia paling tahan dalam persaingan tenis saat ini, yang didominasi petenis bergaya speed and power. Meski tak muda lagi, Li Na mampu mengimbangi ketangguhan fisik petenis-petenis berusia jauh lebih muda lewat gaya permainan yang sangat efisien.
Boleh dibilang, Li Na memang terlambat berkembang. Memulai karier profesional pada 1999, Li Na sempat pensiun dari dunia tenis pada 2004 karena merasa prestasinya mandek. Dia kemudian melanjutkan pendidikan di universitas. Namun hanya tahan selama dua tahun jauh dari lapangan tenis, Li Na kemudian memutuskan kembali ke dunia tenis dengan sokongan penuh sang suami, Jiang Shan, yang juga mantan petenis top China. Semula Li Na dilatih Thomas Hogstedt, tetapi Jiang kemudian menjadi pelatihnya.
Kebijakan politik yang makin terbuka dari Federasi Tenis China soal sponsorship dan prize money yang lebih memihak kepada atlet diakui Li Na sebagai salah satu pendorong kuat kembalinya dia ke dunia tenis. ”Namun lebih dari itu, saya hanya ingin membuktikan bahwa China bisa lebih banyak berbicara di tenis elite dunia,” ujar Li Na, yang pernah bercita-cita menjadi pemain bulu tangkis.
Sebagai unggulan kesembilan, Li Na memang menjadi petenis yang paling jauh peringkat unggulannya di babak empat besar. Tiga kontestan lain, Wozniacki, Clijsters, dan Vera Zvonareva, adalah petenis peringkat tiga besar. Meski begitu, tak ada alasan bagi Li Na untuk berjalan dengan kepala tertunduk menghadapi Wozniacki. Selain gelar di Sydney, Li Na juga punya bekal dua kemenangan atas petenis asal Denmark itu dalam dua pertemuan mereka tahun lalu. Meski statistik terakhir lebih memihak, Wozniacki pasti bukan lawan yang empuk bagi Li Na. Konsistensi dan ketangguhannya membuat petenis berdarah Polandia itu berhak atas gelar petenis putri nomor satu.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/27/04335363/peluang.terbaik.si.bunga.emas

haa iki Jangan Lupa Jamu Looo

Sari Kunyit Tiap Hari
Kamis, 27 Januari 2011 | 03:40 WIB
 
 
Direktur utama PT Sido Muncul Irwan Hidayat (63), Senin (24/1), dengan antusias menceritakan pengalamannya selama pergi ke Jepang. Dia mengaku takjub ketika mengetahui orang Jepang setiap hari minum sari kunyit. Padahal, di Jepang tidak ada tanaman kunyit.
”Jauh sebelum mereka minum (sari) kunyit, saya sudah minum (sari) kunyit tiap hari. Sudah enam tahun ini,” tuturnya.
Enam tahun lalu, Irwan menderita sakit irritable bowel syndrome (IBS), yang menimbulkan nyeri perut, diare, dan sembelit. Setelah itu, dia mencoba minum sari kunyit setiap hari. Dalam waktu enam bulan, IBS yang dideritanya sembuh.
”Orang Indonesia itu kan banyak yang menderita penyakit lambung. Seharusnya minum (sari) kunyit setiap hari. Pasti sembuh. Untuk perempuan, minum kunyit bisa menurunkan ukuran celana satu ukuran karena tidak lagi kembung,” kata Irwan.
Irwan yang sehari-hari berkutat dengan sekitar 400 bahan alam yang diolah menjadi jamu begitu bersemangat memopulerkan kembali tradisi minum jamu. Tradisi itu, meskipun caranya berbeda, harus tetap ada.
”Jangan sampai nanti minuman kunyit dari Jepang masuk ke Indonesia, lalu kita baru sadar tentang manfaat kunyit. Maka, sebelum itu terjadi, kita harus sadar lebih dulu,” tuturnya. (UTI)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/27/03403124/sari.kunyit.tiap.hari

haa iki Menjadi Mandiri Karena Lahar Dingin

DAMPAK ERUPSI MERAPI
Mandiri Lewat Lahar Dingin
Kamis, 27 Januari 2011 | 04:07 WIB
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Ismadi (50), perangkat Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Mag elang, Jawa Tengah, sibuk menyiarkan informasi tentang kondisi lalu lintas terkait banjir lahar dingin Merapi melalui Lahara FM, Selasa (25/1).
 
Siang itu, Ismadi (50), sibuk siaran, menyuarakan beragam informasi tentang kondisi puncak Gunung Merapi dan situasi lalu lintas di sekitar jalan raya Magelang-Yogyakarta di sekitar Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Informasi berharga ini disampaikan melalui Lahara FM, radio komunitas para relawan Desa Jumoyo, yang baru saja mengudara sepekan terakhir.
Lahara FM yang disiarkan pada frekuensi 92.00 FM didirikan atas inisiatif relawan dan perangkat Desa Jumoyo. Pada tahap awal, siarannya diudarakan dengan peralatan sederhana, yang dibeli dengan uang kas desa sebesar Rp 1,5 juta. Peralatan sederhana tersebut terdiri dari tiga jenis alat, yaitu DVD player, mixer, dan antena pemancar setinggi enam meter.
Untuk sementara, daya tangkap frekuensi baru menjangkau sekitar 3-4 kilometer dari Desa Jumoyo. Untuk lebih memperluas penyebaran informasi, dalam waktu dekat Desa Jumoyo rencananya membeli antena setinggi 18 meter.
Menurut Dwirinawan, relawan, pendirian radio komunitas ini dilakukan untuk memperluas akses informasi tentang bahaya lahar dingin Merapi. Sebelumnya, penyampaian informasi terbatas hanya pada pengguna handy talkie (HT).
Dengan Lahara FM, masyarakat sekitar pengguna jalan juga dapat menerima informasi tersebut. ”Dengan cara ini, diharapkan masyarakat dapat melakukan langkah antisipasi terhadap banjir lahar dingin demi menyelamatkan diri masing-masing,” tambah Dwirinawan.
Informasi tentang bahaya lahar dingin ini, lanjutnya, di masa sekarang menjadi kebutuhan yang sangat penting dan mendesak bagi masyarakat. Tapi sayangnya, kebutuhan itu tidak pernah ”dicukupi” pemerintah. Dampak dari minimnya informasi, warga mengabaikan faktor keselamatan dan nekat memasuki daerah berbahaya kendati di jalan banyak petugas yang memberitahu sedang terjadi banjir lahar. ”Khusus bagi warga sekitar, informasi yang demikian diharapkan dapat mencegah agar mereka tidak panik secara berlebihan,” papar Dwirinawan.
Fakta di lapangan selama ini, kata Dwirinawan lagi, sering kali tidak ada petugas atau aparat yang membantu menenangkan atau mengarahkan masyarakat, saat mereka menghadapi hujan dan banjir di puncak Merapi.

Mandiri
Tak hanya soal informasi, upaya persiapan mengantisipasi bahaya banjir lahar dingin juga dilakukan masyarakat Dusun Kemiren, Desa Jumoyo, secara mandiri. Per Januari 2011 ini, para pemuda dusun mulai memantau kondisi Kali Putih di lima titik, mulai dari puncak hingga tepi jalan raya Magelang-Yogyakarta. Pada masing-masing titik dikerahkan lima pemuda sebagai pemantau.
Hasil pantauan di masing-masing titik saling diinformasikan melalui HT. ”Begitu ada informasi hujan di puncak, warga Dusun Kemiren langsung kami minta untuk segera bersiap berkumpul di posko dan siap mengungsi,” ujar Koordinator Siaga Bencana Lahar Dingin Merapi Dusun Kemiren, Adi Triwahyu.
Dusun Kemiren berpenduduk 116 keluarga atau sekitar 700 jiwa. Untuk persiapan mengungsi itu, dua kendaraan milik warga selalu disiagakan di dekat posko. Kedua kendaraan tersebut terdiri atas satu truk dan satu mobil pikap.
Selain itu, sejak Januari ini pula, setiap warga sudah menyiapkan diri berkemas, menyimpan surat-surat berharga, pakaian, dan kebutuhan lain dalam tas, yang siap dibawa jika sewaktu-waktu mereka perlu mengungsi.
Marsiyem, warga Dusun Kemiren, mengatakan, saat ini dia sudah menyiapkan segala kebutuhan dirinya, suami, dan tiga anaknya dalam satu tas besar. ”Dalam situasi seperti sekarang, tas itu selalu saya siapkan di kamar, dalam kondisi siap angkut,” ujarnya.
Berdasarkan pendataan yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, jumlah penduduk yang berada dalam kawasan rawan bencana lahar dingin Merapi— karena tinggal dalam radius 300 meter dari alur 10 sungai yang berhulu di Gunung Merapi—terdata 24.960 keluarga atau 172.342 jiwa. Mereka ini tersebar di 45 desa di enam kecamatan, di Kabupaten Magelang.
Dari data tersebut, jumlah penduduk yang mengungsi terdata 5.006 jiwa. Mereka kini menempati 14 lokasi pengungsian di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Muntilan, Salam, Mungkid, Ngluwar, dan Srumbung.
Kepala Sub Bidang Penyelamatan dan Penanggulangan Bencana Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Magelang Heri Prawoto mengatakan, mereka yang belum mengungsi diminta untuk siaga dan mematuhi instruksi pemerintah desa setempat.
”Informasi tentang bahaya lahar dingin selalu kami sampaikan kepada pemerintah desa. Diharapkan, pemerintah desa mau menindaklanjuti hal itu dengan mengarahkan warganya untuk melakukan upaya penyelamatan diri,” kata Heri.
Di tengah situasi ketakutan yang makin memuncak ini, mau tidak mau warga pun melakukan berbagai inisiatif untuk melakukan penyelamatan diri secara mandiri....
(Regina Rukmorini)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/27/04072177/mandiri.lewat.lahar.dingin

haa iki Bromo Mengeluarkan Lava Pijar

VULKANOLOGI
Bromo Lontarkan Material Pijar
Kamis, 27 Januari 2011 | 04:17 WIB
 
 
MALANG, KOMPAS - Erupsi Gunung Bromo masih terus terjadi. Akan tetapi, status Gunung Bromo masih tetap pada Siaga level III.
Hal itu dinyatakan Muhammad Syafii, Ketua Pos Pengamatan Gunung Bromo, di Dusun Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, saat dihubungi dari Malang, Jawa Timur, Rabu (26/1).
Letusan pada Rabu mengakibatkan kota Lumajang diguyur hujan debu sejak pagi hari. Dalam beberapa jam saja, mobil yang diparkir di pinggir jalan berubah warna menjadi putih kecoklatan. Hujan abu baru mereda sore hari berbarengan dengan turun hujan.
Warga cukup terganggu dengan hujan abu yang termasuk cukup besar itu. Abu menyebabkan mata perih dan mengganggu pernapasan. Kendaraan jurusan Lumajang-Jember sampai harus menyalakan lampu karena suasana agak gelap. ”Hari ini hujan abu paling besar,” kata Hasan, penjual masker di Jalan Jenderal Sudirman, Lumajang.
Menurut Syafii, dari pos pemantauan Bromo terlihat asap masih mengepul dengan warna kelabu tebal kecoklatan setinggi 400-800 meter. Abu tak lagi mengenai pos pemantauan yang berjarak 2,5 kilometer dari Gunung Bromo. Namun, suara gemuruh masih terdengar.
Tremor terus terjadi amplitudo maksimal 25-38 milimeter. ”Material pijar dari Gunung Bromo kadang-kadang terlihat setinggi 200 meter dan jarak lontar sejauh 300-500 meter,” kata Syafii.
Masyarakat dan pengunjung masih dilarang memasuki kawasan Gunung Bromo dengan radius 2 km dari kepundan.
”Abu masih ada. Jika tidak mengarah ke Probolinggo, ya, ke Lumajang, tergantung arah angin,” kata Kepala Bagian Tata Usaha Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Suwarto.
Dari pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, di wilayah Gunung Bromo angin bertiup dari arah barat dan barat laut dengan kecepatan 4-24 km per jam. Tiupan angin ke arah timur dan selatan menyebabkan hujan abu Bromo lebih banyak mengguyur Lumajang dan Probolinggo.

Kondisi Semeru
Adapun Gunung Semeru, menurut Arifin, petugas pemantau Gunung Semeru di Pos Pemantauan Gunung Sawur, Lumajang, aktivitasnya normal dan landai. Tidak ada peningkatan aktivitas vulkanik.
Setiap hari terjadi 71 kali letusan, biasanya Gunung Semeru rutin meletus 65 hingga 80 kali per hari, dan terjadi tremor 4 kali per hari.
Sejauh ini tidak ada tanda-tanda akan terjadi guguran awan panas seperti pada tanggal 3 November 2010.
Apabila sampai sekarang Semeru tidak diizinkan bagi pendaki, penyebabnya adalah banyak jalan setapak yang longsor, serta sering terjadi badai di lereng Semeru. Banyak pepohonan yang roboh sehingga bisa membahayakan pendaki.
”Jadi bukan karena bahaya letusan,” tutur Arifin.
(SIR/ANO/DIA)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/27/04170653/bromo.lontarkan.material.pijar

Rabu, 26 Januari 2011

haa iki 'Repotnya' Repot

BAHAN POKOK
Urusan Cabai Saja Pemerintah Abai, Apalagi...
Rabu, 26 Januari 2011 | 04:33 WIB
 
Melonjaknya harga cabai membuat penggemar cabai di Jakarta dan sekitarnya merogoh kocek lebih dalam demi komoditas yang satu itu. Hal ini mendorong laju inflasi di Jakarta.
Cabai menjadi komoditas di peringkat ketiga yang menyumbang inflasi di Jakarta atau 0,00863 persen dari total inflasi Jakarta sebesar 0,76 persen pada Desember 2010. Sepanjang tahun lalu inflasi di Jakarta mencapai 6,2 persen dari perkiraan hanya 5,9 persen.
”Hari ini beli cabai rawit merah Rp 5.000 dapat 20 biji,” kata Chusnul (57), warga Jalan Wijaya Kusuma, Petukangan, Jakarta Selatan, Selasa (25/1).
”Saya cuma bawa uang Rp 40.000 untuk belanja jatah makan sekeluarga hari ini. Jadi, harus cukup untuk beli lauk dan sayur, termasuk cabai. Kalau beli cabai dilebihin, nanti enggak dapat lauk,” kata Istiqomah (31).
Pagi itu Istiqomah hanya membelanjakan Rp 3.000 untuk membeli cabai keriting dan Rp 3.000 lagi untuk cabai rawit merah. Dia hanya mendapat sekitar 10-12 biji untuk masing-masing jenis cabai yang dikemas dalam bungkusan kecil kertas koran.
Elis, pedagang sayur di Jalan Palmerah Barat II, Jakarta Barat, mengatakan, harga cabai rawit merah yang mencapai Rp 90.000 per kilogram membuat dia memilih tidak menjual cabai tersebut. ”Terlalu mahal, lagipula yang beli tidak banyak,” tuturnya. Akhirnya Elis hanya menjual cabai rawit hijau dan cabai merah keriting yang lebih terjangkau.
Pembeli di warungnya pun tidak membeli dalam jumlah besar. Maryati, salah satu pembeli, menuturkan, dia paling banyak hanya membeli cabai Rp 2.000 per hari. ”Paling hanya untuk sayur dan sambal,” katanya.
Di tingkat pedagang pengecer di pasar kecil, kenaikan harga cabai membuat mereka enggan menjual cabai yang harganya sangat tinggi, seperti cabai rawit merah.
Di Tangerang, pedagang eceran di pasar tradisional dan penjaja sayur keliling tak berani lagi menjual cabai rawit merah karena harganya Rp 90.000 per kg. ”Takut enggak ada yang mau membeli karena mahal,” kata Suhaidi (41), pedagang sayuran di Pasar Lembang, Ciledug, Kota Tangerang, Selasa (25/1)
Atun (29), penjaja sayur keliling di Paninggilan Utara, Kota Tangerang, mengatakan, dia tidak mau lagi menjual cabai rawit merah karena malu, harganya terlalu tinggi. ”Masak cuma sepuluh buah saja harganya Rp 7.000. Apa ada yang mau beli,” kata Atun.

Tidak peka
Kalangan selebriti Inul Daratista, Arzeti, dan Happy Salma menilai pemerintah tidak peka terhadap orang kecil. ”(Harga) rawit membubung sampai lima kali lipat kok masih didiamkan. Kunjungan menteri perdagangan ke pasar tidak cukup menunjukkan bahwa pemerintah memberikan perhatian. Yang paling penting adalah langkah nyata menekan harga rawit,” kata Arzeti, Selasa (25/1).
Happy menambahkan, karena cabai rawit merah sudah menjadi kebutuhan pokok sebagian besar rakyat Indonesia, seharusnya pemerintah, terutama menteri perdagangan, menjaga stabilitas harga dan tata niaga cabai.
Menurut pengamatannya, sepanjang sejarah Indonesia baru kali ini harga cabai rawit merah mencapai angka tertinggi. ”Itu menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah menyenangkan rakyatnya dan gagal melindungi kepentingan petani cabai yang kini mulai digilas kehadiran rawit merah impor,” tutur Happy.
Inul heran, seharusnya dengan kondisi alam yang ada dan pasar yang luas, petani cabai bisa kaya raya. ”Lucu ya? Petaninya miskin, sementara rakyat harus membeli rawit merah dengan harga sangat tinggi,” ucapnya.
Arzeti percaya, melambungnya harga cabai rawit merah bakal membuat kepercayaan rakyat kepada pemerintah merosot. ”Sepintas memang naif ngomong begini. Tapi suatu saat rakyat bakal sadar bahwa melambungnya harga cabai menjadi cermin sikap pemerintah yang abai terhadap rakyat,” tuturnya.

Daerah lain
Joko Kundaryo dari Dinas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah DKI mengatakan, cabai naik karena pasokan ke Jakarta berkurang.
”Dikhawatirkan jika tidak segera dikendalikan, daerah lain di luar Jakarta juga akan terpacu kenaikan inflasinya,” kata Joko.
Ia menambahkan, keran impor cabai dari Thailand dan China dibuka untuk meredam kenaikan harga. ”Setelah cabai impor masuk pasar Jakarta, harga cabai turun di bawah Rp 100.000 per kg,” kata Joko.
Mengenai dugaan adanya cabai selundupan asal Thailand dan China yang membanjiri Jakarta, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yan Fitri mengaku akan menyelidiki kemungkinan itu ”Logikanya memang permintaan naik, suplai pun naik. Bila suplai dalam negeri lamban bergerak, penyelundupan bakal tumbuh,” ucap Yan Fitri. Meski demikian, polisi tak bisa spontan menangani kasus cabai rawit merah ini. ”Kami mesti pelajari dulu regulasinya seperti apa, lalu melihat ke lapangan, faktanya seperti apa,” tutur Yan Fitri.
(TRI/FRO/NEL/ART/PIN/WIN)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/26/04333197/urusan.cabai.saja.pemerintah.abai.apalagi...

haa iki Deru Pembangunan Di China

Peluang Langit Hindari Bencana
Rabu, 26 Januari 2011 | 04:30 WIB

OLEH RENE L PATTIRADJAWANE

Sekejap, kota-kota besar di pesisir timur daratan China mulai dari Shenzhen Provinsi Guangzhou di selatan sampai ke Qingdao Provinsi Shandong di utara mulai sepi ditinggalkan penduduknya. Ratusan juta orang berbondong memenuhi stasiun kereta api dan bus, bandara-bandara, pulang ke kampung mereka masing-masing untuk merayakan Imlek, Pesta Musim Semi yang menjadi libur nasional selama dua pekan.
Pabrik-pabrik manufaktur dan kantor-kantor mulai sepi tidak ada aktivitas. Kota-kota metropolis seperti Shanghai, Qingdao, dan lainnya ibarat kota hantu ditinggalkan penghuninya. Tiba-tiba saja, mesin raksasa ekonomi dan perdagangan penghasil berbagai produk konsumen, mesin-mesin teknologi, dan devisa terbesar dunia berhenti sejenak istirahat di tengah dinginnya cuaca daratan China.
China kembali menjadi fokus utama pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, yang dimulai hari ini. Tahun ini, perdebatan tentang China di forum ini adalah tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh kebangkitan negara adidaya ini. Selama 20 tahun mengikuti perkembangan RRC dari dekat, selalu muncul pertanyaan setiap kali keliling negeri dengan penduduk lebih dari 1,3 miliar orang ini.
”Bagaimana kita bersaing dengan negara yang dikelola seperti perusahaan?” Sampai akhir tahun 2010, cadangan devisa China mencapai 2,8473 triliun dollar AS. Kita menyaksikan negara bersemangat kerja dan keinginan yang dirumuskan ”bisa dilakukan”, ”bisa diselesaikan”, dan ”semua orang bekerja sama” untuk mengerjakan berbagai proyek.
Sikap ini yang menghasilkan berbagai infrastruktur gigantik, jalan tol menghubungkan berbagai provinsi, jalur kereta api yang mulai dikembangkan dengan kereta api supercepat, bendungan raksasa, bahkan mengirim orang ke luar angkasa. Ini adalah China yang akan kita dihadapi pada masa depan.
Sepertinya tidak ada cara, termasuk bagi AS yang menjadi negara adidaya selama beberapa dekade tidak memiliki kemampuan untuk bersaing dengan China. Tidak akan ada negara, termasuk negara dengan potensi kebangkitan yang tinggi seperti Brasil, India, dan Rusia dengan kekuatan mereka sendiri untuk bersaing dengan China.
Satu-satunya harapan adalah menunggu kegagalan China karena kelemahannya sendiri. China menghadapi potensi persoalan yang akan mencemaskan siapa pun. Mulai dari inflasi, kenaikan harga properti, hingga kemungkinan melebarnya jurang kaya-miskin yang mengancam stabilitas sosial.
Di forum internasional, dalam beberapa tahun terakhir kita melihat adanya pendekatan yang lebih realistis dilakukan para pemimpin China. Sekarang bank-bank China adalah peminjam terbesar dibanding Bank Dunia, terutama kepada negara-negara berkembang. Bahkan, di Eropa, China pun berjanji untuk membantu zona euro serta menandatangani investasi dan perdagangan miliaran dollar AS.
Ada pepatah China yang berbunyi, ”Shi zhi bu xing, fan shou qi yang”. Kalau peluang dari Langit ditolak, akan muncul bencana. Orang-orang China percaya bahwa modernisasi dan kemajuan ekonomi mereka adalah kesempatan, peluang menghilangkan kemiskinan yang berkepanjangan, termasuk menempatkan diri sebagai negara yang bermartabat setelah ratusan tahun dipermalukan negara-negara besar. Dan Partai Komunis China pun mengerti peluang Langit ini

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/26/04300651/peluang.langit.hindari.bencana

haa iki People Power

Tunisia, Dunia Arab dan Demokrasi
Rabu, 26 Januari 2011 | 03:56 WIB

Oleh Hajriyanto Y Thohari

Gerakan perlawanan rakyat (people power) di Tunisia yang berhasil secara dramatis menjatuhkan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali dan bahkan membuat dia melarikan diri ke Arab Saudi mempunyai resonansi dan reperkusi politik yang sangat besar terhadap Dunia Arab.
Sangat meyakinkan revolusi rakyat Tunisia itu akan membawa efek karambol terhadap negara-negara Arab yang sebagian besar masih otoriter atau antidemokrasi, untuk tidak menyatakannya sebagai despotik atau diktatorial.
Seperti kita ketahui bersama, Dunia Arab, bagian terpenting dari apa yang disebut sebagai Dunia Islam, kecuali mungkin Lebanon dan Irak, bukanlah negara-negara demokrasi. Itulah sebabnya mengapa kalangan sarjana Barat, yang dari sananya berpandangan stereotipikal, selalu memandang bahwa Islam tidak kompatibel dengan demokrasi. Kalau tidak diselamatkan oleh kasus demokratisasi yang gemilang di Indonesia dan Turki, pandangan stereotipikal negatif itu pastilah akan memperoleh justifikasi yang sangat ampuh.
Proses demokratisasi sebenarnya bukannya tidak berjalan di Dunia Arab. Namun, perjalanannya sedemikian lamban dan panjang. Beberapa negara Arab, baik yang berbentuk kerajaan maupun republik, memang mulai menyelenggarakan pemilihan umum secara terbatas dan memiliki parlemen. Kebebasan mulai dibuka secara perlahan. Akan tetapi, dari sudut pandang demokrasi yang universal masih sedemikian limitatifnya sehingga belum bisa dikatakan sebagai telah cukup demokratis.

Angin segar
Dalam konteks ini, revolusi rakyat Tunisia 2011 ini niscaya membawa angin segar bagi demokrasi Dunia Arab. Sangat meyakinkan pada mulanya gerakan penggulingan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali ini membawa pengaruh positif bagi gerakan-gerakan demokrasi di dunia Arab lainnya yang membentang dari Maroko di barat sampai Irak di timur. Sayang sekali revolusi Tunisia dikotori oleh tindak penjarahan yang menodai demokrasi. Tak heran jika noda tersebut kemudian dijadikan dalih oleh para pemimpin otoriter di negara-negara Arab untuk menunjukkan kepada rakyatnya ”apakah kalian mau demokrasi yang rusuh dan kaotis seperti terjadi di Tunisia itu?”.
Meskipun ada cacat, kita berharap revolusi Tunisia menjadi bahan pelajaran bagi para pemimpin negara-negara Arab. Pilihan bagi mereka bukanlah demokrasi atau tidak, melainkan proses demokratisasi seperti apa yang harus segera mulai dilakukan. Apakah harus menunggu meledaknya sebuah revolusi seperti yang terjadi di Tunisia atau memilih jalan sadar dan sistematis untuk memulai proses demokrasi secara sengaja. Apa pun pilihannya, hendaknya mereka mewaspadai ongkos sosial dan politik yang harus dibayar dan kelewat mahal manakala cara revolusi ditempuh.
Saya teringat tulisan Fareed Zakaria dalam bukunya, The Future of Freedom (2003), yang menceritakan sebuah anekdot demokrasi di Mesir. Suatu ketika seorang diplomat Amerika Serikat diterima bertemu Presiden Hosni Mubarak di istana Heliopolis yang megah. Kedua tokoh politik itu berbicara dengan akrab dan nyaman tentang kehangatan hubungan kedua negara, permasalahan regional, dan proses perdamaian Israel-Palestina.
Selanjutnya, diplomat Amerika Serikat perlahan-lahan mengangkat permasalahan hak asasi manusia (HAM) dan menyarankan agar Presiden Mubarak memberi kelonggaran-kelonggaran terhadap oposisi politik dalam rangka demokrasi dan kebebasan pers serta berhenti memenjarakan para intelektual dan aktivis demokrasi.
Presiden Mubarak menjadi tegang dan marah. Sembari menggebrak meja keras-keras, ia meradang, " Jika saya melakukan apa yang Anda minta itu, fundamentalisme Islam akan mengambil alih Mesir. Inikah yang Anda inginkan?” Diplomat Amerika Serikat itu kecut dan mengajak kembali ke pembicaraan semula yang penuh basa-basi itu.
Mesir memang sebuah fenomena yang aneh. Negara Arab terkemuka dengan segudang pemikir pembaru Arab dan Islam yang luar biasa ini memang sangat anakronistis. Perkembangan pemikiran Islam dan nasionalisme Arab sedemikian maju di negeri piramida dan Sphinx ini sehingga menjadi kiblat hampir semua pemikir Islam di Dunia Islam. Nama-nama pemikir Islam pembaru garda depan ada di Mesir, tetapi sama sekali tidak menyambung secara organis dengan kenyataan politik Mesir.

Standar ganda
Jika dihadapkan pada pilihan seperti yang dikhawatirkan Presiden Mubarak tersebut, sikap Amerika Serikat, bahkan Barat pada umumnya, memang berstandar ganda. Mereka mendorong demokrasi di Dunia Arab, tetapi tidak menolaknya jika yang muncul sebagai penguasa dari proses demokrasi di sana adalah kelompok yang mereka sebut sebagai fundamentalisme Islam. Inilah yang terjadi di Aljazair ketika Front of Islamic Salvation memenangi pemilu dan di Palestina ketika Hamas memenangi pemilu yang demokratis.
Walhasil, Amerika Serikat selalu menyatakan diri sebagai kampiun dan pejuang demokrasi, tetapi justru menjadi backing bagi rezim-rezim otoriter dan antidemokrasi pro-Barat jika yang muncul sebagai pemenang pemilu yang demokratis itu adalah partai-partai yang mereka pandang secara arbitrer sebagai partai-partai kaum fundamentalis sesuai dengan definisi Barat. Dilema yang berakar dari standar ganda Barat ini telah menjadi klasik dalam studi demokrasi di kawasan Arab, yang memang selalu panas karena faktor eksistensi Israel di tengah- tengah mereka.
Kasus Irak menarik sekaligus unik. Irak di bawah Presiden Saddam Hussein adalah rezim otoriter yang antidemokrasi dan HAM. Namun uniknya, tidak seperti rezim-rezim lain yang sejenis di negara-negara Arab, Rezim Saddam sangat anti-Amerika Serikat. Setelah Amerika Serikat melakukan invasi dan intervensi secara ganas serta kasar yang menjatuhkan Saddam, Irak hanya sebentar dipimpin rezim pro-Barat. Berdasarkan pemilu demokratis, penguasa, Perdana Menteri Nuri al-Maliki, sekarang secara perlahan tetapi pasti semakin mengambil jarak terhadap Amerika Serikat. Bahkan, Amerika Serikat mulai kecele karena Pemerintah Irak justru mendekat ke Iran yang notabene musuh besar Amerika Serikat.
Peta demokrasi di negara-negara Arab memang tidak sederhana. Kasus revolusi demokrasi Tunisia menjadi pelajaran yang luar biasa pahit bagi bangsa Arab sekaligus Barat yang berwatak invasif dan intervensif terhadap negara-negara Arab itu. Dan yang lebih penting lagi, proses demokrasi tidak bisa disikapi dengan standar ganda: ”demokrasi, yes; tetapi anti-Barat, no”.

Hajriyanto Y Thohari Sarjana Studi Asia Barat/Arab UGM dan Pascasarjana Antropologi UI
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/26/03565390/tunisia.dunia.arab.dan.demokrasi

haa iki Pragmatisme Masyarakat Saat Ini

Rakyat Pragmatis dalam Pemilihan
Rabu, 26 Januari 2011 | 05:36 WIB 


Jakarta, Kompas - Rendahnya kesejahteraan rakyat ditengarai sebagai pemicu timbulnya budaya pragmatis di masyarakat. Namun, tidak sepantasnya masyarakat yang disalahkan atas maraknya praktik politik uang dalam pemilihan umum kepala daerah, yang pada akhirnya menjerat sejumlah kepala daerah menjadi tersangka atau terdakwa kasus korupsi.

Pendapat itu dikatakan anggota Komisi II DPR, A Malik Haramain (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa) dan Arif Wibowo (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), di Jakarta, Selasa (25/1). ”Kenapa rakyat menjadi pragmatis? Itu karena kesejahteraan. Rendahnya kesejahteraan rakyat menimbulkan budaya politik yang rendah,” kata Malik.

Menurut Malik, tiga masalah yang membuat politik uang marak dalam pilkada adalah regulasi, peserta atau calon kepala daerah, dan budaya politik masyarakat. Regulasi pilkada belum mengatur secara detail dan tegas soal pelanggaran serta sanksi bagi peserta yang melanggar, termasuk politik uang.

Regulasi juga belum mengatur kewenangan lembaga pengawas pilkada untuk memberi sanksi. Selain sanksi tegas, seharusnya undang-undang juga mengatur pemberian kewenangan yang besar kepada lembaga pengawas pilkada untuk memberikan sanksi sampai pada tingkat pencabutan kepesertaan calon kepala daerah.

Kondisi itu diperparah pola pikir calon yang menghalalkan segala cara untuk memenangi pilkada. ”Mereka tidak memiliki fatsun untuk menang dengan melakukan cara strategis yang halal. Budaya politik saat ini memang transaksional sehingga mereka berpikir, uang adalah jalan untuk menang,” ujar Malik.

Masalah lain, pemilih, yang kini cenderung pragmatis, memilih seseorang bukan karena kemampuannya, melainkan karena uangnya. Rakyat tak bisa memilih secara rasional lantaran kesejahteraan mereka masih rendah.

Meski demikian, menurut Arif, masyarakat tidak seharusnya disalahkan sebagai penyebab maraknya politik uang. ”Mau dikasih uang atau tidak, rakyat tetap memilih, tetap mau berpartisipasi dalam pilkada,” katanya.

Menurut Arif, praktik politik uang bisa dihentikan apabila ada keinginan politik yang kuat dari calon kepala daerah untuk tidak memberikan materi kepada masyarakat. Calon kepala daerah cukup menawarkan program.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Kacung Marijan mengakui, pemilih dalam pilkada semakin permisif dengan politik uang. Ini karena mereka kecewa terhadap elite politik, selain didukung kehidupan ekonomi yang tak menentu.

Kondisi itu, menurut Kacung, diawali pada Pemilu 1999 yang memunculkan kekecewaan rakyat kepada elite politik sehingga mereka menerima politik uang. Rakyat kecewa karena elite politik tak memberikan perubahan pascareformasi.

”Gejala politik uang muncul tahun 2004 dan makin kuat pada pilkada langsung dan Pemilu 2009. Pilkada memungkinkan transaksi langsung antara calon kepala daerah dan pemilih. Ada penawaran dari calon dan permintaan dari masyarakat,” katanya.

Kacung mengatakan, salah satu solusi yang bisa dilakukan dalam jangka pendek adalah mempertegas peraturan pilkada. Pendidikan politik harus diberikan kepada calon kepala daerah, partai politik, dan rakyat bahwa politik uang merusak sistem demokrasi serta merugikan rakyat.

(ODY/APA/AIK/NTA/SIE/WIE)
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/26/05363247/rakyat.pragmatis.dalam.pemilihan

Selasa, 25 Januari 2011

haa iki Tata Kota Di Quangzhou

Selasa, 25/01/2011 09:24 WIB
Catatan Agus Pambagio
Andaikan Wan Qingliang Menangani Kota Jakarta 
Agus Pambagio - detikNews


Jakarta - Wan Qingliang adalah Mayor atau Walikota Quangzhou, China, saat ini. Ia  berhasil membuat sistem angkutan umum modern, Bus Rapid Transit (BRT) bekerja sangat baik bersama-sama dengan Mass Rapid Transit (MRT) dalam mengurangi kemacetan dan membantu pergerakan manusia di kota Guangzhou.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 11 juta jiwa, seharusnya Guangzhou tidak berbeda jauh dengan Jakarta. Namun ternyata fasilitas transportasi publik kota  Jakarta masih tertinggal jauh. Dengan luas wilayah sekitar 7.435 km2 (dibandingkan dengan wilayah DKI Jakarta daratan yang 661,52 km2), seharusnya Guangzhou masih lega.

Namun saat penulis di Guangzhou minggu lalu, sesak juga. Kepadatan dan bau manusia ada di mana-mana. Kondisi sedikit lebih segar dari Jakarta karena Guangzhou lebih sejuk dan sebagian besar kendaraan menggunakan LPG atau CNG yang dibeli murah dengan kontrak jangka panjang (30 tahun) dari Indonesia sebagai bahan bakar utamanya. Memang apa istimewanya Engkoh Wan dibandingkan dengan pemimpin wilayah di Indonesia, khususnya Jakarta?

Bedanya Engkoh Wan dan pendahulunya berani bertindak dan memutuskan demi kenyamanan warga sebuah kota padat penduduk seperti Guangzhou melalu beberapa kebijakan transportasi yang progresif dan berpihak pada publik. Engkoh Wan dan pendahulunya berani melarang sepeda motor masuk kota Guangzhou dan membatasi penggunaan kendaraan pribadi setelah  memutuskan pembangunan BRT yang terintegrasi sejak 2005.

Pemerintah kota Guangzhou juga berani memutuskan pembangunan ruang terbuka hijau di tengah pemukiman kumuh menjadi sebuah taman kota yang indah dan nyaman untuk warganya. Mereka tidak  terlampau banyak  rapat, berpolemik, dan curhat terus menerus tanpa hasil. Just do it.

Andaikan Engkoh Wan jadi Gubernur DKI Jakarta, saya berandai-andai angkutan umum, seperti BRT (Trans Jakarta), MRT, waterways, kereta api komuter, monorel, RTH (ruang terbuka hijau) akan tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk  kota itu sendiri. Bukan berpolemik terus tak kunjung selesai, tahu-tahu sudah mau pilkada lagi.

Apa yang Dilakukan Penguasa Guangzhou dengan Kotanya?

Pertama, mengembangkan transportasi umum. Subway yang sudah ada terus diperluas jangkauannya, melarang kendaraan roda dua masuk ke wilayah kota Guangzhou (2007), membangun pedestrian sejalan dengan pembangunan 1 koridor fasilitas BRT (2009). Berbagai kebijakan seperti melarang motor masuk kota, pembatasan penggunaan mobil pribadi, menaikkan tarif parkir dan sebagainya baru dilaksanakan oleh Walikota setelah layanan angkutan publik memadai, bukan sebaliknya.

Sejak diluncurkan pada 20 Februari 2010, BRT Guangzhou telah mengangkut sekitar 1 juta orang per hari dengan jumlah bus sebanyak 980 bus normal maupun gandeng. Bandingkan dengan BRT di Jakarta yang diresmikan pada 15 Januari 2004. Meskipun sudah ada 10 koridor dengan jumlah bus  sebanyak 524 dan hanya mampu mengangkut 350.000 orang per hari.

Dari segi tarif, BRT di Guangzhou hanya RMB 2 atau kurang lebih Rp 2.800 per penumpang sedangkan Trans Jakarta Rp 3.500 per penumpang. Sistem BRT Guanzhou berbeda dengan sistem BRT Jakarta yang mencontoh BRT Bogota. BRT Guangzhou tidak menggunakan feeder atau pengumpan tetapi bis regular menggunakan lajur yang sama dengan BRT di beberapa lokasi.

Selagi di koridor BRT, penumpang tidak bayar lagi jika berpindah menggunakan bis regular. Begitu keluar koridor baru bayar RMB 2 per penumpang. Untuk mengurangi kepadatan lalu lintas, di beberapa halte BRT disedikan juga sepeda yang bisa disewa oleh publik secara jam-jaman. Setiap jam jalur BRT dilayani oleh sekitar 350 bis. Di beberapa jalur BRT dan bis umum bercampur dengan jalur kendaraan pribadi, namun tidak ada kendaraan pribadi yang menyerobot jalur BRT meski tanpa separator.

Kuncinya adalah jarak antara BRT (headway) harus sangat dekat, berjarak kurang dari 1 menit. Tidak seperti di Jakarta yang terpaut jauh atau mengumpul. Di koridor BRT tidak ada putaran macam di Bunderan HI. Semua bundaran dibongkar. Dengan halte bus yang terbuka dan panjang serta petunjuk dan akses yang jelas, publik dimudahkan untuk melakukan pergerakan. Tidak seperti di kota kita tercinta, Jakarta.

Apa kuncinya dan apa yang harus dilakukan Pemerintah Daerah DKI Jakarta?


Kuncinya kepemimpinan yang kuat. Ahli transportasi banyak di Jakarta. Sehingga yang diperlukan adalah ketegasan. Kedua, Pemerintah kota Guangzhou mengubah daerah kumuh tempat pembuangan limbah  cair rumah tangga menjadi sebuah taman dan wisata air yang bersih serta sehat bagi warganya, seperti di daerah Donghao Chong lengkap dengan bangunan museum yang menceriterakan asal usul daerah tersebut.

Apakah Jakarta bisa seperti itu? Tentu bisa kalau mau. Langkah Pemimpin Harus Jelas dalam melakukan pembenahan transportasi publik di Jakarta, meskipun tengah dibantu oleh International Transport and Development Policy dengan menggunakan dana dari Global Environment Fund (GEF) sejak tahun 2006, program tidak berjalan dengan baik sehingga diputuskan oleh ITDP untuk tidak diperpanjang bantuannya setelah Desember 2011 ini.

Patut diduga kegagalan ini terkait dengan tidak jelasnya kebijakan Pemda DKI Jakarta di sektor transportasi umum. Begitu pula dukungan Pemerintah Indonesia terhadap sektor transportasi umum di Jakarta, meskipun sudah masuk ke 17 langkah yang ditetapkan oleh Wapres. Terbukti pada saat rapat di kantor Wapres minggu lalu, Menteri Keuangan masih juga menanyakan apa memang MRT perlu untuk Jakarta. Ampuuuuuun kenapa ya bangsa ini. No keputusan, meeting only.

Persoalan elektronik tiket, online sstem ticketing dan sterilisasi jalur Trans Jakarta, pengadaan bus, supply gas, pembenahan koridor, manajemen armada bus, pembentukan perseroan terbatas pengelola Trans Jakarta, penunjukan Direktur Utama Perseroan yang mampu dan lain-lain masih merupakan pekerjaan rumah Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang harus segera dibenahi jika  Jakarta mau menjadi kota yang nyaman bagi warganya.

Berbagai  peraturan untuk menunjang transportasi umum sudah  cukup lengkap, sekali lagi yang tidak ada hanya niat dan ketegasan pimpinan Pemerintahan Daerah DKI Jakarta.  No leadership ! Hampir tidak ada keputusan yang tegas dan dilaksanakan oleh unit operasi demi kenyamanan publik. Semua ad hoc demi menyenangkan komandan dan tidak terintegrasi serta patut diduga  koruptif. 

Zaman Orde Baru korupsi oleh kroni kekuasaan terjadi tetapi fasilitas publik yang dibangun ada dan bisa dinikmati oleh publik. Zaman reformasi korupsi merata  tetapi ujud fasilitas publiknya tidak muncul. Saran saya, kita kontrak saja Gubernur asing, seperti Wan Qingliang layaknya zaman Belanda dulu. Gajinya pasti sama besar dengan biaya Pilkada yang puluhan miliar. Namun kepentingan publik Jakarta terpenuhi. Mau?

AGUS PAMBAGIO
(Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).

(nrl/nrl)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/01/25/092457/1553779/103/andaikan-wan-qingliang-menangani-kota-jakarta?9911032

haa iki Koin Untuk Presiden

Koin untuk Presiden


Selasa, 25 Januari 2011 03:45 WIB

Oleh Ikrar Nusa Bhakti


Suatu hari, seorang mantan petinggi intelijen di republik ini mengirim pesan singkat ke penulis melalui ponsel, mengomentari betapa liberalnya demokrasi di Indonesia.
Ia mencontohkan, kini orang bebas bicara apa pun mengkritik pedas atau menyindir sikap dan tindakan Presiden, suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada era Orde Baru. Contoh sindiran yang amat sarkastis muncul saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara pada penutupan Rapat Pimpinan TNI/Polri, Jumat (21/1).
Isinya, ”Gaji saya tidak naik dalam tujuh tahun terakhir”. Meski ucapan tersebut tidak berbau keluhan, melainkan untuk menunjukkan bahwa ia lebih peduli pada remunerasi untuk TNI/Polri, selang beberapa jam kemudian komentar dan sindiran tajam pun beredar dari satu ponsel ke ponsel lain atau lewat komunikasi melalui BlackBerry Messenger.
Salah satu sindiran tajam menggambarkan jari-jari tangan sedang memegang uang logam bertuliskan mohon bantuan seikhlasnya: ”Help Salary Presiden. Koin Untuk Presiden”. Ada juga komentar yang membuat para orang dekat Presiden pasti mengernyitkan kening jika membacanya, kalau tidak bisa dikatakan geram.
Isinya, ”Supaya gaji Presiden SBY minimal sama gaji PM Singapura (tertinggi di dunia) yakni setara Rp 1,2 miliar/bulan, butuh sumbangan Rp 1.130.000.000,00. Satu rakyat Indonesia nyumbang Rp 5.000,00 per bulan untuk SBY!”

Cukup tinggi
Menurut Kompas (22/1), mengutip bagian anggaran Kementerian Keuangan, gaji pokok Presiden sekitar Rp 30,24 juta dan tunjangan Rp 32,5 juta. Total pendapatan Presiden sekitar Rp 62,7 juta per bulan. Ini belum termasuk dana operasional taktis per bulan yang menurut Seputar Indonesia mencapai Rp 2 miliar sebulan. Dana operasional taktis adalah dana yang dapat dipakai Presiden untuk menunjang tugas-tugas selama sebulan.
Dalam hitungan dollar AS, gaji Presiden per tahun yang mencapai 124.171 dollar AS memang jauh di bawah gaji PM Singapura yang 2.183.516 dollar AS, tetapi masih di atas gaji pemimpin Israel (120.814 dollar AS), Polandia (45.045 dollar AS), China (10.633 dollar AS), atau India (4.106 dollar AS). Rasio gaji Presiden RI terhadap pendapatan per kapita penduduk Indonesia juga sangat tinggi, 40 kali lipat!
Gaji Presiden yang Rp 62,7 juta di luar dana taktis bulanan itu juga lebih tinggi daripada gaji seorang profesor riset di lembaga pemerintah nonkementerian selama 12 bulan (baca: setahun) dengan masa kerja lebih dari 25 tahun yang Rp 4,6 juta-Rp 5,3 juta per bulan, tergantung masa kerja dan tunjangan keluarga.
Karena itu, Presiden Yudhoyono tampaknya tak perlu mengungkapkan bahwa gajinya yang sudah sangat tinggi itu tidak naik selama tujuh tahun, baik di hadapan perwira tinggi TNI/Polri maupun para guru. Presiden adalah orang yang memiliki privilese atau keistimewaan. Segala kebutuhan juga dipenuhi melalui dana taktis presiden. Bandingkan dengan perwira tinggi TNI/ Polri atau pegawai negeri sipil (PNS) dengan pangkat Pembina Utama Tingkat I golongan IVE yang tentunya masih menggunakan gaji dan honorariumnya untuk kebutuhan sehari-hari.
Sistem penggajian untuk TNI/Polri dan PNS memang masih njomplang. Ada PNS yang kebetulan terkait dengan keuangan negara mendapatkan gaji jauh lebih besar daripada PNS biasa, apalagi PNS yang bergerak di bidang pendidikan dan penelitian (ilmu pengetahuan dan teknologi). Remunerasi juga belum berlaku untuk semua jajaran instansi pemerintah. Instansi yang tak terkait dengan uang mendapatkan perhatian paling belakangan.

Politik pengalihan?
Kita tak tahu pasti apakah ucapan Presiden ditujukan agar para anggota TNI/Polri merasa kesejahteraannya sudah mendapatkan perhatian amat baik dari Presiden ataukah ini bagian dari politik pencitraan dan politik pengalihan. Dari sudut pandang apa pun, ucapan SBY menunjukkan, betapa politik pencitraan masih jadi bagian dari gaya berpolitik SBY.
Namun, lagi-lagi gaya ini tak pas dan tak layak lagi dilakukan Presiden saat rakyat menuntut kinerja pemerintah yang jauh lebih baik, khususnya dalam menangani kasus megaskandal Bank Century dan penggelapan pajak terkait kasus Gayus.
Tampaknya Presiden sedang berupaya mengambil hati para pimpinan TNI/Polri seraya mengalihkan pandangan masyarakat dari kasus Gayus. Jika ini benar, bukan rasa empati, dukungan, atau pujian yang didapat dari masyarakat luas, melainkan cibiran dan sindiran amat keras karena di tengah kesulitan rakyat akibat harga-harga yang melambung tinggi—walau harga cabai sudah mulai turun—Presiden bicara mengenai gajinya yang belum naik selama tujuh tahun. Orang juga akan menduga ini gaya politik Jawa yang tak mau terus terang minta naik gaji, melainkan agar para anggota Panitia Anggaran DPR memerhatikan soal gaji Presiden yang belum naik selama tujuh tahun.
Bagi kalangan TNI/Polri juga akan timbul kesan gara-gara gaji Presiden belum naik, berarti TNI/Polri juga jangan berharap banyak anggaran pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) bagi kedua institusi pertahanan dan keamanan itu juga akan dinaikkan pada tahun-tahun mendatang. Meningkatkan kesejahteraan TNI/Polri tanpa menaikkan anggaran untuk pendidikan dan latihan serta alutsista tetap saja tak akan meningkatkan profesionalisme TNI/Polri. Apalagi jika pemberian remunerasi TNI/Polri juga diikuti pengurangan anggaran untuk pemeliharaan dan pembelian alutsista yang baru.
Gaji Presiden kita sudah sangat tinggi, jadi tak perlu langkah ”Koin untuk Presiden!”. Lebih baik koin Anda untuk membantu mereka yang lebih membutuhkan.

Ikrar Nusa Bhakti Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/01/25/03450335/koin.untuk.presiden