Sabtu, 11 Mei 2013

haa iki : Intinya jangan mudah menyerah

Dari SPG dan sopir taksi, Mahendra Ekananda kini jadi pilot

 

Reporter : Mustiana Lestari Sabtu, 11 Mei 2013 09:22:34 
 
Terbang dengan burung besi dan menjelajahi setiap daerah di dunia merupakan mimpi bagi banyak orang, salah satunya Mahendra Ekananda (33). Lahir di keluarga yang penuh doktrinasi, lelaki ini tumbuh menjadi seorang yang tidak percaya mimpi dan cita-cita. Sejak SMA, bagi dia dan keluarganya cuma ada dua jalan untuk sukses, jadi ABRI atau mahasiswa PTN.

"Doktrinnya itu masuk Akabri atau kuliah negeri, orang tua juga dulu ngajak ke fakultas kedokteran tapi semuanya enggak lulus. Akhirnya masuk Petra supaya ada saja. Di sana ya saya kayak gitu," kata Mahendra yang ditemui merdeka.com di kediamannya, Perumahan Kalibata Indah, Jakarta, Kamis (10/5).

Setelah menjalani ilmu di jurusan arsitektur Petra selama 3,5 tahun. Pria ini mulai belajar mencari kembali mimpi yang tanpa dia sadari telah terkubur jauh di dalam ingatannya.

"Kalau ke perpustakaan apa sih yang saya lihat? Pertama dari masa kecil saya senang urusan pesawat dan petualangan terbang, menyelamatkan orang, kirim bantuan ke korban kelaparan pakai pesawat. Oh rupanya ini! dari situ saya bertekad dan niatin saja" lanjutnya antusias.

Namun rupanya niat ini tak serta merta berjalan mulus. Di tengah dunia penerbangan yang tak jelas saat itu dan kondisi orang tua yang hanya PNS, keinginan Mahendra tidak bisa langsung terpenuhi.

Mahendra yang keras kepala membuat banyak orang tidak bisa menghalanginya. Termasuk nekat melepas kuliahnya yang sudah hampir selesai.

"Mereka enggak sanggup tapi tahu dari kecil kesukaan saya. Apalagi 3,5 kuliah hasilnya enggak menggembirakan, akhirnya berani banting setir. Sebetulnya ini enggak sia-sia justru menemukan cita-cita, itu penting," kenangnya.

Jalanpun terbuka, melihat kesungguhan Mahendra, omnya luluh dan berani mengeluarkan biaya untuknya meski hanya untuk satu lisensi private pilot licence.

"Di tahun 2003 om saya bukain jalan masuk ke sana, di sana saya buka pergaulannya di situ cari celah beasiswa," aku Mahendra.

Belajar selama 2 tahun, tidak langsung membuat karir Mahendra meroket. Alasannya dia belum menjadi pilot profesional. Bermacam pekerjaan mulai ditekuni sembari melihat peluang beasiswa. Saat itu dia sadar uang untuk melanjutkan sekolah penerbangan berpenumpang besar sampai ribuan dolar. Pikiran Mahendra akhirnya hanya fokus untuk mencari koneksi atau kenalan yang bisa membuatnya bisa sekolah lagi dengan gratis.

"Dari relasi itu gunanya. Saya diajak ikut proyek haji tapi kerjaan itu musiman karena 7 bulan nganggur, ikut proyek foto perkawinan jadi helper atau fotografer. Juga nyambi di toko game senayan jadi kurir pakai mobil pick up keluarga dan istilahnya SPG juga, ikut terbang patroli kebun sawit, Pernah juga jadi supir taksi Bluebird itukan semua petualangan juga," katanya sambil tertawa.

Meski sering terjun ke berbagai even penerbangan, selama 7 tahun tak sekalipun Mahendra mengemudikan pesawat berpenumpang. kendati begitu dia mengaku tak masalah walau terkadang ini menjadi beban bagi dirinya sendiri.

"Walau enggak mengemudikan jadi juru muat ketemu pesawat langsung mengoperate di darat passion saya sudah ada. Ada saat saya mau menyerah, saat itu, sudahlah di sini saja, jadi ground handling apalagi umur makin tua. Di tengah perasaan itu datanglah...beasiswa Lion Air ada!" ungkap berbinar-binar.

Kepercayaan, tekad dan mimpi Mahendra menjadi pilot terjawab sudah. Dia kini telah setahun menjadi co-pilot setelah sebelum bersekolah 1 tahun 7 bulan di Lion Air dan semuanya gratis.

"Intinya jangan mudah menyerah, semua bisa dicari semuanya, dipikir dan diperhitungkan itu. bukan hanya cepat tapi berani mengambil peluang!" pesan penggemar penerbang Charles Linberg ini.

Kini Mahendra ingin terbang lebih jauh lagi sampai ke ujung dunia. Dia pastikan petualangannya di udara tidak berhenti sampai sini.

"Ada yang saya cita-citakannya di sini yaitu petualangannya. Saya ke ingin terbang yang enggak mindstream, saya mau penerbangan ke kutub dan ke Himalaya! dan saya lebih niat untuk jadi yang terbaik," tutupnya mantap.
[hhw]
 
 
: Inspirasi buat yang ingin berhasil jadi 'orang'

 

haa iki : Ahok: Mendagri Salah Paham, Semua e-KTP Bisa Difotocopy

Jakarta - Sama seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga memfotocopy e-KTP. Kata Ahok, semua e-KTP bisa difotocopy.

"E-KTP, Beliau hanya salah paham saja. Itu semua bisa difotocopy," kata Ahok di Mal Ciputra, Jakarta Barat, Sabtu (11/5/2013).

Ahok mengatakan staf ahli Mendagri Bidang Hukum, Politik, dan Hubungan Antarlembaga, Reydonnyzar Moenek, seharusnya memberitahu ke Mendagri Gamawan Fauzi bahwa e-KTP tidak perlu difotocopy lagi karena ada cardreader.

"Maksudnya, Beliau kasih tahu ke Pak Mendagri, bahwa tidak perlu fotocopy lagi karena bacanya pakai cardreader. Jadi kalau kamu ngurus surat, nggak perlu fotocopi tinggal dicolokin card reader. Cuma mungkin beliau terlalu canggih. Menanggapinya nggak perlu difotocopy. Padahal, kalimatnya tidak perlu fotocopy lagi, tinggal dipakai cardreader. Orang kartu kredit difotocopy oke kok," papar Ahok.

Bapak fotokopi e-KTP juga? "Saya fotocopy," jawab Ahok dengan nada tinggi.




(aan/ndr)
http://news.detik.com/read/2013/05/11/125231/2243188/10/ahok-mendagri-salah-paham-semua-e-ktp-bisa-difotocopy?991104topnews 

: Terus pak wagub!!!, memang pejabat-pejabat yang asal njeplak harus ada pejabat juga yang berani koreksi.

Selasa, 07 Mei 2013

haa iki : Pemilik batik kok impor batik?

Dalam 3 Bulan, RI Belanja Batik dari China Rp 43 Miliar

Maikel Jefriando - detikfinance
Selasa, 07/05/2013 07:38 WIB
 
Jakarta - Batik China seperti tak terbendung masuk ke dalam negeri. Meski banyak yang menyebutkan jenis impor ini bukan batik, namun masyarakat Indonesia seperti tidak punya alasan untuk menolak membeli produk tersebut.

Selama tiga bulan pertama tahun 2013 (Januari-Maret), ada 159 ton batik China yang diimpor atau senilai US$ 4,6 juta atau setara Rp 43,7 miliar.

Demikianlah laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip detikFinance, Selasa (7/5/2013). Pada bulan Maret 2013, impor batik China tercatat sebesar 50 ton atau senilai US$ 1,49 juta. Sementara bulan Februari 2013 volume impor 52 ton atau senilai US$ 1,6 juta.

Sedangkan bulan Januari 2013, sebanyak 56,3 ton batik China atau senilai US$ 1,4 juta atau sekitar Rp 14,5 miliar hadir di dalam negeri. ada bulan Desember 2012 catatan impor sebanyak 87,4 ton dengan nilai US$ 3 juta.

Sementara selama tahun 2012 (Januari-Desember) 1.037 ton produk batik yang masuk dari China ke Indonesia dengan nilai US$ 30 juta, atau sekitar Rp 285 miliar.




(ang/ang)  
 

 
 

Jumat, 03 Mei 2013

haa iki : Kisah Sosrokartono, orang Indonesia paling jenius

Kisah Sosrokartono, orang Indonesia paling jenius
Reporter : Hery H WinarnJumat, 3 Mei 2013 08:27:00
 


Dua hari lalu, puluhan siswa SD Nahdlatul Ulama (NU) Nawa Kartika, Kudus, Jawa Tengah memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei. Peringatan tersebut diisi dengan acara ziarah ke makam Sosrokartono.

Sekitar 155 siswa kelas V SD NU Nawa Kartika didampingi guru berziarah ke makam salah satu pejuang pendidikan tersebut. Lalu siapa Sosrokartono?

Lahir di Mayong dengan nama Raden Mas Panji Sosrokartono pada hari Rabu Pahing tanggal 10 April 1877 M. Beliau adalah putera R.M. Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara.

Sejak kecil Sosrokartono sudah mempunyai keistimewaan, beliau cerdas dan mempunyai kemampuan membaca masa depan. Kakak dari ibu kita Kartini ini, setelah tamat dari Eropesche Lagere School di Jepara, melanjutkan pendidikannya ke H.B.S. di Semarang. Pada tahun 1898 Sosrokartono lalu meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda.

Sosro awalnya masuk di sekolah Teknik Tinggi di Leiden. Tetapi merasa tidak cocok, sehingga pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Beliau merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri Belanda, yang pada urutannya disusul oleh putera-putera Indonesia lainnya. Dengan menggenggam gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden, Sosro akhirnya melanglang buana ke seluruh Eropa, menjelajahi pelbagai pekerjaan.

Pada tahun 1917, koran Amerika The New York Herald Tribune, di Kota Wina, ibu kota Austria, membuka lowongan kerja untuk posisi wartawan perang untuk meliput Perang Dunia I. Salah satu tes adalah menyingkat-padatkan sebuah berita dalam bahasa Perancis yang panjangnya satu kolom menjadi berita yang terdiri atas kurang lebih 30 kata, dan harus ditulis dalam 4 bahasa yaitu Inggris, Spanyol, Rusia dan Perancis sendiri. Drs Raden Mas Panji Sosrokartono, putra Bumiputra yang ikut melamar, berhasil memeras berita itu menjadi 27 kata, sedangkan para pelamar lainnya rata-rata lebih dari 30 kata. Persyaratan lainnya juga bisa dipenuhi oleh RMP Sosrokartono sehingga akhirnya ia terpilih sebagai wartawan perang surat kabar bergengsi Amerika, The New York Herald Tribune.

Supaya pekerjaannya lancar, dia juga diberi pangkat Mayor oleh Panglima Perang Amerika Serikat. RMP Sosrokartono seorang poliglot, ahli banyak bahasa. Ia menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa suku di tanah Nusantara. Sebelum ia menjadi wartawan the New York Herald Tribune, ia bekerja sebagai penerjemah di Wina. Di Wina ia terkenal dengan julukan si jenius dari Timur.

Dia juga bekerja sebagai wartawan beberapa surat kabar dan majalah di Eropa. Di dalam buku 'Memoir' Drs Muhammad Hatta diceritakan kalau RMP Sosrokartono mendapat gaji 1250 Dollar dari surat kabar Amerika. Dengan gaji sebesar itu ia dapat hidup mewah di Eropa.

Sosro juga kerap mengirimi buku dan buletin kepada adiknya Kartini. Buku kiriman Sosro ini lah yang kelak menjadi pencerahan bagi Kartini untuk mendobrak tradisi dan melahirkan emansipasi wanita di Nusantara.

Sebelum Perang Dunia I berakhir, pada bulan November 1918, RMP Sosrokartono terpilih oleh blok Sekutu menjadi penerjemah tunggal, karena ia satu-satunya pelamar yang memenuhi syarat-syarat mereka yaitu ahli bahasa dan budaya di Eropa dan juga bukan bangsa Eropa. Dalam 'Memoir' tulisan Drs Muhammad Hatta ditulis kalau RMP Sosrokartono juga menguasai bahasa Basque, menjadi penerjemah pasukan Sekutu kala melewati daerah suku Basque. Suku Basque adalah salah satu suku yang hidup di Spanyol. Ketika Perang Dunia I menjelang akhir, diadakan perundingan perdamaian rahasia antara pihak yang bertikai.

Pihak-pihak yang berunding naik kereta api yang kemudian berhenti di hutan Compaigne di Perancis Selatan. Di dalam kereta api, pihak yang bertikai melakukan perundingan perdamaian rahasia. Di sekitar tempat perundingan telah dijaga ketat oleh tentara dan tidak sembarangan orang apalagi wartawan boleh mendekati tempat perundingan dalam radius 1 km. Semua hasil perundingan perdamaian rahasia tidak boleh disiarkan, dikenakan embargo sampai perundingan yang resmi berlangsung.

Dalam Sejarah Dunia, Perundingan Perdamaian Perang Dunia ke I yang resmi berlangsung di kota Versailles, di Perancis. Ketika banyak wartawan yang mencium adanya 'perundingan perdamaian rahasia' masih sibuk mencari informasi, koran Amerika The New York Herald Tribune ternyata telah berhasil memuat hasil perundingan rahasia tersebut. Penulisnya 'anonim', hanya menggunakan kode pengenal 'Bintang Tiga'. Kode tersebut di kalangan wartawan Perang Dunia ke I dikenal sebagai kode dari wartawan perang RMP Sosrokartono. Konon tulisan itu menggemparkan Amerika dan juga Eropa.

Lalu bagaimana RMP Sosrokartono bisa mendapat hasil perundingan perdamaian yang amat dirahasiakan dan dijaga ketat? Apakah RMP Sosrokartono menjadi penerjemah dalam perundingan rahasia tersebut? Kalau ia menjadi penerjemah dalam perundingan rahasia itu lalu bagaimana ia menyelundupkan beritanya keluar? Seandainya ia tidak menjadi penerjemah dalam perundingan perdamaian rahasia itu, sebagai wartawan perang, bagaimana caranya ia bisa mendapat hasil perundingan perdamaian rahasia tersebut?

Sayangnya dalam buku Biografi RMP Sosrokartono tidak ada informasi mengenai hal ini. Namun tak dapat disangkal lagi, berita tulisan RMP Sosrokartono di koran New York Herald Tribune mengenai hasil perdamaian rahasia Perang Dunia I itu merupakan prestasi luar biasa Sosrokartono sebagai wartawan perang.

Tahun 1919 didirikan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) atas prakarsa Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson. Dari tahun 1919 sampai 1921, RMP Sosrokartono, anak Bumiputra, mampu menjabat sebagai Kepala penerjemah untuk semua bahasa yang digunakan di Liga Bangsa-Bangsa. Bahkan dia berhasil mengalahkan poliglot-poliglot dari Eropa dan Amerika sehingga meraih jabatan tersebut. Liga Bangsa-Bangsa kemudian berubah nama menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Organization) pada tahun 1921.

Tahun 1919 RMP Sosrokartono juga diangkat menjadi Atase Kebudayaan di Kedutaan Besar Perancis di Belanda. Sampai suatu ketika terdengar berita tentang sakitnya seorang anak berumur lebih kurang 12 tahun. Anak itu adalah anak dari kenalannya yang menderita sakit keras, yang tak kunjung sembuh meki sudah diobati oleh beberapa dokter.

Dengan dorongan hati yang penuh dengan cinta kasih dan hasrat yang besar untuk meringankan penderitaan orang lain, saat itu juga beliau menjenguk anak kenalannya yang sakit parah itu. Sesampainya di sana, beliau langsung meletakkan tangannya di atas dahi anak itu dan terjadilah sebuah keajaiban. Tiba-tiba si bocah yang sakit itu mulai membaik dengan hitungan detik, dan hari itu juga ia pun sembuh.

Kejadian itu membuat orang-orang yang tengah hadir di sana terheran-heran, termasuk juga dokter-dokter yang telah gagal menyembuhkan penyakit anak itu. Setelah itu, ada seorang ahli Psychiatrie dan Hypnose yang menjelaskan bahwa sebenarnya Drs. R.M.P. Sosrokartono mempunyai daya pesoonalijke magneetisme yang besar sekali yang tak disadari olehnya.

Mendengar penjelasan tersebut, akhirnya beliau merenungkan dirinya dan memutuskan menghentikan pekerjaannya di Jenewa dan pergi ke Paris untuk belajar Psychometrie dan Psychotecniek di sebuah perguruan tinggi di kota itu. Akan tetapi, karena beliau adalah lulusan Bahasa dan Sastra, maka di sana beliau hanya diterima sebagai toehoorder saja, sebab di Perguruan Tinggi tersebut secara khusus hanya disediakan untuk mahasiswa-mahasiswa lulusan medisch dokter.

Beliau kecewa, karena di sana beliau hanya dapat mengikuti mata kuliah yang sangat terbatas, tidak sesuai dengan harapan beliau. Di sela-sela hati yang digendam kecewa, datanglah ilham untuk kembali saja ke Tanah Air-nya.

RMP Sosrokartono akhirnya pulang ke tanah air tahun 1925. Ia kemudian menetap di kota Bandung.
[lia]