"Orang sudah kehilangan harapan dengan sistem kekuasaan. Tiba-tiba
muncullah Jokowi. Ternyata, konsepsi orang tentang penguasa itu
kejujuran, ketulusan, bukan intelektualitas," ujarnya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
sebuah pesan tentang kepemimpinan : bahwa menjadi pemimpin yang baik modal dasarnya adalah bagaimana kemampuan sesorang mengerti dan memahami kebutuhan rakyat dan berani memutuskan, bukannya bermodalkan kemampuan akademik yang cemerlang bahkan gelar yang setinggi awan namun tanpa kemampuan membuat suatu keputusan.
JAKARTA, KOMPAS.com — Para tokoh yang memperebutkan
kursi nomor satu di Indonesia diingatkan agar tetap menginjak pada
realita. Sebab, presiden merupakan pilihan rakyat, bukan partai politik.
Budayawan,
sejarawan, dan juga tokoh Betawi, Ridwan Saidi, mengatakan, saat ini
orang sedang menyorot Joko Widodo, bukan Gita Wirjawan ataupun tokoh
lainnya.
"Saya bukan pemuja Jokowi. Saya orang politik. Orang
politik itu harus berpijak pada realita," ujar Ridwan saat dijumpai di
rumahnya, di Bintaro, Jakarta, Selasa (7/8/2013).
Ridwan menceritakan seperti apa realita yang ada di lingkungan
tempat tinggalnya. Pada suatu ketika, kata dia, Effendi Gazali
menyampaikan bahwa dia sudah didekati oleh empat menteri yang mendukung
Gita Wirjawan. Lalu, Ridwan pun menanggapi ucapan Effendi itu.
"Saya bilang, wahai Efendi, saya tinggal di Bintaro Jaya. Orang
bilang yang tinggal di situ berkecukupan. Saya sering duduk di sini (di
teras), tetangga pada mampir, enggak satu biji yang nanyain Gita Wirjawan," ungkap Ridwan.
"Kadang-kadang dia (tetangga) kenal juga enggak. Jangan salah, ini di Bintaro, lho. Apalagi di Jembatan Besi, apalagi di Kampung Lontar, Pontang, Banten," tutur dia.
"Kita realistislah. Bahwa dia (Gita Wirjawan) bersemangat terserah saja. Dia bilang Facebooker-nya ada 60 juta juga terserah dia, saya enggak ngitungin," imbuh Ridwan.
Realita politik, menurut Ridwan, mudah diamati, seperti mengamati talkshow yang dibawakan pelawak Tukul Arwana, ataupun acara komedi di stasiun televisi yang sama. Meski ia tak suka, nyatanya rating kedua acara televisi itu tinggi.
"Anda boleh bicara dari segi intelektual, tapi Anda berhadapan
dengan tokoh yang orang Indonesia merindukan yang seperti ini,"
jelasnya.
Menurutnya, orang Indonesia sejak lama tidak hanya kehilangan
sosok kejujuran, tetapi juga sistem kejujuran. Sistem kekuasaan selalu
dianggap mengecewakan. Sejak zaman Belanda, Jepang, bahkan mengharap
kejujuran zaman kemerdekaan pun, kata dia, sama saja.
"Orang sudah kehilangan harapan dengan sistem kekuasaan.
Tiba-tiba muncullah Jokowi. Ternyata, konsepsi orang tentang penguasa
itu kejujuran, ketulusan, bukan intelektualitas," ujarnya.
Menurut Ridwan, jika Jokowi terpilih jadi RI-1, itu sudah
persoalan "jodoh politik". Orang-orang tidak bisa mengatur mekanisme
yang bergerak sendiri. Dan, pada gilirannya, jodoh politik bukan masalah
kasak-kusuk politik.
"Saya itu melihat, orang enggak ada yang ngomongin Gita Wirjawan. Rakyat maunya dia (Jokowi), mau apa?" cetusnya.
http://nasional.kompas.com/read/2013/08/07/1023321/.Kalau.Rakyat.Maunya.Jokowi.Mau.Apa.?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp