Senin, 30 Mei 2011

haa iki Sambal Istimewa untuk Para Raja

Senin, 30/05/2011 13:54 WIB
Bondan Winarno - detikFood

Sambal Istimewa untuk Para Raja

Sambal Istimewa untuk Para Raja
Foto: Bondan Winarno
Kutai - Kalau di Aceh ada sambal ganja yang sama sekali tidak dibuat dari ganja, di Kutai (Kalimantan Timur) ada sambal raja yang sudah "turun kasta" karena sangat populer di ranah rakyat.

Kenyataannya, Nusantara sebenarnya memang tidak mengenal konsep royal cuisine alias sajian eksklusif untuk para ningrat. Lidah para raja Nusantara ternyata juga setara dengan lidah rakyat jelata, sehingga santapan para raja sebenarnya hanyalah versi mewah dari hidangan sehari-hari – atau dihidangkan dengan peralatan saji yang juga lebih mewah. Di sisi lain, para raja juga tidak membuat aturan eksklusif agar santapan di lingkungan kraton tidak boleh disajikan bagi para kawula.

Demikianlah, nasi liwet dan lauk-pauknya yang khas - yang semula juga merupakan kreasi dapur kraton - menjadi hidangan populer bagi seluruh rakyat. Dan sambal janmuk (janda mengamuk) kreasi janda miskin pun kemudian menjadi sajian favorit di istana raja Melayu-Deli.

Sambal raja dari Kutai ini sendiri sebenarnya tidak selalu disebut sebagai sambal raja. Sajian pedas ini umum juga disebut sebagai sambal kutai - sebuah nomenklatur yang lebih generik. Sambalnya tetap sederhana dan membumi, tetapi disajikan dengan telur dan sayuran yang digoreng untuk memberi sentuhan keistimewaan.

Sambalnya adalah sambal blacan/trasi bernuansa asam karena diberi kucuran jeruk cina (disebut jeruk kunci di Pontianak, limau kasturi di Medan, dan lemon cui di Minahasa). Selain memberi rasa asam, jeruk cina juga mencuatkan aroma harum. Selain rasa asam yang tipis, sambal raja juga harus bernuansa manis dan tidak perlu terlalu pedas. Biji cabenya dibuang, sehingga kesan umumnya memang adalah sambal yang mulus. Sambal ini ditumis dengan minyak hingga mengkilat dan tanak.

Sambal ini menjadi lebih istimewa setelah disajikan dengan berbagai aksesori pendampingnya, yaitu: telur rebus yang dicincang, dan berbagai sayuran - kacang panjang, terong, bawang merah - yang digoreng.

Tanpa lauk lain pun, sambal mewah ini dijamin sudah akan dapat menghabiskan sebakul nasi hangat yang pulen. Di daerah Kalimantan Timur, sambal raja ini sering dipakai untuk mendampingi nasi bekepor, yaitu nasi liwet khas Kutai yang lembut dan gurih.

Lauk lain yang padan dengan sambal raja ini adalah teri goreng atau ikan patin goreng. Tempe dan tahu goreng, maupun tumisan sayur, pun akan menjadi istimewa didampingi sambal raja ini.

Sayangnya, sekalipun cara membuatnya termasuk sederhana, sambal raja ternyata kini sudah semakin jarang disuguhkan sebagai sajian sehari-hari. Ia hanya muncul pada acara-acara khusus yang mewajibkan penampilan makanan-makanan istimewa. Bahkan sudah tak banyak lagi rumah makan di Kalimantan Timur yang menyuguhkan sambal raja ini.

Tidak adanya standar baku penyajian sambal raja pun membuat sambal spesial ini tidak selalu hadir dengan penampilan yang sama. Sambal raja dari Warong Selera Acil Inun di Samarinda, misalnya, berpenampilan beda dari sambal kutai buatan Ruli, istri Butet Kartaredjasa, yang asli Kutai. Untungnya, keduanya sama enak.

(dev/Odi)
Sumber : http://www.detikfood.com/read/2011/05/30/135452/1650059/908/sambal-istimewa-untuk-para-raja?d992201284

 

Minggu, 29 Mei 2011

haa iki Walikota London Paksa Obama Bayar 'Pajak Kemacetan'

Minggu, 29/05/2011 16:53 WIB

Walikota London Paksa Obama Bayar 'Pajak Kemacetan' 

Syubhan Akib - detikOto

Gambar
London - Walikota London, Boris Johnson memaksa Presiden Amerika Serikat Barack Obama untuk membayar 'pajak kemacetan' ketika Obama melakukan kunjungan kenegaraan di Inggris. Walikota London tidak akan memberikan hak istimewa meski Obama adalah seorang presiden.

London sendiri memang memberlakukan beberapa zona di kota tersebut. Ketika memasuki pusat kota, setiap pengemudi harus membayar pajak. Selain membayar pajak kemacetan tadi, Obama pun dipaksa untuk membayar biaya lain seperti parkir hingga denda karena mengebut.

Setiap mobil dalam rombongan presiden Obama termasuk mobil kepresidenan lapis baja Obama yang disebut The Beast menurut walikota akan dikenakan biaya sebesar US$ 16 (Rp 137,3 ribu) per mobil untuk sekali lewat pusat kota London.

"Jalan kami tidak ditutup selama kunjungan Presiden begitu iring-iringan mobil itu akan membayar. The Beast akan membayar biayanya, saya senang untuk mengatakannya," kata Johnson seperti detikOto kutip dari Daily Mail, Minggu (29/5/2011).

Namun begitu, kedutaan Amerika Serikat di Inggris sepertinya menolak membayarnya. Kedutaan Amerika mengklaim kalau presiden mereka kebal terhadap pajak tersebut. Selain karena kunjungan ini merupakan misi diplomatik, pajak kemacetan tersebut menurut kedutaan Amerika hanya diperuntukkan untuk warga Inggris saja.

"Posisi kami pada biaya kemacetan didasarkan pada Konvensi Wina tahun 1960 tentang Hubungan Diplomatik, yang melarang pengenaan pajak semacam ini pada misi diplomatik. Ini adalah posisi yang sama dengan banyak misi-misi diplomatik lainnya di London," ujar juru bicara kedutaan.

Namun Walikota London tetap berkeras kalau Obama harus membayar pajak kemacetan. Johnson mengatakan hal ini kepada Obama selama jamuan negara di Istana Buckingham bahwa mereka tidak akan menerima perlakuan istimewa.

Walikota London ini juga telah berbicara dengan Obama tentang penolakan Kedutaan Besar AS untuk membayar denda US$ 8,7 juta atau sekitar Rp 74,6 miliar yang dikenakan saat mengemudi di zona kongesti London selama ini.

"Mereka sudah berhutang 5,3 juta pounds (US$ 8,7 juta) sehingga kemungkinan tagihan untuk iring-iringan mobil presiden akan menambah angka itu," tandas juru bicara kantor walikota.

Menurut Dinas Transportasi London misi diplomatik asing di ibukota Inggris tersebut secara total saat ini sudah berhutang sebesar US$ 83 juta atau Rp 712,3 miliar yang belum dibayar untuk pajak kemacetan.

"Iring-iringan mobil presiden dikenakan biaya kemacetan. Setiap kendaraan, terlepas dimana ia terdaftar, yang diidentifikasi masuk ke dalam zona kemacetan selama jam operasi akan dikenakan pajak tanpa diskon, valid atau dapat dikenakan denda," tambah sang jubir.


( syu / ddn ) 

Jumat, 27 Mei 2011

haa iki ...Harry hanya menggowes becak dan menikmati nyanyian kehidupan

Fenomena Harry van Yogya

Tribunnews.com - Jumat, 27 Mei 2011 07:25 WIB
 
 
 
PERTEMUAN pertama dengan Harry van Yogya terjadi beberapa bulan lewat--perkenalan yang diperantarai Sony Set. Kami berbincang akrab hingga sampailah pada gagasan menuliskan jejak Harry van Yogya sebagai becaker yang setia melayani para pelancong di kota Jogja. Rencana pun disusun, harus ada penulis yang mendampingi Mas Harry ini dan terpilihlah Erwin Skripsiadi--penulis sekaligus praktisi IT yang bersemangat empat lima.

Terbetiklah gagasan untuk membuat buku dengan judul The Becak Way, belakangan dibubuhi tambahan anak judul: Jalan Becek Harry van Yogya. Bukan hendak menyaingi buku semacam The Toyota Way, tetapi setiap bidang kehidupan itu pastilah ada sebuah prinsip yang dipegang teguh pelakonnya.

Jadilah sebuah buku inspiratif tentang perjalanan 'becek' Harry van Yogya ditambah nilai plus soal pariwisata Jogja yang menjadi pengamatan Harry dan impiannya pada masa depan sebagai becaker. Tidak tanggung-tanggung, walikota Jogja pun memberikan apresiasi dalam bentuk pengantar. Keunikan ini pula yang mengundang XL untuk mendokumentasikan perjalanan Harry van Yogya. Mengapa? Tidak lain tidak bukan karena Harry adalah becaker gaul dengan perangkat komunikasi yang selalu menemani hari-harinya, handphone dan laptop. Harry adalah pengguna social media semacam facebook. Ia pun menjaring pelanggan dari luar negeri, terutama Belanda (negara yang bahasanya dikuasai Harry) untuk membooking layanan becaknya keliling Jogja. Menarik, bukan?

TV One pun meminta Harry hadir dalam acara bedah buku di Apa Kabar Indonesia pagi. Terakhir, Harry hadir dalam acara Hitam-Putih-nya Deddy Corbuzier. Kami bahkan merencanakan pada Pesta Buku Jakarta nanti memboyong Harry dan becaknya... Mudah-mudahan Pak Fauzi Bowo tidak keberatan becak masuk Jakarta lagi. :)

Bagi saya dunia buku memang fenomenal untuk mengangkat apa pun. Cover buku Harry van Yogya boleh jadi tidak menarik dan terkesan menggunakan kualitas foto seadanya. Namun, itulah blessing in disguise--don't judge a book by it's cover! Judul dan isinya mengandung magnet yang lebih dari desain cover, termasuk sosok Harry van Yogya sendiri.

Inspiring... begitu kata Onno W. Purbo, praktisi IT, mengomentari buku dan sosok Harry van Yogya. Sosok yang mungkin membuat kita geleng-geleng kepala atau suka soal prinsip becaker dan bagaimana ia pun berpikir tentang kota tercintanya, Jogja. Perjalanan Harry juga penuh elegi karena istri tercintanya berpulang disebabkan menjadi korban gempa Jogja tepat lima tahun silam. Harry harus berjuang menghidupi anak-anak tercintanya, mengandalkan koneksi pelanggan becaknya di mancanegara. Namun, Harry memang bukan Briptu Norman yang langsung melesak dan naik daun gara-gara menyanyi... tapi Harry hanya menggowes becak dan menikmati nyanyian kehidupan, lalu membukukannya... Chaiya-chaiya... Selamat Mas Harry.

Bambang Trim
#komporis-buku-indonesia

Senin, 23 Mei 2011

haa iki Semangat Untuk Sekolah

Kristianto Purnomo | Fikria Hidayat | Senin, 23 Mei 2011 | 09:20 WIB


KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMOMurid SDNegeri Cicaringin 3, Kecamatan Gunung Kencana, Lebak, Banten meniti kawat baja menyeberang Sungai Ciliman saat berangkat ke sekolah, Rabu (18/5/2011). Lambannya pemerintah membangun infrastruktur membuat mereka harus rela berjalan kaki sejauh enam kilometer pergi pulang untuk mencapai sekolah dan berisiko terjatuh ke sungai.
Sumber : http://regional.kompas.com/read/2011/05/23/09200422/PHOTO.STORY.Perjuangan.untuk.Pendidikan

Rabu, 11 Mei 2011

haa iki Walah! Untuk Urusan Internet, DPR Kucurkan Rp 20 Miliar Setahun

Rabu, 11/05/2011 12:07 WIB
Walah! Untuk Urusan Internet, DPR Kucurkan Rp 20 Miliar Setahun 
Ramadhian Fadillah - detikNews
 
Jakarta - Masalah email 'Komisi8@yahoo.com' membuat publik bertanya bagaimana sebenarnya anggota DPR menggunakan teknologi informasi. Ternyata, DPR menghabiskan anggaran Rp 20 miliar pada 2010 untuk dana IT DPR. Namun sayang, uang sebesar ini tidak sebanding dengan hasilnya.

"Untuk dana yang dikeluarkan tahun 2010 saja, tidak kurang dari Rp 20 miliar," ujar Peneliti Hukum dan Politik Anggaran Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, saat dihubungi detikcom, Rabu (11/5/2011).

Berdasarkan DIPA Setjen DPR tahun 2010, anggaran Rp 20 miliar itu dipecah untuk beberapa pos. Pos pertama adalah untuk situs resmi DPR yaitu www.dpr.go.id yang menyedot anggaran Rp 9,7 miliar. Uang ini untuk biaya pembayaran provider website senilai Rp 8,4 miliar per tahun dan biaya pemeliharaan situs www.dpr.go.id senilai Rp 1,3 miliar.

"Lalu ada program pengembangan sistem IT dan seminar lokakarya soal pengembangan sistem informasi DPR budgetnya Rp 9,35 miliar," ungkap dia.

Jumlah itu masih ditambah dengan adanya pos ketiga yaitu biaya pembayaran provider website informasi perpustakaan DPR sebesar Rp 660 juta.

"Dana ini besar sekali, Rp 20 miliar total untuk tahun ini. Hanya untuk internet saja," kritik dia.

Tahun 2009 lalu, biaya yang dikeluarkan sama besarnya. Tercatat Rp 8,3 miliar untuk biaya pemeliharaan jaringan sistem informasi dan 12,7 miliar untuk program pengembangan IT.

Roy menilai situs www.dpr.go.id juga tidak banyak memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Situs ini hanya mencantumkan nama-nama anggota DPR dan jadwal rapat.

"Yang penting seperti hasil kunjungan kerja atau anggaran DPR malah tidak dicantumkan," kata dia.

Roy mengkritik kinerja Setjen DPR yang dinilai terlalu menghambur-hamburkan dana. Menurutnya dukungan Setjen untuk membantu anggota DPR belum maksimal.

"Seharusnya IT itu bisa membantu DPR mencari data dan informasi daripada harus melakukan kunjungan kerja yang tidak penting ke luar negeri," jelasnya.

(rdf/fay)
 

Selasa, 10 Mei 2011

haa iki DPR Lipat Gandakan Anggaran Kunker ke Luar Negeri

Selasa, 10/05/2011 16:29 WIB
DPR Lipat Gandakan Anggaran Kunker ke Luar Negeri 
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - Rencana DPR melakukan evaluasi kunjungan kerja ke luar negeri hanyalah buah bibir saja. Alih-alih melakukan evaluasi, anggota DPR malah mengusulkan anggaran kunker untuk tahun depan sebanyak dua kali lipat dari anggaran tahun ini.

"Kompilasi dilakukan mulai dari usulan-usulan anggaran dari seluruh alat kelengkapan termasuk Setjen DPR, yang didasarkan kepada arah kebijakan tahun tersebut. Usulan kemudian dilaporkan pada sidang
paripurna yang pada waktu itu usulan anggaran kunjungan kerja ke luar negeri tahun 2012 sebesar Rp 3,4 miliar/RUU/kunjungan kerja," ujar Sekjen DPR, Nining Indrasaleh, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/5/2011).

Nining menuturkan, permintaan tersebut akan disampaikan kepada Banggar DPR. Dan DPR sendirilah yang akan mengesahkan anggaran tersebut.

"Kemudian ini nanti akan dibicarakan di Badan Anggaran (Bangar), apakah usulan ini disetujui atau tidak. Tahun 2010 anggaran studi banding atau kunjungan kerja sebesar Rp 107 miliar. Sedangkan di tahun 2011 ini memang naik menjadi Rp 125 miliar," tutur Nining.

Menurut Nining, tidak semua anggaran kunker ke luar negeri dilakukan oleh anggota DPR. Untuk tahun 2010, menurutnya, hanya terpakai 58 persen anggaran.

"Di tahun ini ada enam RUU yang tidak memerlukan studi banding ataupun kunjungan kerja ke luar negeri. Plafonnya sendiri tahun 2010 dengan tahun ini masih sama yakni Rp 1,7 miliar untuk maksimal kunjungan ke dua negara," tutur Nining.

Usulan DPR tersebut tidak begitu saja lolos. Nantinya, DPR harus meminta persetujuan Menkeu sebelum mendapat pencairan dana.

"Mekanisme pencairannya sendiri menurut pasal 143 Tata Tertib DPR urgensi antara RUU dengan negara yang akan dikunjungi harus ada. Dari situ nanti akan kita hitung dan sudah ada juga Surat Keputusan (SK) dari Menteri Keuangan berupa Standar Biaya Umum (SBU) Perjalanan Dinas yang diperuntukkan bagi seluruh pejabat negara," tandasnya.

(van/anw)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/05/10/162927/1636560/10/dpr-lipat-gandakan-anggaran-kunker-ke-luar-negeri?9911012

Senin, 09 Mei 2011

haa iki Burhanudin Muhtadi: Studi Banding Hanya Tutupi Nafsu Pelesiran

Senin, 09/05/2011 18:18 WIB
Konyolnya Studi Banding DPR (6)
Burhanudin Muhtadi: Studi Banding Hanya Tutupi Nafsu Pelesiran 

M. Rizal - detikNews

Jakarta - Studi banding anggota DPR ke luar negeri diusulkan agar dihentikan sementara (moratorium). Studi banding sekarang dinilai tidak efektif karena lebih banyak menjadi acara pelesiran anggota DPR.

"Kita lihat saat ini banyak studi banding yang dilakukan DPR hanya sekadar menutupi nafsu pelesiran saja. Tidak tepat sasaran, urgensinya tidak jelas, kabur dan tidak akuntabel, mekanisme tidak jelas, sebagian besar seperti itu," kata pengamat politik yang juga peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanudin Muhtadi kepada detikcom.

Studi banding yang tidak tepat sasaran misalnya terjadi pada studi banding Komisi VIII RUU Fakir Miskin di Australia. Kemiskinan dialami suku Aborigin yang mendiami wilayah Australia bagian utara. Tapi anggota DPR justru mendatangi Sydney dan Melbourne.

"Coba dicek kok anggota Komisi VIII DPR malah jalan-jalannya ke Sydney dan Melbourne, padahal konsentrasi kemiskinin ada di Darwin dan wilayah utara lainnya. Ini kelihatan dari awal bila nafsu pelesiran jelas, karena tujuan turis kan ke Sydney dan Melbourne," kata Burhan.

Bagaimana soal survei yang dilakukan LSI tentang studi banding anggota DPR?

Kalau ini ditanyakan kepada masyarakat atau publik, hampir sebagian besar masyarakat, 78 persen masyarakat menolak bahwa studi banding meskipun dengan alasan meningkatkan kinerja. 78 persen masyarakat menolak studi banding dengan alasan meningkatkan kinerja, karena selama ini studi banding yang dilakukan DPR lebih tampak sebagai kedok untuk menutupi nafsu pelesiran, ketimbang retorika meningkatkan kinerja.

Contoh sederhana, kalau memang argumennya peningkatan kinerja, kenapa fungsi legislasi anggota DPR sekarang, khususnya tahun 2010 jauh dari harapan. Dari target 170 RUU yang harusnya mereka undangkan, hanya tercapai 17 UU, atau hanya 10 persen dari 170 RUU untuk tahun 2010. Dari sisi bujeting, itu ada Rp 1,1 triliun dana APBN Perubahan tahun 2010 yang tidak jelas peruntukannya.

Terkait fungsi kontrol, fungsi pengawasan yang selama ini dilakukan anggota DPR tidak lebih sekadar untuk meningkatkan posisi tawar mereka. Misal kasus Bank Century yang tidak jelas kelanjutannya. Fungsi pengawasan sering ujung-ujungnya sekadar untuk mencari atau memeras mitra kerja. Karena itu, di mata publik, alasan untuk meningkatkan kinerja melalui studi banding hanya retorika kosong.

Apa alasan LSI melakukan survei saat itu?

Kita melakukan survei khusus terkait DPR karena bagaimana pun DPR pilar penting demokrasi. DPR adalah produk dari kinerja demokrasi yang seharusnya mendengarkan aspirasi publik.

Saya prihatin dengan DPR, karena dibanding dengan lembaga demokrasi lain tingkat kepercayaan publik pada DPR paling rendah. Bandingkan dengan kepercayaan publik terhadap lembaga kepresidenan, Mahkamah Konstitusi dan lembaga institusi lain. Kepercayaan pada DPR dan partai politik paling rendah.

Hasil survei kita sebenarnya pernah kita laporkan ke DPR, untuk memperbaiki kinerja mereka. Karena bagaimana pun DPR adalah institusi penting dalam struktur dan sistem tata negara kita, yang harus menjaga kepercayaan publik, bukan terus-menerus membuang deposito kepercayaan publik. Sebab, jika sebagai lembaga perwakilan produk demokrasi DPR gagal menjaga kepercayaan publik, itu sama saja membunuh demokrasi.

Seperti apa detail hasil survei LSI ini?

Survei ini kita lakukan kepada 1.220 orang di 33 provinsi, pada akhir November-September 2009. Tidak lama setelah anggota DPR periode 2009-2014 dilantik.

Jadi kita temukan ekspetasi profil anggota DPR melalui sistem suara terbanyak, yang sebelum mereka bekerja, tingkat harapan masyarakat sebenarnya cukup lumayan.Makanya harapan publik itu seharusnya direalisasikan dan dipenuhi anggota DPR.

Sebab, dibanding periode sebelumnya, periode sekarang dari komposisi gender, keterwakilan perempuan cukup banyak. Dari sisi usia, kebanyakan usianya lebih muda, ketimbang periode sebelumnya. Periode sekarang, anggota berusia 25-60 tahun 60 persen, terbesar dibanding masa-masa sebelumnya. Dilihat dari sisi pendidikan, saat ini relatif tinggi, sampai ada yang Master dan doktor.

Yang berlatar belakang pengusaha juga besar. Karena pemilu tahun 2009 lalu dengan sistem suara terbanyak, popularitas menjadi penting. Hal ini melahirkan kompetensi, dan banyak caleg yang membutuhkan uang besar. Akhirnya yang terseleksi mereka-mereka yang terpilih berlatar belakang pengusaha.

Dan hampir sebagian besar 70 persen dari 500-an anggota DPR itu adalah muka-muka baru. Nah awalnya ini menjadi harapan, tapi belakangan menjadi beban juga, karena belum punya pengalaman, belum punya jam terbang.

Akhirnya mengulang kekonyolan-kekonyolan yang tidak perlu yang lebih parah dibanding periode sebelumnya. Kekonyolan ini distimulasi oleh kekurangan pengalaman dan kekurangmampuan mereka dalam melaksanakan fungsi-fungsi legislasi, bujeting dan pengawasan yang seharusnya mereka emban. Akhirnya mereka masuk dalam sebuah sistem yang jauh lebih buruk, semacam predator parlemen, atau parlemen pemangsa yang semacam menjauhkan dari harapan publik.

Secara umum, persepsi (baik dan sangat baik) publik terhadap upaya DPR dalam memberantas korupsi sekitar 51,3 persen, moral anggota DPR sekitar 39,8 persen, kapasitas anggota DPR sekitar 55,7 persen dan tingkat keaktifan dalam mengikuti sidang DPR sekitar 40,4 persen. Dari empat indikator di atas, masyarakat menilai bahwa anggota DPR sekarang ini punya masalah serius dengan isu-isu moral dan juga tingkat keaktifan di DPR yang relatif rendah.

Sementara ketika reponden tentang kunjungan anggota DPR keluar negeri, sekitar 0,8 persen responden menjawab sangat setuju, 18,9 persen setuju, 61,3 persen tidak setuju, 9,8 persen sangat tidak setuju dan 9,3 persen menjawab tidak tahu. Di antara beberapa pernyataan yang kita sodorkan, masyarakat terbelah sebagian mengatakan bahwa anggota DPR lebih banyak memperjuangkan kepentingan rakyat tapi pada kisaran yang sama responden mengatakan bahwa anggota DPR banyak yang memperjuangkan kepentingan partainya.

Proporsi yang menjawab anggota DPR lebih banyak memperjuangkan kepentingan sendiri juga besar. Sebagian besar masyarakat pernah mendengar pemberitaan soal anggota DPR yang tersangkut kasus hukum/korupsi dan mendengar informasi soal kasus moral. Tingkat kepercayaan publik terhadap media massa, DPR, birokrasi dan partai politik dalam menyalurkan aspirasi masyarakat relatif rendah. Dari empat lembaga tersebut, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang paling rendah.

Secara umum, masyarakat menilai kinerja anggota DPR dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, memberi masukan kepada pemerintah, legislating, bujeting dan responsif terhadap aspirasi rakyat dalam memperjuangkannya dalam bentuk kebijakan berada di kisaran 45 persen hingga 57 persen.

Dari kelima fungsi tersebut, tingkat responsiveness anggota DPR terhadap aspirasi rakyat dinilai paling rendah. Adapun kinerja lembaga-lembaga lainnya, menunjukkan lembaga kepresidenan dan tentara yang paling diapresiasi publik. Sementara itu, partai politik, Kementerian Koordinator Ekonomi dan Kejaksaan berada paling rendah.

Jadi ini berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan anggota DPR ini?

Oh iya. Kalau dari sisi pendidikan jauh lebih berpendidikan banyak yang S2 dan S3. Semua memang anggota partai politik semua, tapi mereka baru periode sekarang menjadi anggota DPR, makanya saya sebut muka baru.

Efektif tidak studi banding yang dilakukan DPR sekarang?

Kalau dikatakan efektif atau tidak, tapi sebagian besar memang tidak efektif. Saya sendiri tidak menolak bahwa studi banding itu penting. Tapi mekanisme studi banding ini diperjelas. Sebelum mekanisme, transparansi dan konsep studi banding diperjelas, seharusnya studi banding itu dimoratorium atau dihentikan sementara dahulu.

Konsep, urgensi, mekanisme dibereskan dahulu, baru kemudian bicara kelanjutan studi banding. Ada beberapa studi banding yang urgen, misalnya studi banding untuk perumusan RUU Otoritas Jasa Keuangan, dan dilakukan di suatu negara yang tepat sasaran.

Tapi kita lihat saat ini banyak studi banding yang dilakukan DPR hanya sekadar menutupi nafsu pelesiran saja. Tidak tepat sasaran, urgensinya tidak jelas, kabur dan tidak akuntabel, mekanisme tidak jelas, sebagian besar seperti itu. Misalnya dalam penyusunan RUU Rumah Susun, itu studi banding tidak tepat dan salah sasaran. Yang terakhir kasus studi banding RUU Fakir Miskin di Australia. Kita tahu, postur kemiskinan di Australia dan Indonesia lain.

Di Australia didominiasi kemiskinan dialami suku Aborigin yang mendiami wilayah Australia bagian utara. Coba dicek kok anggota Komisi VIII DPR malah jalan-jalannya ke Sydney dan Melbourne, padahal konsentrasi kemiskinin ada di Darwin dan wilayah utara lainnya. Ini kelihatan dari awal bila nafsu pelesiran jelas, karena tujuan turis kan ke Sydney dan Melbourne.

Melihat penolakan masyarakat menolak studi banding, apakah studi banding layak dihapuskan?

Kalau saya fair saja. Saya kira penolakan besar masyarakat itu terkait dengan sering kalinya anggota DPR memanipulasi alasan peningkatan kinerja untuk menjustifikasi studi banding, iya. Tapi kalau misalnya anggota DPR berhasil meyakinkan publik, bahwa studi banding urgen, konsep jelas, transparan, tepat sasaran, mungkin publik tidak akan menolak sebesar itu.

Jadi saya fair saja, studi banding dalam beberapa hal memang perlu seperti dalam pembahasan RUU Otoritas Jasa Keuangan perlu, kita harus akui itu. Tapi jangan sampai studi banding itu dipakai sekadar untuk membuang-buang uang anggaran. Seperti yang kita lihat sekarang kesan buang-buang anggarannya terlihat, konsep tidak jelas dan seterusnya.

Kalau dihapus tidak, hanya diperjelas saja konsep, urgensi, mekanisme yang tepat dan tranparasi yang jelas. Kalau syarat-syarat ini dipenuhi, paling studi banding itu tidak banyak, selebihnya bisa ganti format studi banding dengan memanggil ahli dari luar negeri, kan lebih murah.

(zal/iy)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/05/09/181848/1635852/159/burhanudin-muhtadi-studi-banding-hanya-tutupi-nafsu-pelesiran?9911022

haa iki Kualitas DPR Sekarang Terendah Sepanjang Sejarah

Senin, 09/05/2011 17:55 WIB
Konyolnya Studi Banding DPR (5)
Kualitas DPR Sekarang Terendah Sepanjang Sejarah 
Muhammad Taufiqqurahman - detikNews


Jakarta - Masyarakat mulai meragukan wawasan dan kredebilitas yang dimiliki anggota DPR. Keraguan tersebut bukan tanpa alasan sebab anggota dewan banyak melakukan tindakan bodoh dan konyol.

Sebut saja salah satunya pembohongan email yang dilakukan Komisi VIII DPR
di depan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Australia atau Komisi X yang membawahi olahraga, dan pariwisata kedapatan berfoto-foto dan membeli tiket pertandingan Real Madrid di ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol.

Sejak Pemilu 2009 lalu, wajah-wajah yang menduduki kursi di DPR sebenarnya rata-rata diisi oleh wajah baru. Bahkan, tingkat pendidikan yang menjadi latar belakang wakil rakyat itu rata-rata berada di level strata satu. Sayangnya, tingkat pendidikan tidak berbanding lurus dengan kerja-kerja yang dihasilkan di gedung DPR.

"Ini memang memprihatinkan, kualitas DPR kita sangat jauh merosot pada titik terendah di sejarah Indonesia," ujar pengamat politik Yudi Latief kepada detikcom.

Dulu dikenal idiom tentang politik yaitu berpolitik untuk hidup. Sayang hal tersebut tidak tercermin dari para anggota dewan sekarang. Tagline "Hidup dari politik" seakan telah menjadi penyakit yang tertanam di kepala wakil rakyat sekarang.

Proses berpikir yang ingin mendapatkan materi secara cepat telah menjangkiti seluruh wakil rakyat.

Ada beberapa hal mendorong hal tersebut. Pertama, pada politik yang mahal modal. Wakil rakyat yang duduk di DPR harus segera mencari sumber pendapatan lain untuk mengembalikan uang-uang yang dipergunakan saat Pemilu 2009 lalu.

Kedua, praktek untuk mendapatkan modal tambahan yang juga didukung oleh sistem politik anggaran yang berasal dari Kementerian Keuangan. Pada kunjungan kerja keluar negeri dan daerah, Kementerian Keuangan memberikan porsi yang cukup besar untuk pengalokasian dana.

Tanpa malu-malu, wakil rakyat memanfaatkan kesempatan tersebut dan memperoleh dana yang besar dari kunjungan per hari yang dilakukannya, terlebih pada kunjungan ke luar negeri.

"Maka dengan berbagai cara dicarilah studi banding dan sering tidak masuk akal. Misalnya kunjungan ke Yunani soal Etika. Kenapa Yunani? karena di Yunani sana barang-barang yang dijual murah, mereka bisa belanja," kata Yudi.

Kordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai, anggota DPR saat ini memandang dirinya sebagai yang paling pintar. Hasil Pemilu 2009 telah menghasilkan wakil rakyat yang bertipe sering menghamburkan uang.

Menurut Sebastian, negara terlalu royal memberikan uang kepada anggota DPR.
Ketika dilakukan penyusunan anggaran, anggota DPR secara berjamaah mengalokasikan dana untuk melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, dengan hasil yang didapatkan bisa dikatakan nol besar.

"Selama tidak ada kebijakan yang jelas soal politik anggaran, yang ada hanya kunjungan kerja yang bersifat foya-foya. Selama masih bersifa kolektif kunjungan kerja, dengan berangkat dalam jumlah yang banyak maka kunjungan kerja tidak akan pernah serius," tegas Sebastian.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan tidak menampik kekonyolan dalam studi banding DPR. Pemandangan Komisi X yang sedang berfoto-foto di depan Stadion Santiago Bernabeu dinilai Taufik sebagai tindakan yang mirip dengan tingkah anak Playgroup.

"Saya meminta agar jangan terkesan kunjungan tersebut kontraproduktif, inikan niatnya baik. Terkait perilaku anggota DPR, tentunya kunjungan ke luar negeri bukan kunjungan Playgroup, anggota DPR itu harus sudah matang," ujar Taufik.

Namun, Taufik meminta masyarakat untuk segera menghentikan polemik yang membicarakan tentang kekonyolan anggota DPR di luar negeri. Taufik tetap
berdalih bahwa kunjungan anggota DPR bersifat konstitusional.

(fiq/iy)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/05/09/175555/1635791/159/kualitas-dpr-sekarang-terendah-sepanjang-sejarah?9911032

haa iki Puluhan Miliar Keluar, Hasilnya Tak Bisa Diharapkan

Senin, 09/05/2011 15:30 WIB
Konyolnya Studi Banding DPR (3)
Puluhan Miliar Keluar, Hasilnya Tak Bisa Diharapkan 
M. Rizal - detikNews


Jakarta - Studi banding anggota DPR ke luar negeri menghabiskan dana puluhan miliar. Sementara hasilnya tidak bisa diharapkan. Tidak heran bila 78 persen masyarakat menolak studi banding DPR.

Menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), sampai November 2010, dana kunjungan kerja anggota DPR yang tergabung dalam alat kelengkapan atau komisi senilai Rp 30,91 miliar. Dana ini belum termasuk dana kunjungan kerja anggota DPR untuk delegasi beberapa pertemuan parlemen dunia yang jumlahnya Rp 8,1 miliyar.

Sementara biayai kunjungan kerja DPR untuk tahun 2011 ini saja, yang belum sampai pertengahan tahun, sudah menghabiskan sekitar lebih dari Rp 12,7 miliar. Rinciannya, dana untuk 5 pelesiran 11 anggota Komisi I selama tujuh hari seperti ke AS, Turki,Rusia, Perancis dan Spanyol memakan biaya lebih dari Rp 5,7 miliar.

Kunjungan kerja 13 anggota komisi selama satu pekan ke China dan Spanyol senilai Rp 2 miliar. Kunjungan 13 anggota Komisi VIII ke Cina dan Australia senilai Rp 1,5 miliar dan kunjungan 13 anggota BURT DPR ke Inggris dan AS senilai Rp 3,6 miliar.

Masyarakat sudah seringkali mengkritik studi banding DPR tersebut. Namun DPR tidak peduli dan tetap melenggang pergi ke luar negeri. Data Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menyebutkan setidaknya ada 7 kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri pada kurun waktu tahun sidang 2009-2010, yang sering diprotes.

Di antaranya yakni kunjungan kerja Panitia Kerja RUU Kesejahteraan Sosial Komisi VIII ke China, Panitia Khusus RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ke Perancis dan Australia, kunjungan kerja Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) ke Maroko, Jerman dan Perancis.

Lalu kunjungan kerja Pansus RUU Protokol ke Perancis, kunjungan kerja Komisi V dalam rangka pembahasan RUU Perumahan dan Pemukiman ke Austria, kunjungan Panja RUU Cagar Budaya Komisi X ke Turki dan Belanda, serta kunjungan Panja RUU Grasi Komisi III ke Belanda dan Selandia Baru. Sementara untuk masa sidang tahun 2010-2011 ini baru tercatat ada 16 kunjungan kerja yang dilakukan DPR ke luar negeri.

Dari 16 rencana kunjungan ini yang terlaksana 13 kunjungan, seperti kunjungan Panja RUU Holtikultura Komisi IV, Panja RUU Kepramukaan Komisi X, Panja RUU Keimigrasian Komisi III, Panja RUU Mata Uang Komisi XI, Komisi VIII, Badan Legislasi, Badan Kehormatan, Komisi V, Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan Komisi XI, Komisi VI, Panja RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar Komisi IV dan Panja RUU Informasi. Kunjungan-kunjungan itu sendiri dilakukan ke negara seperti Korea Selatan, Jepang, Selandia Baru, Belanda, Perancis, Swiss, Inggris, Afrika Selatan, Kanada, Amerika Serikat, Filipina, Yunani, Italia, Rusia, Jerman, Hongaria, Hongkong, Turki da Brazil. Belum lagi 8 kali kunjungan alat kelengkapan pada tahun sidang 2009-2011 ke sejumlah negara.

Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2011 ini juga menunjukkan masyarakat sudah muak dengan studi banding DPR yang tidak ada gunanya. Hasil survei LSI menyatakan sebanyak 78 persen masyarakat tidak setuju studi banding DPR ke sejumlah negara.

"78 persen masyarakat menolak studi banding dengan alasan meningkatkan kinerja, karena selama ini studi banding yang dilakukan oleh anggota DPR lebih tampak di mata publik sebagai kedok untuk menutupi nafsu pelesiran, ketimbang retorika meningkatkan kinerja," kata peneliti LSI Burhanuddin Muhtadi kepada detikcom.

Penelitian ini menguatkan hasil survei pada tahun 2009 silam. Pada awal bulan September 2009, tidak lama setelah anggota DPR periode 2009-2014 dilantik, LSI melakukan survei tentang Evaluasi Publik terhadap Kinerja DPR.

Saat itu respondennya 1.220 orang di 33 Provinsi se-Indonesia. Responden sempat ditanya soal setuju atau tidaknya masyarakat terhadap kunjungan kerja ke luar negeri yang biasa dilakukan anggota DPR selama ini. Hasilnya 61,3 persen tidak setuju studi banding.

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) juga mengutarakan hal serupa. "Itu semakin memperjelas bahwa studi banding tidak ada gunanya. Itu hanya modus DPR saja untuk jalan-jalan dan mendapatkan uang saku," kata Koordinator Formappi, Sebastian Salang.

Menurut Sebastian, studi banding DPR sejak awal perencanaan telah memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk berfoya-foya. Misalnya ketika anggaran dibahas, mereka menetapkan platform alat-alat kelengkapan negara, misalnya jalan-jalan ke luar negeri dua sampai tiga kali untuk sekian negara.

Memang hasil studinya sangat jauh dari yang diharapkan. "Tidak ada hasil studi dan Undang-Undang yang berkualitas yang dihasilkan dari kunjungan kerja tersebut," jelasnya.

Meski survei telah membuktikan masyarakat menolak studi banding, anggota DPR tetap beranggapan masyarakat sebenarnya hanya mengevaluasi studi banding agar efektif.

"Kalau kita melihat, masyarakat itu tidak melarang, tapi menekankan pada efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kepada publik,"kata anggota Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN Taufik Kurniawan.

(zal/iy)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/05/09/153011/1635628/159/puluhan-miliar-keluar-hasilnya-tak-bisa-diharapkan?9911012

haa iki Dari Striptis Hingga Dimaki Profesor Perancis

Senin, 09/05/2011 14:16 WIB
Konyolnya Studi Banding DPR (2)
Dari Striptis Hingga Dimaki Profesor Perancis 
Muhammad Taufiqqurahman - detikNews


Jakarta - Studi banding anggota DPR ke luar negeri terus menuai protes. Kunjungan itu bak liburan masa reses yang menghabiskan uang rakyat, sementara hasilnya tidak jelas.

Komisi X yang membawahi olahraga, dan pariwisata, misalnya kedapatan berfoto-foto dan membeli tiket pertandingan Real Madrid di ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol.

Lalu studi banding Komisi VIII ke Australia. Mereka hendak melakukan studi banding ke parlemen Australia, padahal parlemen di Negeri Kanguru itu sedang reses. Konyolnya lagi anggota DPR sempat membohongi mahasiswa Indonesia di sana soal email resmi Komisi VIII beralamat di komisi8@yahoo.com.

"Itu semakin memperjelas studi banding itu tidak ada gunanya. Itu hanya modus untuk jalan-jalan dan mendapatkan uang saku," ujar Kordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang.

Banyak cerita minor tentang kelakuan wakil rakyat saat berkunjung ke luar ngeri. Pada 28 Juli 2005, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda memergoki anggota DPR dari Badan Legislatif jalan- jalan dan belanja barang mewah. Wakil rakyat pun terpotret sedang menenteng barang belanjaan merek Bally atau Gucci.

"Mereka tidak ada agenda di Belanda dan saat itu kami memang ingin menemui mereka untuk audiensi. Mereka 2 malam di Amsterdam," ujar mantan Ketua PPI Amsterdam 2004- 2005 Berly Martawardaya kepada detikcom.

Anggota DPR tidak mempunyai agenda resmi ke Amsterdam karena pada saat itu Parlemen Belanda yang berkedudukan di Den Haag juga sedang masa reses.

Hal senada juga dibeberkan mantan Ketua PPI Perancis Mahmud Syaltout. Sebelum mendatangi Amsterdam, anggota DPR itu sebenarnya hendak studi banding ke Perancis. Tidak jelas dalam urusan apa kunjungan itu. Namun, kedatangan anggota DPR itu telah jauh-jauh hari ditolak oleh PPI Perancis.

Ketua PPI saat itu (alm) Rudianto Ekawan, memerintahkan semua mahasiswa untuk datang ke KBRI Perancis dan melakukan aksi walk out serta membacakan surat protes atas kedatangan anggota DPR. Aksi ini diharapkan menjadi tamparan keras bagi wakil rakyat yang datang tanpa persiapan ke Perancis.

Anggota DPR tidak bisa memberikan penjelasan logis soal kedatangan mereka. Salah seorang juru bicara DPR menyatakan tujuan mereka untuk bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang pintar. Mereka juga memuji mahasiswa di luar negeri sebagai pemimpin bangsa dan juga merupakan konstituen mereka.

"Sebelum pidato selesai, teman saya, Rudianto AB interupsi dan membacakan surat protes dari PPI Prancis. Kemudian kita walk out. KBRI pun geger dan semua marah sama kita," cerita Mahmud.

Gara-gara kejadian itu semua jadwal kunjungan DPR di Belanda dan Belgia ikut dibatalkan. Akhirnya PPI Belanda memergoki para wakil rakyat itu asyik berbelanja.

Mahmud kembali menjadi guide untuk anggota DPR yang melakukan studi banding mengenai masalah anggaran ke Perancis pada 2006. Sebenarnya, kedatangan anggota DPR bukan ke Perancis, tetapi hendak menonton pertandingan final Piala Dunia di Jerman antara Italia melawan Perancis. Karena datang lebih awal, mereka menyempatkan diri melancong ke negeri mode tersebut.

Rombongan ternyata tidak hanya terdiri dari anggota DPR, tapi juga banyak terdapat anggota DPRD dari DKI Jakarta. Selama berada di Perancis, para wakil rakyat itu menghamburkan uang dengan berbelanja merek mahal semisal Louis Vitton, Pierre Cardin, dan membeli jam tangan mahal yang harganya dapat membiayai uang kuliah seorang mahasiswa selama setahun.

KBRI Perancis yang dipimpin oleh (alm) Arizal Effendi juga menolak memfasilitasi anggota DPR. Para anggota dewan dianggap sebagai rombongan liar.

Saat itu, salah seorang anggota DPR sempat meminta untuk dicarikan gadis panggilan di Perancis. Mahmud menjelaskan, di Perancis tidak ada pusat lokalisasi seperti Red Light di Belanda.Si anggota DPR kemudian meminta ditunjukkan pusat tarian striptis di Perancis. Mahmud pun menyarankan agar mereka pergi sendiri ke Moulin Rouge.

Saat akan kembali ke Jerman, ketua rombongan DPR itu nyeletuk ada yang kurang saat di Perancis. "Apa yang kurang, belum beli Hermes ya atau barang apalagi yang tidak ada?" kata salah seorang anggota rombongan menanggapi celetukan ketuanya. "Bukan, kita belum sempat foto-foto di Menara Eiffel," jawab si ketua santai.

Pada 2007, anggota DPR mendapat makian Guru Besar Ilmu Tata Negara Universitas Sorbon Perancis Prof Edmond Jouve. Saat itu, beberapa anggota DPR ke Perancis untuk melakukan studi banding tentang Kementerian Negara dan Dewan Penasihat.

Mahmud yang mahasiswa Ilmu Tata Negara pun meminta Jouve untuk menjelaskan sistem tata negara di Perancis dan Indonesia. Dalam pertemuan di KBRI Perancis itu, Jouve menjelaskan sistem tata negara Perancis dan Indonesia sangat berbeda.

Mendengar paparan itu, seorang anggota dewan nyeletuk mereka salah mendatangi Perancis untuk studi banding. Anggota dewan lainnya pun terbahak-bahak mendengar celetukan itu.

Melihat hadirin tertawa, Jouve bertanya. Penerjemah menjelaskan celetukan sang anggota dewan. Mendapat penjelasan itu Jouve marah. "Kalian semua goblok," maki Jouve dalam bahasa Perancis.

Sang profesor lantas mengingatkan Indonesia bukanlah negara kaya dan masih berada di dalam kategori negara berkembang, kenapa malah menghamburkan uang jika tidak ada hasilnya.

(fiq/iy)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/05/09/141638/1635512/159/dari-striptis-hingga-dimaki-profesor-perancis?9911012

haa iki Pendidikan Tinggi Tetap Bikin Frustasi

Senin, 09/05/2011 12:15 WIB
Konyolnya Studi Banding DPR (1)
Pendidikan Tinggi Tetap Bikin Frustasi 
Didik Supriyanto - detikNews


Jakarta - Tak lama lagi istilah studi banding akan berubah makna. Dari sebuah konsep belajar di lokasi dan lingkungan berbeda, menjadi jalan-jalan ke lokasi atau lingkungan lain.

Perubahan makna ini sebagai konsekuensi atas terus berlangsungya kegiatan studi banding yang dilakukan DPR.

Sudah jelas, tidak ada yang dipelajari dari kegiatan tersebut. Tetapi mereka selalu ngotot, bahwa mereka belajar banyak. Namun ketika ditanya apa yang mereka pelajari, mereka tidak bisa menunjukkan. Yang terlihat adalah aktivitas jalan-jalan dan belanja-belanja.

Apa boleh buat, daripada terus beradu argumen dan beradu bukti dengan anggota DPR, lebih baik yang waras mengalah. Studi banding berubah arti saja menjadi jalan-jalan, atau dimaknai secara khusus kegiatan jalan-jalan pejabat ke luar negeri atau ke luar daerah.

Mengapa pejabat? Mengapa bukan anggota DPR saja? Ya, kenyataannya kalau ditelisik lebih lanjut para pejabat eksekutif juga suka melakukan kegiatan jalan-jalan ke luar negeri dengan dalih studi banding. Tidak percaya? Lacak saja laporan keuangan departemen atau instansi pemerintah ke BPK.

Apakah pejabat daerah, anggota DPRD dan pejabat pemerintah daerah, juga melakukan? Sama saja, dan mungkin lebih parah. Hanya karena lepas dari kontrol masyarakat dan media saja, kegiatan jalan-jalan mereka tidak ketahuan. Jika di DPR setiap RUU harus distudibandingkan, demikian juga dengan setiap Raperda.

Tentu saja, DPRD studi bandingnya tidak ke luar negeri, melainkan ke daerah lain. Dalam hal ini daerah di sekitar Jakarta, Yogyakarta dan Bali, jadi sasaran daerah di Luar Jawa. Sedang daerah di sekitar Batam, Palembang, dan Manado, jadi sasaran DPRD Jawa.

Oleh karena itu, rasanya “tidak adil” bila para aktivis LSM, akademisi dan media hanya menyorot habis kegiatan studi banding DPR. Mestinya mereka juga memantau kegiatan serupa dari pejabat eksekutif, anggota DPRD dan pejabat pemerintah daerah. Dengan demikian perubahan makna studi banding menjadi sekadar jalan-jalan itu bisa langsung diterima di seluruh penjuruh tanah air.

Pertanyaan, “apa manfaat studi banding?”, tidak relevan lagi jika dikaitkan dengan posisi dan fungsi pejabat publik. Studi banding adalah jalan-jalan yang membikin pelakunya senang. Paling-paling manfaatnya: segar kembali saat menjalani tugas.

Pertanyaannya mungkin harus ditarik lebih ke belakang: mengapa DPR/DPRD diisi oleh orang-orang yang sampai tega hati mengubah makna studi banding menjadi jalan-jalan? Mengapa anggota DPR/DPRD yang diharapkan dapat mengontrol pejabat eksekutif, justru ikut-ikutan melakukan kegiatan yang mestinya mereka cegah?

Studi banding sebetulnya sudah lama dipraktekkan oleh DPR. Abaikan DPR hasil pemilu-pemilu Orde Baru, perhatikan DPR hasil tiga kali pemilu terakhir. DPR hasil Pemilu 1999 tercatat melakukan beberapa perjalanan ke luar negeri, lalu jumlahnya meningkat pada DPR hasil Pemilu 2004, dan semakin lebih banyak pada hasil Pemilu 2009.

Pada DPR hasil Pemilu 2004, masyarakat berhasil menunjukkan kejanggalan-kejanggalan kegiatan perjalanan ke luar negeri. Keluhan dari staf Kedutaan Besar RI di berbagai negara yang dikunjungi para anggota DPR juga mulai keluar. Namun hal itu tidak menyurutkan langkah mereka untuk mengulangi perjalanan ke luar negeri. Hanya beberapa anggota dewan saja yang menolak ikut karena merasa tidak ada manfaatnya.

DPR hasil Pemilu 2009 menghadirkan harapan baru. Profil mereka masih muda dari sisi usia, semangat kerja mereka akan tinggi karena 70% adalah orang-orang baru. Sebagian besar mereka adalah lulusan S-2 dan S-3, sehingga akan lebih pandai dalam menghadapi masalah-masalah sosial politik yang kompleks.

Lebih dari itu semua, mereka dipilih langsung oleh rakyat melalui mekanisme calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.Dengan demikian, mereka pasti akan memperhatikan suara rakyat. Karena selama ini banyak pemantau dan pengamat yakin, sistem suara terbanyak akan meningkatkan akuntabilitas wakil rakyat terhadap rakyatnya. Apalagi mereka pasti takut tidak terpilih kembali pada pemilu mendatang, jika berperilaku buruk dan kinerjanya rendah.

Akan tetapi, harapan tidak kunjung datang, asumsi tidak kunjung terbukti. Yang terjadi justru sebaliknya. Hanya dalam jangka satu tahun, masyarakat sudah dibikin frustasi oleh anggota DPR: berlaku konyol dan memalukan, bersikap angkuh dan tak peduli, berpikir picik tak malu hati. Inilah hasil pemilu berdasarkan suara terbanyak.

(diks/iy)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/05/09/121540/1635387/159/pendidikan-tinggi-tetap-bikin-frustasi?9911012

Jumat, 06 Mei 2011

haa iki Kopi Enrekang Candu Mancanegara

Kopi Enrekang Candu Mancanegara
K24-11 | Agus Mulyadi | Kamis, 5 Mei 2011 | 21:50 WIB
 
 
SHUTTERSTOCK Ilustrasi kopi

ENREKANG, KOMPAS.com — Terletak di daerah dengan iklim dingin, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, menjadi salah satu penghasil kopi berkualitas bagus yang mendapat pengakuan dari beberapa negara di dunia. Bahkan, tahun 2008, Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PKKI) menempatkan kopi hasil Bumi Massenrempulu tersebut di rating pertama terbaik di Indonesia.Enrekang terletak di ketinggian hingga 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), yang sebagian besar wilayahnya berada dalam tekstur pegunungan dan berbukit. Berdasarkan prestasi itu, Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (BP Kapet) Kota Parepare, Sulawesi Selatan, wilayah Ajatappareng kemudian menjalin kerja sama dengan investor dari negeri jiran, Malaysia, yang mulai melirik dan tertarik dengan biji kopi petani Enrekang. Kedatangan investor Malaysia sebagai tindak lanjut atas rencana MoU ekspor kopi Enrekang langsung ke Kuala Lumpur.
"Sejauh ini, kopi Enrekang paling banyak dibeli pengusaha-pengusaha dari Aceh. Pengusaha asal Acehlah kemudian memasarkan kopi Enrekang ke luar negeri, di antaranya Kuala Lumpur. Kopi Enrekang kemudian dikenal di Malaysia," kata Direktur Umum BP Kapet Kota Parepare Bonggo Sodding kepada Kompas.com, Kamis (5/5/2011).
Sejumlah investor Malaysia yang tergabung dalam Lembaga Pemasaran dan Pertanian Persekutuan (Fama) dalam pertemuan Kamis siang menyerahkan 30 persen panjar sebagai tanda jadi kerja sama, sebelum pengiriman awal kopi ke Malaysia dilakukan dalam waktu dekat ini.
"Kita harapkan kerja sama ini bisa lebih membantu petani kopi Enrekang meningkatkan perekonomiannya. Petani pun diharapkan tetap menjaga kualitas terbaik kopi yang dihasilkan agar nilainya bisa disesuaikan dengan patokan harga internasional," papar Bonggo Sodding.
Di Kabupaten Enrekang, penghasil kopi terpusat di beberapa wilayah, antara lain Desa Bone-Bone di Kecamatan Baraka, Desa Buntu Sarong di Kecamatan Masalle, dan Desa Buntu Mondong di Kecamatan Buntu Batu.
Selain Malaysia, cita rasa kopi Enrekang juga menarik perhatian tiga investor asal Australia, China, dan Jerman. Tiga negara itu belum lama ini juga menyatakan keseriusannya menggarap potensi kopi arabika di Kabupaten Enrekang, yang rata-rata per tahun di tiap desa bisa menghasilkan 300 ton.
Amri, petani kopi di Desa Bone-bone, mengaku bahwa semakin banyak investor yang tertarik dengan komoditas kopi Enrekang, hal itu semakin menambah semangat petani setempat untuk lebih mengembangkan tanaman kopi. Lagi pula, kopi memang tumbuh subur, utamanya di dataran tinggi di Enrekang.
Selain pemasaran yang lebih mudah, harga jual kopi Enrekang pun terus merambat naik. Saat ini, harga kopi jenis arabika mencapai 180 dollar AS (setara Rp 160.000) per kilogram.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Kamis, 05 Mei 2011

haa iki SEALs, Prajurit Pilihan Idola Hollywood

SEALs, Prajurit Pilihan Idola Hollywood
Egidius Patnistik | Kamis, 5 Mei 2011 | 07:48 WIB

BAGI penggemar film-film aksi Hollywood, nama Navy SEALs (singkatan dari sea, air, and land/laut, udara, darat) sudah tak asing lagi. Ketangguhan dan kehebatan pasukan khusus Angkatan Laut AS ini sudah beberapa kali ditampilkan dalam film, misalnya Navy SEALs (1990) yang dibintangi Charlie Sheen, The Rock (1996) yang menampilkan Sean Connery dan Nicolas Cage, serta G.I. Jane (1997) dengan bintang Demi Moore.
Pasukan khusus ini mulai dikenal luas sejak keterlibatan mereka dalam Perang Vietnam, perang besar pertama yang mendapat liputan masif televisi. Dalam perang itu, prajurit-prajurit SEALs dikabarkan mampu bertarung satu lawan satu dengan tentara Vietcong dan terlibat dalam operasi-operasi rahasia bersama CIA.Namun, bagi para mantan anggota Navy SEALs, citra yang ditampilkan Hollywood dan dunia budaya pop itu jauh dari kenyataan. "Orang-orang yang ingin jadi Rambo biasanya justru tidak lulus pelatihan SEALs. Jika Anda tidak bisa menjadi anggota tim yang baik, sekaligus bisa berfungsi secara mandiri, biasanya tak akan tahan lama dalam latihan SEALs," tutur Brandon Tyler Webb, mantan penembak jitu SEALs.
Di dalam Navy SEALs, terdapat kesatuan yang lebih elite bernama Naval Special Warfare Development Group (sering disingkat DevGru) atau lebih populer dengan sebutan SEALs Team Six (ST6).

Kesatuan elite
DevGru atau ST6 merupakan satu dari dua pasukan elite AS yang berisi prajurit-prajurit pilihan dan berkemampuan khusus untuk menjalankan operasi-operasi militer rahasia. Tandingan DevGru adalah pasukan elite 1st Special Forces Operational Detachment-Delta atau disingkat Delta Force dari Angkatan Darat AS.
Media-media utama di AS menyebut penyerbuan rumah Osama bin Laden yang menewaskan pemimpin Al Qaeda itu di Abbottabad, Pakistan, Senin lalu, dilaksanakan oleh tim ST6 ini.
Meski demikian, konfirmasi langsung dari para prajurit yang terlibat dalam operasi tersebut mungkin tak akan pernah terjadi karena kerahasiaan menjadi hal yang paling dijunjung tinggi dalam kesatuan elite itu. "Menjadi profesional yang diam. Tak ada tempat buat para pembual dan orang banyak omong di SEALs," tutur Chris Heben, mantan anggota SEALs selama 10 tahun.
Bahkan, para mantan anggota SEALs yang diwawancara CNN menjadi sangat berhati-hati saat membicarakan DevGru atau ST6. Mereka hanya mengatakan, seorang prajurit dipilih oleh atasannya untuk masuk ke dalam unit khusus karena memiliki spesialisasi kemampuan tertentu.
Akan tetapi, mereka juga harus mampu mengerjakan tugas anggota tim yang lain apabila anggota tim yang bersangkutan terluka atau tewas dalam pertempuran. "Mereka harus menjadi lebih dari sekadar prajurit terampil," kata Webb.
Mantan anggota SEALs lainnya, Don Shipley dari Virginia, menambahkan, seluruh kualitas terbaik harus dimiliki anggota ST6. "Mereka orang-orang terbaik yang dimiliki Amerika. Mereka memiliki penglihatan yang berbeda dengan orang biasa, inteligensi di atas rata-rata, serta secara genetis memiliki kualitas untuk menahan berbagai macam cobaan dan hukuman. Mereka ditempa dengan sangat keras," tutur Shipley.
Seperti namanya, mereka harus mampu menjalankan segala jenis misi di laut, darat, dan udara, mulai dari misi tempur, antiteror, dan pembebasan sandera. Meski demikian, sesuai latar belakang mereka sebagai bagian dari Angkatan Laut, spesialisasi mereka adalah misi-misi di wilayah perairan.

Latihan berat
Sebelum diterima menjadi anggota SEALs, seorang calon prajurit harus menjalani latihan yang sangat berat. Gambaran beratnya latihan ini bisa ditonton dalam film G.I. Jane meski, sekali lagi, pasti masih jauh dari kenyataan sesungguhnya.
Menurut Stew Smith, mantan anggota SEALs dari Maryland, latihan dasar dan paling berat adalah latihan basic underwater demolition (Buds), yang dilakukan pada masa enam bulan pertama latihan. Salah satu bagian dari latihan ini menuntut aktivitas seorang calon prajurit selama 120 jam nonstop tanpa tidur, yang meliputi berenang, lari maraton, latihan halang rintang, menyelam, hingga melakukan navigasi.
Selama lima hari, yang dijuluki Minggu Neraka, setiap peserta dibiarkan selalu dalam keadaan dingin, basah, lapar, dan tidak tidur.
Begitu beratnya latihan ini, hanya segelintir peserta yang bisa lulus. Rata-rata 85-90 persen peserta latihan tidak akan lulus.
Menurut Smith, latihan Buds yang sedang berlangsung saat ini tinggal diikuti 190 orang dari 245 peserta awal. Padahal, latihan baru berjalan tiga minggu.
Setelah lulus Buds, seseorang resmi diterima sebagai anggota Navy SEALs dan ditugaskan dalam satu tim. Namun, masih butuh latihan lain selama 12 bulan dengan anggota tim tersebut sebelum mendapat penugasan.
Sejarah SEALs berawal dari beberapa kesatuan khusus dalam Perang Dunia II, seperti Naval Combat Demolition Unit, yang terlibat dalam invasi menyerang pasukan Nazi di Afrika Utara pada 1942. Saat merencanakan invasi terhadap Jepang, militer AS juga menyadari perlunya satuan khusus beranggotakan prajurit istimewa ini. (BBC.CO.UK/CNN.COM/DHF) 
Sumber : http://internasional.kompas.com/read/2011/05/05/07481715/SEALs.Prajurit.Pilihan.Idola.Hollywood

Selasa, 03 Mei 2011

haa iki Ransum Prajurit Hindia Belanda, Lekker!

Ransum Prajurit Hindia Belanda, Lekker!
Prajuri Belanda yang ditugaskan di Hindia Belanda mendapat ransum yang mewah.
Rabu, 20 April 2011 | 14:20 WIB
Siapa bilang ransum untuk para prajurit selalu tidak enak? Kalau saja banyak orang membaca cerita yang ditulis seorang prajurit Belanda (tergabung dalam resimen ketujuh) tentang ransum sehari-hari yang didapatnya ketika bertugas di  Hindia Belanda pada awal abad 20, pasti banyak yang berpikir untuk menjadi prajurit.
Cerita dari prajurit Belanda itu diceritakan kembali oleh HCC Clockener Brousson yang terdapat dalam bukunya: Batavia Awal Abad 20.  Diawali dengan sarapan yang dilakukan setelah mandi pagi, para prajurit segera bergerak ke dapur. Sarapan pagi ini terdiri dari roti, mentega, dan ikan salem kalengan, serta kopi. Menu lainnya bisa berupa roti dengan keju, sosis, ham, telur mata sapi, ikan sarden dan sejenisnya.
Setelah sarapan para prajurit mendapat dua kali makanan hangat. Pertama setelah apel pagi, menu yang disajikan berupa nasi dengan sup, daging dan sambal. Prajurit yang baru tiba Hindia Belanda tentu belum mengenal sambal, dan mengira penganan itu sejenis saos yang harus dicampurkan ke dalam sup. Maka mereka mengambilnya sebanyak-banyaknya, dan akibatnya, lada Spanyol (sebutan mereka untuk cabai)tersebut nyaris membakar mulut. Butuh satu ketel air untuk meredam mulut yang terasa terbakar!.
Makanan hangat kedua disajikan sore hari setelah apel dan istirahat tidur siang. Menunya berupa nasi dengan sayur kol atau sayur ala Hindia yang lezat serta daging giling atau daging panggang, ikan goreng, sosis kalengan, atau telur mata sapi atau telur rebus atau sejenisnya. Tentu saja tidak lupa disediakan sambal!
Kadang-kadang disediakan makanan ala Eropa seperti, sup kacang kapri atau sup kacang merah. Sebagai hidangan penutupnya disediakan buah-buahan. Para prajurit yang bertugas di Aceh lebih beruntung karena mereka sering mendapat pudding coklat dan makanan lezat lainnya sebagai hidangan penutup.
Meskipun pada awalnya kebanyakan prajurit Belanda lebih menyukai kentang karena sudah terbiasa di negerinya, tapi di sini mereka harus makan nasi. Banyak prajurit menggerutu dengan kebiasaan makan nasi dua kali sehari ini, namun ketika tugas mereka sudah selesai dan kembali ke negeri Belanda, seringkali mereka merindukan kebiasaan makan sehat dengan menu nasi.
Sesungguhnya memang ransum pasukan di Hindia Belanda luar biasa dan lebih baik dari ransum di tangsi-tangsi militer di Belanda.
Tiap companie skuadron memiliki dapur sendiri yang dipimpin oleh seorang kepala dapur dan pembantu juru masak. Kapten dan komandan kavaleri dengan para perwira setiap minggu mengawasi dan bertanggung jawab. Urusan belanja dilakukan secara bergantian dan masing-masing bertugas untuk ikut mengawasi.
Kerajaan Belanda menyediakan beras, daging, roti, kopi dan teh yang boleh diambil suka-suka, sedangkan lauk pauk sebagian kecil dibebankan pada gaji prajurit.
Acara-acara pesta seperti hari ulang tahun Ratu, adalah saat menyenangkan bagi para perwira rendahan dan prajurit karena saat itu mereka mendapat makanan gratis yang lezat-lezat, artinya; tidak ada pemotongan gaji untuk lauk pauk karena untuk pesta digunakan dana kantin. (Lily Utami)
Sumber : http://www1.kompas.com/readkotatua/xml/2011/04/20/14205487/Ransum.Prajurit.Hindia.Belanda.Lekker

Senin, 02 Mei 2011

haa iki Mahalnya Koordinasi di Republik Ini

Senin, 02/05/2011 10:46 WIB
Catatan Agus Pambagio
Mahalnya Koordinasi di Republik Ini 
Agus Pambagio - detikNews

Jakarta - Di Republik Indonesia ada satu kata yang sejak reformasi menjadi langka dan sulit dinikmati oleh publik, yaitu koordinasi. Arti kata 'koordinasi' itu sendiri adalah mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur (artikata.com). Tanpa koordinasi yang tegas dan jelas, negara dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, pasti sangat sulit diatur lahir batin.

Di tingkat nasional koordinator paling tinggi tentu saja presiden, di daerah pastinya kepala daerah. Pasca berlakunya UU No 34 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan munculnya puluhan partai politik, masalah koordinasi untuk pengambilan keputusan menjadi semakin langka dan kacau balau karena harus mempertimbangkan berbagai kepentingan politik namun  melupakan kepentingan publik.

Masalah koordinasi bagi sebagian besar rakyat Indonesia, mulai dari ibu rumah tangga sampai pengusaha saat ini memang telah menjadi bahan langka. Selain membingungkan juga menambah beban hidup. Kondisi tersebut diperburuk dengan rendahnya kualitas kepemimpinan dari para pemimpin kita saat ini. Lengkap sudah penderitaan kita hidup di negara demokrasi dan tak tahu mau di bawa kemana negara ini. Itulah mahalnya koordinasi.

Banyak persoalan di negeri ini yang tak kunjung diselesaikan atau diputuskan tetapi terus diayun ke sana ke mari dan sangat merugikan publik. Persoalan ketenagalistrikan, persoalan BBM bersubsidi, persoalan transportasi, persoalan air bersih, dan masih banyak lagi.

Koordinasi Oh Koordinasi

Kegagalan koordinasi antarinstansi atau lembaga di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan di hampir semua lini, termasuk pemimpin nasional. Kondisi ini membuat bangsa Indonesia menjadi semakin terbelakang. Hampir tidak ada keputusan strategis yang membuat rakyat bangga sebagai bangsa Indonesia. Sudah terlalu banyak persoalan yang digantung dan merugikan publik.

Persoalan ketenagalistrikan yang sampai hari ini belum menunjukkan kemajuan sama sekali. Program 10.000 MW tahap I yang katanya dikembangkan dengan bantuan Pemerintah Cina, saya anggap gagal total. Bagaimana tidak gagal, dari pembangkit listrik yang sudah berhasil dibangun di Pulau Jawa maupun pulau-pulau lainnya belum mencapai 35% dari target yang direncanakan atau kurang dari 3.500 MW.

Suatu saat saya sempat mengunjungi salah satu pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sudah selesai karena diajak oleh teman yang menjadi sub-kontraktor, saya terperanjat dan dalam hati berpikir: 'betapa bodohnya dan mudahnya bangsa Indonesia dibohongi'. Banyak peralatan dan fasilitas yang ada di PLTU tersebut sudah korosif/berkarat, dan patut diduga kualitas pengerjaannya buruk. Bahan bakunya mungkin kw 10. Siapa yang bertanggungjawab? Tidak jelas.

Jadi jangan heran kalau sampai sekarang pembangkit tersebut lebih sering 'semaput'-nya daripada berproduksi. Artinya bangsa ini masih akan tetap kekurangan daya listrik karena gagalnya para pembangkit listrik 10 ribu MW tahap pertama ini masuk ke sistem jaringan PT PLN.

Jangan-jangan semua pembangkit yang dibangun akan segera menjadi bangkai.
Kemudian persoalan penarikan bensin subsidi yang sampai hari ini masih terus berupa wacana. Tidak jelas siapa yang paling berani. BP Migas-kah? BP Hilir Migas-kah? Kementerian ESDM-kah? Atau si Pailul tukang bensin eceran di ujung jalan? Tidak jelas, padahal UU-nya jelas! Bayangkan berapa banyak dana yang bisa dihemat dan dapat digunakan untuk membangun infrastruktur di negeri ini dan mengembangkan sumber daya manusia ke luar negeri, seperti yang dilakukan Malaysia sejak 25 tahun lalu. Dan terbukti sekarang Malaysia sudah 10 langkah di depan kita.

Persoalan lain adalah tentang penanggulangan kemacetan di pusat perekonomian Indonesia, Jakarta, yang tak kunjung jelas penangannya. Perebutan kewenangan dan proyek penanggulangan kemacetan di wilayah DKI Jakarta, baik antar kelompok di dalam Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun antar kelompok pejabat pemprov dengan BUMD serta antara Pemprov DKI Jakarta dengan Pemerintah Pusat masih terus berlangsung tanpa akhir.

Persoalan koordinasi lainnya adalah pembangunan jalan layang nontol Antasari yang tiba-tiba muncul dan dikerjakan tanpa proses AMDAL yang sesuai dengan peraturan yang ada, ternyata akan diulangi. Dengan alasan akan ada kemacetan di Jalan Patimura, maka jalan layang tersebut akan dilanjutkannya pembangunannya sampai ke jalan Asia Afrika, dengan  cara membangun flyover (FO) yang akan merusak keindahan Patung Pemuda di Bundaran Senayan atau membangun underpass (UP) yang akan mengorbankan pembangunan MRT. PT MRT harus merubah studi desain dasar yang sudah selesai, jika UP akan dibangun.

Begitu pula dengan pembangunan 6 ruas jalan tol dalam kota Jakarta yang tiba-tiba saja didorong paksa tanpa ada kajian ulang sesuai dengan yang diperintahkan oleh Menko Perekonomian kala itu, Boediono, melalui surat yang ditujukan kepada Menteri PU dengan No S-33/M.EKON/03/2008 tertanggal 10 Maret 2008. Surat tersebut menjawab surat Menteri PU No PR.02-Mn/575 tertanggal 31 Oktober 2007 dan Surat Gubernur DKI Jakarta No 453/I.792.I tertanggal 12 Maret 2007 serta Surat No 2907/-1.792.1 tertanggal 4 Oktober 2007.

Lalu persoalan air bersih di kota-kota besar Indonesia saat ini sudah sangat kritis tanpa bisa diselesaikan secara jelas dan cerdas oleh para pemimpin daerah masing-masing maupun keementrian yang terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan dsb.

Contoh kasus air bersih di DKI Jakarta. Dasar kontrak antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan operator air bersih adalah full cost recovery namun tarif tidak boleh dinaikkan. Tanpa tarif naik, mustahil operator bisa memberikan pelayan prima pada konsumen. Lalu apa tindakan Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat? Tidak ada! Andaikan.
Andaikan rakyat mengetahui siapa sebenarnya yang berani, berhak dan mau mengambil risiko untuk mengambil keputusan demi kesejahteraan rakyat, negara ini pasti sudah jauh lebih makmur.

Sayangnya kita belum punya seorang pemimpin yang berani melakukan koordinasi dan memutuskan dengan bijaksana, meskipun pemilihan pimpinan sudah dilakukan secara demokratis. Yang ada para pemimpin kita lebih senang melakukan kegiatan yang mengarah pada pencitraan dan pengeluhan saja. Salam.

*) Agus Pambagio adalah pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen.

(vit/vit)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/05/02/104650/1630108/103/mahalnya-koordinasi-di-republik-ini?9911032

haa iki PROSES mengingat ternyata jauh lebih efektif bila dilakukan secara individual daripada melalui metode kelompok belajar

Senin, 02 Mei 2011 00:00 WIB
Efektivitas Mengingat 


Efektivitas Mengingat
                     Dok MI
PROSES mengingat ternyata jauh lebih efektif bila dilakukan secara individual daripada melalui metode kelompok belajar.

Seorang psikolog dari Stony Brook University, New York, AS, Supama Rajaram menemukan bahwa siswa yang berada dalam sebuah kelompok belajar akan lebih lemah dalam mengingat suatu fakta jika dibandingkan dengan saat masalah itu dipelajari secara individual.

Menurut Rajaram, dalam sebuah kelompok belajar, setiap anggota kelompok itu akan mampu mengingat lebih banyak jika dibandingkan dengan seorang siswa yang belajar sendiri. Namun, siswa yang tergabung dalam kelompok belajar dianggap gagal memaksimalkan potensi ingatan mereka.

"Jika sebuah kelompok kecil dapat mengubah bentuk ingatan, kita melihat bagaimana seseorang dapat bertahan dalam suatu pandangan tertentu atau perspektif," kata Rajaram. "Ini dapat berfungsi sebagai model bagaimana identitas kolektif dan sejarah terbentuk."

Seseorang dalam suatu kelompok dimungkinkan dapat mengganggu ingatan anggota kelompok lainnya.

Hal itu disebabkan karena setiap individu memiliki caranya sendiri dalam memilih informasi yang ada dalam pikiran mereka sehingga hal tersebut dapat mengganggu proses pembentukan ingatan individu lainnya. (*/LiveScience/X-9)  

Minggu, 01 Mei 2011

haa iki Lidah Tak Sabaran kalau soal Bebek

Minggu, 01 Mei 2011
 Lidah Tak Sabaran kalau soal Bebek
Oleh Agnes Swetta Pandia

Gurih dan lembut rasa dagingnya. ”Nendang” pula rasa sambalnya. Itulah suguhan Nasi Bebek ”Sayang Anak” Cak Yudi, Surabaya.
Daging bebek goreng tersaji panas-panas di atas meja. Maklum, setiap pemesan akan dilayani dengan daging bebek yang langsung digoreng. Aroma daging segera mengundang selera. Perpaduan rasa daging bebek yang lembut dan gurih, nasi pulen hangat serta sambal mangga muda (pencit) yang pedas itu memang menjadi ciri rasa Nasi Bebek ”Sayang Anak” Cak Yudi, Surabaya, Jawa Timur. Tempat santap ini buka di tiga tempat, yaitu
Jalan Tanjung Tarowitan, Jalan Kepanjen, dan Jalan Mulyosari.
Daging bebek tidak terasa amis karena telah diolah dengan bumbu
kunyit, jahe, dan serai. Gurihnya rasa daging bebek hadir dari bumbu yang digunakan dalam proses pengolahan. ”Saya membumbui bebek yang direbus dengan bumbu empon-empon, kumpulan bumbu terdiri dari serai, jahe, lengkuas, daun jeruk, daun salam, kunci,” ujar Sumiyati (52), istri Cak Yudi.
”Lama merebus tiga jam sehingga bumbu meresap dan membuat daging bebek empuk dan gurih,” ujarnya.
Dalam sehari, Nasi Bebek Sayang Anak membutuhkan sekitar 340 bebek untuk tiga lokasi penjualan.
Bebek dipasok oleh pedagang dari Pasar Babalan dan Pabean Surabaya. Harga bebek yang dibeli Rp 35.000-Rp 45.000 per ekor itu dipotong menjadi empat bagian.

Pedas
Ketika menikmati nasi bebek, harap diingat sambal pencit atau mangga muda yang pedasnya bukan kepalang. ”Saking pedasnya, begitu di lidah, sambalnya langsung nendang, tetapi tetap saja enak meski tanpa pelengkap seperti lalapan,” kata Andreas (46), pelanggan setia bebek goreng Cak Yudi.
Bagi penyuka rasa pedas, tingkat kepedasan sambal pencit dirasa klop saat
dicampur dengan daging bebek. Daging bebek makin nikmat jika disiram dengan air jeruk nipis yang sudah disiapkan di meja.
”Rasa sambal benar-benar menggoyang lidah ditambah nasi yang pulen,” kata Lusi (35), pengusaha konfeksi di Surabaya, yang menjadi pelanggan tetap warung tersebut sejak duduk di bangku SMA.
Sambal hanya menggunakan cabai rawit dan mangga muda. Ketika tidak ada mangga muda, mereka menggunakan buah kedondong sebagai pengganti. Untuk melayani penyuka rasa pedas, Cak Yudi menghabiskan cabai rawit sebanyak 10 kilogram per hari. ”Ketika harga cabai rawit mencapai Rp 100.000 per kilogram, kami sempat kewalahan,” kata Sumiyati.
Harga seporsi nasi bebek dengan satu bagian bebek dipatok Rp 10.000. Jika ditambah jeroan berupa hati dan rempela, harganya menjadi Rp 16.000, dan jika dua potong bebek, harganya Rp 21.000 per porsi. Nasi bebek disajikan tanpa lalapan.

Jangan terlambat
Cak Yudi (52) pria asal Lamongan itu, semula adalah pedagang kue atau jajan pasar keliling. Ia lalu banting setir berjualan bebek goreng. Alasannya, kue kurang menjanjikan karena konsumen cepat bosan dan pembelian kue juga tidak rutin. Cak Yudi kemudian merintis usaha nasi bebek sejak tahun 1983 di Jalan Perlis, Surabaya, di wilayah Pelabuhan Perak.
Begitu membuka warung nasi bebek goreng, Cak Yudi langsung menghabiskan 25 bebek. Bahkan, pada hari pertama saja sudah banyak orang yang datang, terutama ketika jam pulang kerja. Keesokan harinya, jumlah bebek ditambah dua kali lipat dan juga ludes.
Karena pelanggan terus meningkat, Cak Yudi pindah ke Jalan Tanjung Tarowitan karena mendapat tempat lebih luas dengan 20 kursi. Atas permintaan pelanggan pada tahun 1994, Cak Yudi bersedia membuka cabang di Jalan Kepanjen. Alasannya, untuk mendekatkan pada konsumen di tengah Kota Surabaya, terutama pada jam makan siang. Lalu, pada tahun 2010 dibuka lagi warung di Jalan Mulyosari.
Ketiga warung itu melayani konsumen pada waktu berbeda-beda. Warung di Jalan Kepanjen buka pukul 12.00-14.00, melayani konsumen untuk makan siang. Warung di Jalan Tanjung Tarowitan buka pukul 15.00-17.00, melayani pelanggan yang hendak makan sore. Adapun warung di Jalan Raya Mulyosari waktu santap malam.
Meski memiliki tiga lokasi penjualan bebek goreng, warung-warung itu masing-masing hanya memiliki tak lebih dari 20 kursi sehingga pembeli harus rela antre. Tak sedikit pembeli yang rela datang lebih awal agar kebagian bebek. Warung di Jalan Kepanjen, misalnya, buka persis menjelang santap siang. Namun, jangan datang lebih dari pukul 13.00 karena bisa-bisa bebeknya sudah tandas. Begitu pula warung di Jalan Tanjung Tarowitan yang kadang pada pukul 16.00 sudah ludes. Maklum, pada sore hari pembeli umumnya membawa pulang ke rumah sehingga cepat habis.
Penikmat memang harus cermat berhitung soal waktu untuk bersantap karena warung-warung itu hanya buka selama tiga jam.
Lidah rupanya tidak mempunyai rasa sabar untuk melahap nikmatnya daging bebek dengan sambal yang nendang itu.
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/05/01/04073066/lidah.tak.sabaran.kalau.soal.bebek

haa iki Ikan-ikan Pun Kalah di Citarum

Minggu, 01 Mei 2011

Ikan-ikan Pun Kalah di Citarum

Oleh M Kurniawan dan Cornelius Helmy

Sebanyak 14 jenis ikan asli Sungai Citarum diperkirakan punah dalam kurun 40 tahun terakhir. Selain dipicu perubahan habitat pemijahan dan pembesaran akibat pembendungan sungai, ikan-ikan itu punah karena tidak mampu beradaptasi dengan air yang kian tercemar.
Jeje (64), nelayan di Desa Galumpit, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Rabu (30/3) siang, memejamkan mata sejenak saat diminta mengingat ikan-ikan langka yang pernah tertangkap jaringnya. ”Kebogerang, gabus, dan hampal beberapa kali kena, tetapi lika, arengan, dan balidra sudah lama nggak (tertangkap),” ujarnya.
Ada beberapa jenis ikan yang sudah tidak diingat lagi namanya karena bertahun-tahun tak terjaring. Kini, seperti ratusan nelayan lain di perairan Waduk Ir H Djuanda atau Waduk Jatiluhur, Jeje lebih sering menangkap ikan nila, mas, dan patin yang juga banyak dibudidayakan di petak-petak keramba jaring apung, atau bandeng yang benihnya pernah ditebar pemerintah beberapa tahun terakhir.
Nelayan lain yang lebih muda dari Jeje lebih kesulitan menyebut nama-nama ikan asli Citarum. Mereka mengaku belum pernah menangkap atau melihatnya secara langsung. Sejumlah pemancing dan nelayan berusia 28-35 tahun bahkan mengaku baru mendengar beberapa nama ikan seperti genggehek, balidra, dan lika.
Aris (34), pemancing asal Pangalengan, Kabupaten Bandung, yang dua sampai tiga kali dalam sepekan memancing di perairan Waduk Cirata, juga lebih sering menangkap ikan budidaya (tebaran) ketimbang ikan asli. ”Kalaupun dapat ikan asli, biasanya jenis kebogerang atau gabus,” kata Aris.
Endi Setiadi Kartamihardja, peneliti Pusat Riset Perikanan Tangkap, dalam Jurnal Iktiologi Indonesia Volume 8 Tahun 2008 menyebutkan, pada kurun 1968-1977 terdapat 31 jenis ikan hidup di Waduk Ir H Djuanda, waduk yang membendung Sungai Citarum di Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Sebanyak 23 jenis di antaranya adalah ikan asli (indigenous species) dan 8 jenis sisanya adalah ikan tebaran.
Akan tetapi, pada penelitian tahun 1998-2007, dari 23 jenis ikan asli, hanya ditemukan 9 jenis, yakni hampal (Hampala macrolepidota), lalawak (Barbodes bramoides), beunteur (Puntius binotatus), tagih (Mystus nemurus), kebogerang (Mystus negriceps), lais (Lais hexanema), lele (Clarias bratachus), lempuk (Callichrous bimaculatus), dan gabus (Channa striatus). Sementara ikan tebaran, seperti mas (Cyrpinus carpio) dan mujair (Oreochromis mosammbicus), cenderung bertahan.
Ikan-ikan yang sudah tidak ditemukan lagi dan diduga kuat punah, antara lain julung-julung (Dermogenys pusillus), tilan (Macrognathus aculeatus), tawes (Barbodes gonionotus), genggehek (Mystacoleucus marginatus), arengan (Labeo crysophaekadion), kancra (Tor douronensis), nilem (Osteochillus hasselti), dan paray (Rasbora argyrotaenia).

Pencemaran
Kepala Loka Riset Pemacuan Stok Ikan Badan Riset Kelautan dan Perikanan Didik Wahju Hendro Tjahjo menambahkan, penyebab utama berkurangnya keanekaragaman jenis ikan di suatu perairan adalah hilangnya habitat. Pembendungan Sungai Citarum seiring dibangunnya Waduk Ir H Djuanda (1967), Saguling (1985), dan Cirata (1987), mengubah ekosistem perairan dari mengalir menjadi tergenang.
Hal senada dilontarkan guru besar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Bandung, Johan Iskandar. Diungkapkan, penelitiannya pada awal 1990-an menyebutkan, ada 23 jenis ikan liar yang umum ditangkap penduduk lokal dari Sungai Citarum. Ikan itu, antara lain, sidat, lika, kebogerang, hinur, arengan, genggehek, beunteur, lalawak, leat, berod, balidra, gabus, lais, jambal, dan lempuk.
Namun, keberadaan ikan itu semakin hari terus berkurang. Bahkan, ada ikan yang dulu banyak ditemukan kini semakin jarang terlihat, seperti arengan, lempuk, balidra, dan jambal. Penyebabnya adalah perubahan kontur air Sungai Citarum yang deras menjadi waduk yang berair tenang, pencemaran limbah pestisida lahan pertanian, limbah industri, dan limbah rumah tangga. Tidak hanya itu, banyaknya jenis ikan yang hilang dapat pula menyebabkan hilangnya berbagai pengetahuan lokal masyarakat, seperti pengetahuan tentang jenis-jenis ikan, kehidupan jenis-jenis ikan, dan teknik penangkapan ikan.
”Contohnya budaya palika atau penangkap ikan di Jawa Barat. Palika memiliki kemampuan menahan napas yang sangat lama di dalam air untuk mencari ikan di air deras, seperti Citarum. Seiring tidak ada lagi ikan lincah karena hidup di air deras, palika pun ditinggalkan. Masyarakat cukup menjala atau memancing,”
katanya.

Makin parah
Dalam perkembangannya, fungsi waduk bertambah seiring introduksi teknologi keramba jaring apung (KJA) sejak 1988. Jumlah KJA terus bertambah hingga menambah jumlah kotoran dan sisa pakan yang terbuang dan mengendap di dasar waduk. Menurut Didik, limbah KJA itu membuat kandungan unsur nitrat, nitrit, dan amonia meningkat sehingga perairan menjadi subur. Organisme perairan, seperti plankton, bentos, dan tumbuhan pun berkembang pesat. Dampaknya, kandungan oksigen rentan anjlok karena diperebutkan organisme perairan dalam proses respirasi, terutama pada malam hari.
Minimnya kandungan oksigen dinilai turut memicu kematian ikan-ikan budidaya secara massal untuk pertama kalinya di Waduk Djuanda pada tahun 1996. Meledaknya jumlah KJA setelah tahun 2000 melipatgandakan jumlah limbah yang terbuang dan membuat mutu air menurun dan kasus kematian ikan massal berulang. Kondisi itu diperparah dengan masuknya limbah industri dan rumah tangga dari hulu Citarum.
Dampak berkurangnya jenis ikan dan keanekaragaman hayati mengubah ekosistem perairan dan mengurangi fungsi ekohidrologinya. Fungsi pemurnian air secara alami tidak berjalan semestinya karena sebagian jenis ikan dan biota akuatik yang seharusnya ada dalam daur ekohidrologi berkurang atau hilang.
Upaya memperbaiki mutu perairan seperti dengan penebaran benih ikan pemakan plankton dan tumbuhan, menurut Didik, belum efektif karena jumlahnya belum memadai dan penangkapan tak terkendali. Waduk Djuanda, misalnya, membutuhkan 4,2 juta hingga 10 juta bibit ikan pemakan plankton, namun beberapa tahun terakhir jumlah yang ditebar kurang dari separuhnya. Ikan-ikan ukuran kecil yang seharusnya tidak boleh ditangkap juga sering ditemukan di tempat-tempat penampung ikan.
Belum lagi limbah organik dan nonorganik yang terus masuk ke daerah aliran Sungai Citarum membuat aneka jenis ikan kian sulit hidup. Andaikata ikan-ikan pun bisa bicara, ikan hampal, lalawak, beunteur, tagih, dan lain yang masih bertahan mungkin akan teriak, ”Selamatkan kami segera!”
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/05/01/04162919/ikan-ikan.pun.kalah.di.citarum
 

haa iki Semar Pun Kebanjiran

Minggu, 01 Mei 2011
 Semar Pun Kebanjiran
oleh aryo wisanggeni g

Bandung, yang terlihat hari ini dengan seabrek wisata belanja dan kuliner di pusat kota yang lapang dan rindang, tidak lahir di tempatnya sekarang berdiri.
Bandung lahir dan tumbuh di tepian Sungai Citarum, di sebuah kawasan yang kini menjadi areal industri. Kawasan yang kini dipadati warga yang hidup di antara puing sisa banjir bandang itu terlupakan seperti nasib sungainya.
Di bawah atap rumah kayu yang tidak lagi berdinding, Dadan (14) mencongkel endapan lumpur di sela lunas perahu sepanjang 2 meter. Erik (16) dan belasan temannya membantu dengan mengguyurkan air dan membersihkan cat putih yang mengelupas di kulit perahu kayu selebar sekitar 1 meter, bantuan dari Palang Merah Indonesia dan Uni Eropa.
Senin (25/4) itu mendung mengintip, mengisyaratkan banjir. Desa Citeureup, salah satu desa di Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, yang berjarak sekitar 11 kilometer dari pusat Kota Bandung, memang langganan banjir.
Gara-gara banjir begitu kerap terjadi, para pemuda Citeureup terlatih mengevakuasi sendiri warga. ”Kami semua terbiasa mendayung perahu,” kata Erik bangga.
Ia menuangkan adukan batu apung dan kemenyan ke lumpang di depan Ricky (19). Adonan pakal yang sudah ditumbuk Ricky lalu disaring Dadan. Pakal yang sudah disaring akan dicampur tumbukan serat karung goni kemudian dicampur minyak tanah menjadi adonan penambal perahu.
Perahu bocor itu baru sekitar setahun ada di Dayeuhkolot. Namun, warga RW 14 Desa Citeureup, seperti Kustiani (49), sudah tiga kali dievakuasi perahu itu. ”Saat Lebaran tahun lalu, orang batal berlebaran,” ujar Kustiani menunjuk garis bekas banjir setinggi hampir 2 meter di dinding rumahnya.
Dayeuhkolot, yang berarti ”kota tua”, terletak di tepian Sungai Citarum, persis di muara Sungai Cikapundung yang mengalir dari Kota Bandung. Pertemuan dua sungai itulah yang menjadi lokasi ibu kota Bandung yang didirikan Tumenggung Wiraangun-angun pada abad ke-18 dengan Kerapyak sebagai pusat pemerintahan.
Perpindahan Bandung dari Kerapyak ke lokasi sekarang diuraikan Haryoto Kunto dalam bukunya, Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. Bandung yang sekarang berdiri di lokasi Gubernur Jenderal Daendels menancapkan tongkat kayunya di Jalan Raya Pos (De Grote Postweg), menandai Kilometer Nol Bandung.
Surat Daendels bertanggal 25 Mei 1810 memerintahkan bupati kelima Bandung, Bupati Wiranatakusumah II, memindahkan Bandung dari Kerapyak ke pinggir Jalan Raya Pos. Sejak itu ”Bandung baru” menggeliat menjalani sejarahnya. Kerapyak bersalin nama menjadi Desa Citeureup dan kawasan ibu kota ”Bandung lama” menjadi Dayeuhkolot.

Banjir ”isi ulang”
Dengan status tanah serba tak jelas, Dayeuhkolot dan Citeureup tumbuh menjadi pemukiman semipermanen, tempat kontrak, dan tempat indekos para pekerja pabrik di tepian Sungai Citarum. Namun, abrasi tepian Citarum pun menghebat dan terus menggerus lahan di Desa Citeureup.
Nandang ”Bogel” (46), mantan pemain klub sepak bola Bandung Raya, mengenang, 10 tahun lalu tepian sungai Citarum masih berjarak 15 meter dari halaman depan rumahnya. Akan tetapi, kini tepian sungai hanya berjarak sekitar 4 meter dari halaman. Tanah kelahiran Bandung kian habis tergerus Citarum.
”Saya sudah beberapa kali memindahkan bengkel kerja tas olahraga di belakang rumah karena terus dikejar air pasang,” ucap Nandang, yang pada Senin tengah memasang genteng di bengkel kerja barunya, yang menempel dinding belakang rumah.
Di sebelah rumahnya ada puing rumah Ustaz Dudun, yang tinggal menyisakan dinding beton, kusen, dan pelat nomor rumah, 179. Ada puluhan puing berlumpur lain, yang ditinggalkan para pemilik ataupun pengontraknya.
”Jarang ada lagi karyawan pabrik memondok di Citeureup. Pekerja pabrik malas tinggal di daerah banjir isi ulang,” ujar Kustiani gemas.
Sejarah Kerapyak pun tersapu Citarum. ”Kerapyak? Di mana ya? Saya tidak pernah mendengar ada tempat bernama Kerapyak,” kata Dadan bingung.
Lalu apa yang mereka bayangkan tentang arti Desa Citeureup bagi urang Bandung? ”Banjir. Semua orang Bandung tahu Desa Citeureup di Dayeuhkolot langganan terkena banjir,” kata Erik tertawa.
Citeureup bukan satu-satunya permukiman di tepi Sungai Citarum yang kerap diterjang banjir. Sejak puluhan tahun silam, desa dan kelurahan di Kecamatan Bale Endah juga kerap kebanjiran sehingga Bale Endah batal menjadi ibu kota baru bagi Kabupaten Bandung, yang didirikan kembali dari pemekaran Kota Bandung pada 1974. Namun, warga menjadi saksi betapa sejak 2005 banjir terjadi tiap kali hujan.
”Ketika belum tahu sejarah Kerapyak, saya pasrah dengan banjir dan hanya berpikir bagaimana kami menyelamatkan diri dan warga tiap kali banjir datang. Ketika mempelajari sejarah Kerapyak sekitar setahun terakhir, saya tak habis pikir mengapa orang abai terhadap banjir Sungai Citarum,” ujar Budi Lesmana (35), Ketua Sub Karang Taruna Kerapyak Wibawa Mukti RW 14.

Memindah banjir
Penulis Bandung Purba sekaligus anggota Masyarakat Geografi Indonesia, T Bachtiar, mencatat beberapa pola pengelolaan Sungai Citarum justru memperparah banjir di tanah ”luluhur Bandung”. Dinding beton di beberapa lokasi tepian Sungai ”selokan” Cikapundung membuat air hujan yang turun di Bandung langsung bermuara di Dayeuhkolot tanpa proses peresapan.
”Sejumlah pelurusan Sungai Citarum juga menambah kecepatan arus sungai sehingga setiap hujan di Gunung Wayang sebagai hulu Citarum akan lebih cepat bermuara ke Dayeuhkolot. Cara pikir dalam mengatasi banjir di Bandung adalah mengeringkan genangan secepat mungkin, padahal itu berarti memindahkan banjir ke tempat lain. Itu yang terjadi di Citeureup dan Dayeuhkolot,” ujar Bachtiar.
Hujan yang mengguyur Bandung pada Selasa (26/4) malam membuat ”banjir isi ulang” kembali menggenangi Citeureup hingga setinggi pinggul sepanjang Rabu pagi.
”Ah, ini bukan apa-apa. Kalau hanya sepinggul, tidak ada warga yang perlu dievakuasi,” kata Nandang tertawa meski ia terpaksa memindahkan bengkel kerjanya ke loteng darurat di samping rumahnya.
Di tengah banjir itu, Wahyu Permana (48) tetap tenang mengukir lengan dan tangan wayang golek Semar dan Petruk garapannya di dalam rumahnya. ”Semar itu tokoh tumaritis, seperti mahadewanya, ibaratnya yang punya suwarga itu Semar. Akan tetapi, tahun lalu Semar kebanjiran di Citeureup bersama satu golek pesanan dalang. Memang tak ada lagi sisa kebesaran Kerapyak di sini,” katanya.
Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/05/01/05090112/semar.pun.kebanjiran